HEMATOPOEISIS
Hematopoeisis
didefinisikan sebagai proses pembentukan
dan pematangan sel-sel darah dan
derivatnya karena tingkat penggantian sel yang hebat dalam system tersebut
dengan lebih dari 6 juta sel diproduksi perkg berat badan setiap 24 jam.
Sinonim:
Haematopoiesis, hemopoiesis, haemopoiesis, hemogenesis, haemogenesis,
hematogenesis, haematogenesis, sanguifikasi.
Jumlah
sel darah diperoleh dengan memproduksi sel-sel darah yang baru dan mendestruksi
sel-sel lama atau tua.
Pembagian sel-sel darah
:
a. Red Blood Cells
(RBCs) atau eritrosit
b. White Blood Cells
(WBCs) atau leukosit
c. Platelet atau
trombosit
Sel
hematopoietik adalah salah satu sel utama yang dievaluasi untuk fungsi biologis
dan pola pematangan dan identifikasi molekul protein (sitokin) yang mengatur
system ini telah memberi informasi baru yang sangat banyak berkaitan dengan
kontrolnya. Proses pembentukan sel hematopoietic berlangsung terus menerus
secara rumit, melibatkan interaksi antara sel yang belum matang, lingkungan
mikro sekitar dan sitokin.
System
Hematopoietik
Terdiri
dari 3 komponen sel utama Leukosit, Platelet dan Eritrosit. Kelompok pertama meliputi grup sel fungsional termasuk netrofil,
eosinofil, basofil, monosit/makrofag, limfosit dan plasma sel.
Leukosit
a. Netrofil
Fungsi
utama netrofil (yang dikenal dengan leukosit polimorfonuklear) adalah untuk
mencegah serangan mikroorganisme pathogen dan untuk lokalisasi dan membunuh
mikroorganisme ini jika mereka menyerang tubuh. Efek ini akan memediasi
serangkaian peristiwa termasuk migrasi ke tempatnya (kemotaksis), pengenalan se
lasing, fagositosis, fusi lisosom, degranulasi dan oksidasi generasi lokal
(Respiratory burst) dan degradasi enzim. Netrofil terlibat dalam proses infeksi
oleh bantuan faktor kemotaksis. Ketika proses migrasi ke situsnya terjadi,
netrofil akan menyerang mikroorganisme lawan.
Opsonisasi
adalah suatu proses dimana antibodi dan komponen coat mikroorganisme dan
meningkatkan pengenalan netrofil. Fagositosis, granulositoplasma dengan fusi
netrofil dengan fagosom atau fagositosis mikroorganisme, degranulasi, dan
menyediakan enzim-enzim. Degradasi enzim ini membunuh mokroorganisme melalui
reduksi oksigen. Sekresi enzim ini dapat juga menyebabkan luka jaringan inang
setempat. Kerja sitokin seperti factor stimulasi koloni granulosit (G-CSF) dan
factor stimulasi koloni makrofag-makrofag (GM-CSF) dapat mengintensifkan
aktifitas netrofil.
b. Eosinofil
Walaupun
eosinofil sedikit efisien dibandingkan netrofil, namun ia elicit fungsi
efektor yang hamper sama. Aktifitas eosinofil diatur terutama melawan invasi se
lasing besar seperti Helminth dan parasit lain yang tidak dapat difagosit.
Selama reaksi alergi, aktivasi sel mast mensekresikan zat kimia yang menarik
dan menstimulan eosinofil yang kemudian menciptakan zat-zat yang menetralisir
atau mendegradasi produk reaksi sel mast. Sayangnya, konstituen eosinofil dapat
merusak jaringan normal dan menyebabkan pelepasan histamine kedua. Konsentrasi
eosinofil yang tinggi untuk waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan pada
jantung dan system syaraf pusat dengan kemungkinan pilmonari dan dermatologis.
c. Basofil dan Sel mast
Melalui
pelepasan massive dari komponen granulnya ketika proses stimulasi berlangsung.
