Monday, August 24, 2015

karsinoma tiroid epitel



Batasan
Patofisiologi
         Klasifikasi hispatologi karsinoma tiroid epitel adalah:
1.      Adenokarsinoma berdeferesiansi baik, terdiri dari:
·         Papiler
·         Folikuler
·         Campuran papiler dan folikuler
2.      Adenokarsinoma berdeferensiasi buruk, terdiri dari:
·         Karsinoma sel kecil (small cell carsinoma)
·         Karsinoma sel besar (giant cell carsinoma)
·         Karsinoma sel spindle (spindle cell carsinoma)
3.      Karsinoma meduler
4.      Karsinoma sel skuamosa
Sedangkan klasifikasi hispatologi karsinoma tiroid non epitel adalah limfoma, metastatik tumor, teratoma malignan, dan yang tidak dapat diklasifikasikan.

Gejala Klinis
         Gejala klinis tiroid adalah sebagai berikut:
1.      Kista bisa cepat membesar, nodul jinak perlahan, sedang nodul ganas agak cepat, dan nodul anplastika cepat sekali (dihitung dalam minggu), tanpa nyeri.
2.      Terdapat faktor resiko, yaitu:
·         Masa kanak pernah mendapat terapi sinar di bawah leher atau sekitarnya.
·         Anggota keluarga lainnya menderita kelainan kelenjer gondok (endemis).
·         Tetangga atau penduduk sekampungnya ada menderita kelainan kelenjer gondok endemis.
3.      Merasakan adanya gangguan mekanik di daerah leher, seperti gangguan menelan yang menunjukkan adanya desakan esophagus, atau perasaan sesak yang menunjukkan adanya desakan/infiltrasi ke trakea.
4.      Pembesaran kelenjer getah bening didaerah leher (mungkin metastatis).
5.      Penonjolan atau kelainan tulang tempurung kepala (metastatis di tengkorak)
6.      Persaan sesak dan batuk-batuk yang disertai dahak berdarah (*metastatis di paru-paru bagi jenis folikular)

2.4 Anamnesis
Anamnesis (keterangan riwayat penyakit) merupakan bagian penting dalam menegakkan diagnosis. Pasien dengan nodul tiroid nontoksik baik jinak maupun ganas, biasanya datang dengan keluhan kosmetik atau takut timbulnya keganasan. Sebagian besar keganasan tiroid tidak menimbulkan keluhan, kecuali jenis anaplastik yang sangat cepat membesar dalam beberapa minggu saja. Pasien biasanya mengeluh adanya gejala penekanan pada jalan napas (sesak) atau pada jalan makanan (sulit menelan). Pada nodul dengan adanya perdarahan atau disertai infeksi, bisa menimbul keluhan nyeri. Keluhan lain pada keganasan tiroid yang mungkin timbul adalah suara serak.

