AIHA (Autoimmune Hemolytic Anemia)
Batasan
Anemia hemolitik
autoimun (AHA) atau autoimmune hemolytic anemia (AIHA) ialah suatu anemia
hemolitik yang timbul karena terbentuknya aotuantibodi
terhadap eritrosit sendiri sehingga menimbulkan destruksi (hemolisis)
eritrosit(Bakta, 2006). Dan sebagian referensi ada yang menyebutkan anemia
hemolitik autoimun ini merupkan suatu kelainan dimana terdapat antibody
terhadp sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek (Sudoyo.et
all.,2006).
AIHA adalah suatu kelainan dimana terdapat anibodi tertentu pada tubuh kita yang menganggap eritrosit sebagai antigen non-selfnya, sehingga menyebabkan eritrosit mengalami lisis
AIHA adalah suatu kelainan dimana terdapat anibodi tertentu pada tubuh kita yang menganggap eritrosit sebagai antigen non-selfnya, sehingga menyebabkan eritrosit mengalami lisis
Etiologi
Etiologi pasti dari
penyakit hemolitik autoimun memang belum jelas kemungkinan terjadi kerena
gangguan central tolerance dan gangguan pada proses pembatasan limfosit
autoreaktif residual. Terkadang system kekebalan tubuh mengalami gangguan fungsi
dan menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagain bahan
asing (reaksi autoimun).
Patofisiologi
Patofisiologi
a) Aktivasi
sistem komplemen yang akan menyebabkan hancurnya membran sel eritrosit dan
terjadilah hemolisis intravaskular (ditandai dengan hemoglobinemia dan
hemoglobinuria)
Aktivasi
komplemen jalur klasik :
- Diaktivasi oleh antibodi – antibodi IgM, IgG1, IgG2, IgG3
- IgM : agglutinin tipe dingin, sebab antibody berikatan dengan antigen polisakarida pada permukaan SDM pada suhu di bawah suhu tubuh
- IgG : agglutinin hangat, karena bereaksi dengan antigen permukaan SDM pada suhu tubuh
- Mekanisme : aktivasi mulai dari C1, C4 sampai dengan C9 yang ujungnya akan terbentuk kompleks penghancur membran yang terdiri dari molekul C5, C6, C7, C8 dan beberapa C9. Kompleks ini akan menyusup ke membran sel eritrosit dan mengganggu aliran transmembrannya, sehingga permeabilitas membran eritrosit normal akan terganggu, akhirnya air dan ion masuk, kemudian eritrosit membengkak dan rupture
Aktivasi
komplemen jalur alternatif
b) Aktivasi selular yang akan menyebabkan hemolisis ekstravaskular dengan fagositosis di limpa.
Mekanisme nya sel darah
disensitisasi oleh IgG yang melekat pada IgG – FcR di RES limpa yang akan
terbentuk menjadi fagositosisb) Aktivasi selular yang akan menyebabkan hemolisis ekstravaskular dengan fagositosis di limpa.
Diagnsosis
a) Indirect
Antiglobulin Test (indirect Coobm’s test)
Untuk mendeteksi
autoantibody yang terdapat dalam serum. Serumnya direaksikan dengan sel – sel
reagen. Ig yang tersebar dalam serum akan melekat pada sel – sel reagen dan
dapat dideteksi dengan antiglobulin serta dengan terjadinya agluniasi
b) Direct
Antiglobulin Test (direct Coomb’s test)
Sel eritrosit
dibersihkan dari protein – protein yang melekat lalu direaksikan dengan
antiserum atau dengan antibodi monoclonal terhadap berbagai Ig dan fraksi
komplemen.
Klasifikasi
Adapun klasifikasi anemia hemolitik autoimun berdasarkan sifat
reaksiantibodi, AHA dibagi 2 golongan sebagai berikut:
1. Anemia
Hemolitik Autoimun Hangat atau warm AHA (yang sering terjadi)
Anemia Hemolitik Autoimun Hangat (warm AHA) yakni suatu
keadaandimana tubuh membentuk autoantibody yang bereaksi terhadap sel darah
merahpada suhu tubuh. Autoantibody melapisi sel darah merah, yang
kemudiandikenalinya sebagai benda asing dan dihancurkan oleh sel perusak dalam
limpaatau kadang dalam hati dan sumsum tulang. Dan suhu badan pasien pada
anemiahemolitik aotuimun hangat ini >37⁰ C.