Fungsi basofil dan sel mast adalah sebagai mediator proses inflamasi. Bahan
kimia yang dilepaskan termasuk heparin, histamine dan bahan-bahan lain.
Mediatornya dapat vasoaktif, bronkokonstriktif dan atau kemotaksis untuk
eosinofil.
d. Monosit / Makrofag
Berasal
dari unit pembentukan koloni monosit-granulosit. Monosit adalah sel peripheral
dalam perpindahan dari sumsum tulang ke jaringan. Saat berada dalam jaringan,
dibawah pengaruh faktor lokal, monosit menjadi makrofag. Makrofag dihasilkan
dalam hati (sel Kupffer), spleen, nodus limfa, sel mikroglial (CNS),
kulit (sel Langerhans) dan tulang.
Monosit
dan makrofag mempunyai fungsi beragam termasuk permulaan dari respon imun dalam
pengenalan oleh limfosit, pengaturan intensitas respon imun, fagositosis se
lasing, tumor sitotoksisitas, degradasi debris selular, dan sekresi
molekul peptida yang dinamakan monokin (subklas dari sitokin). Contoh monokin
antara lain interferon, tumor necrosis factor dan interleukin-1 (IL-1). Monokin
dan sitokin lainnya mengatur aktifitas sel-sel ini.
e. Limfosit
Fungsi
utama limfosit adalah mengontrol dan menjadi sel efektor dalam system imun.
Banyak dari sel-sel ini juga merupakan faktor sintetis penting untuk beragam
jenis sitokin. Limfosit dapat dibagi secara fungsional menjadi sel yang
menghasilkan sel mediasi imunitas (sel-T) dan juga bertanggung jawab dalam
proses imunitas humoral (sel-B).
Beberapa
perbedaan subtype sel-T dapat ditemukan dalam pembuluh darah perifer antara
lain sel T-supresor sitotoksik (CD4). Sel ini bertanggung jawab dalam mencegah
reaksi hipersensitifitas, menstimulasi diferensiasi (pematangan) sel-B dan
pembentukan antibody yang selanjutnya mengatur reaksi inflamasi. Limfosit B
akan menjadi sel plasma yang memproduksi immunoglobulin spesifik untuk antigen
pada permukaan sel.
Sel
null adalah bagian limfosit yang tidak mengandung sel B atau sel T asli. Sel
ini mengacu pada limfosit granular besar yang diperkirakan berfungsi dalam
sitotoksik langsung untuk kesatuan asing dan bekerja sendiri (natural killer
cells) atau dalam prosesnya dengan immunoglobulin (antibodi-sel sitotoksik terikat).
Platelet
Terdapat beberapa
mekanisme yang diperoleh platelet (trombosit) berinteraksi untuk memfasilitasi
koagulasi darah termasuk likalisasi thrombus dan pencegahan sel reseptor
spesifik untuk faktor penggumpalan sebagaimana
permukaan fosfolipid diperlukan untuk konversi protrombin menjadi thrombin dan
proteksi thrombin dari antitrombin. Proses dimulai dengan kerusakan vaskular
pembuluh darah balik. Kejadian ini akan menghasilkan protein plasma lain
(contohnya faktor von Willebrand).
Platelet
kemudian akan mengagregat melalui proses keterikatan kalsium. Agregasi ini akan
melepaskan berbagai mediator platelet seperti tromboksan, serotonin dan faktor
platelet V, menyebabkan pembentukan agregasi platelet irreversible.
Erirosit
Fungsi
utamanya adalah membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan periferal dengan
bantuan hemoglobin. Tingkat metabolism umum pasien dan faktor lokal dapat
mengontol pelepasan oksigen. Beberapa obat dapat selektif terakumulasi dalam
eritrosit menyebabkan perbedaan zat ketika membandingkan konsentasi obat dalam
plasma darah. Enzim yang ditemukan dalam eritrosit (contohnya aldehid
dehidrogenase) dapat berpengaruh kuat dalam metabolism sistemik obat-obatan.
No comments:
Post a Comment