2.5 Pemeriksaan
a.   Pemeriksaan Fisik
Perlu dibedakan antara nodul tiroid jinak dan ganas. Yang jinak, dari riwayat keluarga: nodul jinak, strumadifus, multinoduler. Pertumbuhannya relatif besarnya tetap. Konsistensinya lunak, rata dan tidak terfiksir. Gejala penekanan dan penyebarannya tidak ada.
Sedangkan yang ganas, dari riwayat keluarga: karsinoma medulare, nodul soliter, Usia kurang dari 20 tahun atau di atas 60 tahun. Pria berisiko dua kali daripada wanita dan riwayat terekspos radiasi leher. Pertumbuhannya cepat membesar. Konsistensi, padat, keras, tidak rata dan terfiksir. Gejala penekanan, ada gangguan menelan dan suara serak. Penyebarannya terjadi pembesaran kelenjar limfe leher.
b.   Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diagnostik untuk mengevaluasi nodul tiroid dapat berupa pemeriksaan laboratorium untuk penentuan status fungsi dengan memeriksa kadar TSHs dan hormon tiroid, pemeriksaan Ultrasonografi, sidik tiroid, CT scan atau MRI, serta biopsi aspirasi jarum halus dan terapi supresi Tiroksin untuk diagnostik.
·         Pemeriksaan laboratorium
Dimaksudkan untuk memperoleh hasil pemeriksaan fungsi tiroid baik hipertiroid maupun hipotiroid tidak menyingkirkan kemungkinan keganasan. Pemeriksaan TSH yang meningkat berguna untuk tiroiditis. Pemeriksaan kadar antibodi antitiroid peroksidase dan antibodi antitiroglobulin penting untuk diagnosis tiroiditis kronik Hashimoto yang sering timbul nodul uni/bilateral. Sehingga masih mungkin terdapat keganasan.
Pemeriksaan calcitonin merupakan pertanda untuk kanker tiroid jenis medulare, sedangkan pemeriksaan kadar tiroglobulin cukup sensitif untuk keganasan tiroid tetapi tidak spesifik. Karena bisa ditemukan pada keadaan lain seperti tiroiditis dan adenoma tiroid.
·         Pemeriksaan Ultrasonografi
Pemeriksaan dengan menggunakan USG merupakan pemeriksaan noninvasif dan ideal. Khususnya dengan menggunakan ''high frequency real-time'' (generasi baru USG). Dengan alat ini akan diperoleh gambaran anatomik secara detail dari nodul tiroid, baik volume (isi), perdarahan intra-noduler, serta membedakan nodul solid/kistik/campuran solid-kistik. Gambaran yang mengarah keganasan seperti massa solid yang hiperkoik, irregularitas, sementara gambaran neovaskularisasi dapat dijumpai pada pemeriksaan dengan USG.
Dari satu penelitian USG nodul tiroid didapatkan 69% solid, 12% campuran dan 19% kista. Dari kista tersebut hanya 7% yang ganas, sedangkan dari nodul yang solid atau campuran berkisar 20%.
·         Pemeriksaan sidik tiroid
 Pemeriksaan tersebut dapat memberikan gambaran morfologi fugsional, berarti hasil pencitraan merupakan refleksi dari fungsi jaringan tiroid. Bahan radioaktif yang digunakan I-131 dan Tc-99m.
Pada sidik tiroid 80-85% nodul tiroid memberikan hasil dingin (cold), sedangkan 10-15% mempunyai risiko ganas. Nodul panas (hot) dijumpai sekitar 5% dengan risiko ganas paling rendah, sedang nodul hangat (warm) 10-15% dari seluruh nodul dengan risiko ganas kurang dari 10%.
·         Pemeriksaan CT scan dan MRI
Pemeriksaan CT scan (Computed Tomographic scanning) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) tidak direkomendasikan untuk evaluasi keganasan tiroid. Karena disamping tidak memberikan keterangan berarti untuk diagnosis, juga sangat mahal. CT scan atau MRI baru diperlukan bila ingin mengetahui adanya perluasan struma substernal atau terdapat kompresi/penekanan pada jalan nafas.
·         Pemeriksaan Biopsi Aspirasi Jarum Halus
 Pemeriksaan ini dianggap sebagai metode yang efektif untuk membedakan nodul jinak atau ganas pada nodul tiroid yang soliter maupun pada yang multinoduler. Dilaporkan pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus ini mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifisitas 92%. Angka negatif palsu sekitar 1-6% dan positif palsu sekitar 1%. Ini bisa karena kesalahan pengambilan sampel (nodul kurang 1 cm atau lebih 4 cm). Hasil biopsi aspirasi jarum halus dapat digolongkan dalam 4 kategori, yakni jinak, mencurigakan, ganas dan tidak adekuat.
·         Terapi supresi Tiroksin (untuk diagnostik)
 Rasionalisasi dari tindakan ini adalah bahwa TSH merupakan stimulator kuat untuk fungsi kelenjar tiroid dan pertumbuhannya. Tes ini akan meminimalisasi hasil negatif palsu pada biopsi aspirasi jarum halus. Dengan cara ini diharapkan dapat memilah nodul yang memberi respon dan tidak. Kelompok terakhir ini lebih besar kemungkinan ganasnya. Tetapi dengan adanya reseptor TSH di sel kanker tiroid, terapi tersebut akan memberikan pengecilan nodul pada 13-15% kasus.
 Diagnosa
Secara klinis ditegakkan diagnosis struma nodosa dengan persangkaan jinak atau ganas. Diagnosa yang diperoleh dapat berupa:
·         Kelainan yang bukan neoplasma
·         Neoplasma jinak
·         Neoplasma ganas
Bila diagnosisnya suatu proses keganasan tiroid, maka harus dinilai apakah masih operable ataukah sudah non operable.
         Diagnosis pasti dengan hispatologio. Sediaan dapat diperoleh dengan pemeriksaan potongan beku atau pemeriksaan dengan parafin coupe (gold standard).