- Hemolitik autoimun terjadi pada suhu tubuh optimal (370C)
- Manifestasi klinis : gejala tersamar, gejala anemia, timbul perlahan, menimbulkan demam bahkan ikterik. Jika diperiksa urin pada umumnya berwarna gelap karena hemoglobinuri. Bisa juga terjadi splenomegali, hepatomegali dan limfadenopati
- Pemeriksaan Lab : Coomb’s direct positif, Hb nya biasa
- Prognosis : hanya sedikit yang bisa sembuh total, sebagian besar memiliki perjalanan penyakit yang kronis namun terkendali. Komplikasi bisa terjadi seperti emboli paru, infark limpa dan penyakit kardiovaskuler. Angka kematian 15 – 25%
- Terapi :
- Pemberian kortikosteroid 1 – 1,5 mg/kg BB/ hari, jika membaik dalam 2 minggu dosis dikurangi tiap minggu 10 – 20 mg/hari
- Splenektomi, jika terapi kortikosteroid tidak adekuat
- Imunosupresi : Azatioprin 50 – 200 mg/hari atau Siklofosfamid 50 – 150 mg/hari
- Terapi lain : Danazol, Imunoglobulin
- Tranfusi jika kondisinya mengancam jiwa (misal Hb <3 mg/dl)
2. Anemia
Hemolitik Dingin atau cold AHA
Anemia Hemolitik Autoimun Dingin (cold AHA) yakni suatu
keadaandimana tubuh membentuk aotoantibodi yang beraksi terhadap sel darah
merah dalm suhu ruangan atau dalam suhu yang dingin. Dan suhu tubuh pasien pdaanemia
hemolitik aotuimun dingin ini < 37⁰ C.
- Terjadi pada suhu tubuh dibawah normal. Antibodi yang memperantarai biasanya adalah IgM. Antibodi ini akan langsung berikatan dengan eritrosit dan langsung memicu fagositosis
- Manifestasi klinis : gejala kronis, anemia ringan (biasanya Hb 9 – 12 g/dl), sering dijumpau akrosianosis dan splenomegali
- Pemeriksaan Lab : anemia ringan, sferositosis, polikromasia, tes Coomb’s positif, spesifisitas tinggi untuk antigen tertentu seperti anti-I, anti-Pr, anti-M dan anti-P
- Prognosis baik dan cukup stabil
- Terapi : hindari udara dingin, terapi prednisone, Klorambusil 2 – 4 mg/hari dan Plasmaferesis untuk mengurangi antibodi IgM.
PEMBAHASAN TERAPI
·
Anemia
hemolitik autoimun tipe hangat:
Apabila
penyebabnya belum diketahui, maka pengobatan pilihan selanjutnya adalah dengan
pemberian kortikosteroid terutama prednisolon awalnya secara intravena
selanjutnya secara oral dengan dosis 60-100 mg/hr. Dosis ini sebagai dosis awal
untuk orang dewasa dan selanjutnya harus dikurangi sedikit demi sedikit. Jika
dijumpai ada kelainan Hb maka dosis obat diteruskan selama 2 mingggu sampai Hb
stabil. Steroid ini mempunyai fungsi memblok magrofag dan menurunkan sitesis
antibody. Selain prednisolon dapat juga diberikan metilprednisolon pemberian
dosis disesuaikan.
Pasien yang tidak berespon setelah pemberian prednisone atau gagal
mempertahankan kadar Hb dalam waktu 2-3 minggu, maka pengangkatan
limfa(splenoktomi) dapat di pertimbangkan. Splenoktomi ini bertujuan agar limfa
berhenti menghancurkan sel darah merah yang terbungkus oleh autoantibody.
Pengangkatan limfa diketahui berhasil mengendalikan pada sekitar 50%penderita.
Jika pengobatan ini gagal, diberikan obat yang menekan system kekebalan.
Obat imunosupresif lain dapat digunakan diantaranya: Azatioprin 50-200 mg/hari,
siklofosfamid 50-150 mg/hari (60 mg/m2), klorambusil, dan siklosporin. Terapi
lain yakni pemberian danazol 600-800 mg/hari, biasanya danazol dipakai bersama
sama steroid. Jika ditemui anemia berat yang mengancam fungsi jantung dapat
dilakukan tranfusi.
·
Anemia hemolitik autoimun tipe dingin:
Terapi pada
anemia hemolitik autoimun tipe dingin yakni dengan menghindari udar dingin ,
mengobati penyakit dasar, kadang-kadang diperlukan splenektomi. Bisa juga
gdengan memberi kortikosteroid tetapi
kortikosteroid ini tidak efektif. Pemberian khlorambusil dapat memberikan hasil
pada beberapakasus. Dan
juga bisa diberikan prednisone dan splenektomi tetapi pemberian obat ini tidak
efektif atau tidak banyak membantu penyembuhan pada penyakit ini. Dan bisa juga
dengan pemberian klorambusil 2-4 mg/hari, plasmaferesis untuk mengurangi
antibody IgM secara teoritis bisa mengurangi hemolisis, namun secara praktik
hal ini sukar dilakukan.
Thanks for your information. Please accept my comments to still connect with your blog. And we can exchange backlinks if you need. What Is Hemolytic Anemia?
ReplyDelete