Diagnosis Banding
1.      Struma difusa toksik merupakan pembesaran kelenjer tiroid yang umumnya difusa. Terdapat gejala hipertiroid yang jelas berupa berdebar-debar, gelisah, palpitasi, banyak keringat, kulit halus dan hangat, tremor, kadang-kadang dijumpai eksiofalmus, dll.
2.      Struma nodosa non toksik, dapat multidosa atau soliter dan unidosa. Disebabkan kekurangan masukan iodium dalam makanan (biasanya di daerah pegunungan) atau dishomogenesis (defek bawaan).
3.      Thyroditis sub akut, biasanya sehabis infeksi saluran pernafasan. Pembesaran yang terjadi simetris dan nyeri dengan gejala-gejala penurunan berat badan, nervositas, disfagia, dan otalgia.
4.      Thyroiditis Riedel, terutama pada wanita berusia lebih dari 20 tahun. Gejalanya terdapat nyeri, disfagia, paralis laring, dan pembesaran tiroid unilateral yang keras seperti batu atau papan yang melekat kejaringan sekitarnya.
5.      Struma Hashimoto, sering pada wanita merupakan penyakit autoimun. Biasanya ditandai dengan adanya benjolan struma difusa disertai keadaan hipotiroid, tanpa rasa nyeri. Pada kasus yang jarang dapat terdi hipertiroid.
6.      Adenoma para tiroid, biasanya tidak teraba dan terdapat perubahan kadar kalsium dan fosfor.
7.      Metastatis tumor.
8.      Teratoma, biasanya pada anak-anak dan berbatasan dengankelenjer tiroid.
9.      Limfoma malignum.

Penatalaksanaan
·         Operasi
Pada Kanker Tiroid yang masih berdeferensiasi baik, tindakan tiroidektomi (operasi pengambilan tiroid) total merupakan pilihan untuk mengangkat sebanyak mungkin jaringan tumor. Pertimbangan dari tindakan ini antara lain 60-85% pasien dengan kanker jenis papilare ditemukan di kedua lobus. 5-10% kekambuhan terjadi pada lobus kontralateral, sesudah operasi unilateral. Terapi ablasi iodium radioaktif menjadi lebih efektif.
·         Terapi Ablasi Iodium Radioaktif
 Terapi ini diberikan pada pasien yang sudah menjalani tiroidektomi total dengan maksud mematikan sisa sel kanker post operasi dan meningkatkan spesifisitas sidik tiroid untuk deteksi kekambuhan atau penyebaran kanker. Terapi ablasi tidak dianjurkan pada pasien dengan tumor soliter berdiameter kurang 1mm, kecuali ditemukan adanya penyebaran.
·         Terapi Supresi L-Tiroksin
 Supresi terhadap TSH pada kanker tiroid pascaoperasi dipertimbangkan. Karena adanya reseptor TSH di sel kanker tiroid bila tidak ditekan akan merangsang pertumbuhan sel-sel ganas yang tertinggal. Harus juga dipertimbangkan segi untung ruginya dengan terapi ini. Karena pada jangka panjang (7-15 tahun) bisa menyebabkan gangguan metabolisme tulang dan bisa meningkatkan risiko patah tulang.


DAFTAR PUSTAKA


1.      Merdikoputro, D., Sulit Dibedakan Kanker Tiroid Jinak dan Ganas, http//www.suara merdeka.com, 2005.

2.      Mansjoer, A., Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid I, Media Awsculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2000.

3.      The Martindale Extra Pharmacopeia, Ed.28, Pharmaceutical Press, London, 1996.

4.      Dollery, C., Therapeutic Drugs, Churcill Living Stone, New York, 1991. Hal.C.130-131

5.      AHFS, Drug Information, 15th Ed., American Society of Healthy-System Inc., Winconsin avenue, 2002, Hal.1987, 1993-1999.

6.      Vermuelen, L., G. DeMuri, D. Maki, G. Mejicano, E. Smith, C. Spiegel, and T. Rough, Antimicrobial Use Guidelines, Twelfth Ed., Farmedia, Jakarta, 2000, Hal.17, 94.

7.      Antibiotic Guidelines, 6th Ed., Victoria Medical Postgraduate Foundation Inc., Australia, 1991, Hal. 72.

8.      Daftar Plafon Harga Obat, PT. ASKES, 2006.

9.      Formularium Rumah Sakit M. Djamil, Padang, 2003.

10.  Stockley, I.H., Drug Interactions, Third Edition, Balckwell Science, London, 1994. Hal. 875, 898-899.

No comments:

Post a Comment