Monday, June 22, 2015

ABORTUS IMINEM



1.1. Defenisi Penyakit
Suatu komplikasi kehamilan dapatdiketahui dengan timbulnya tekanandarah ≥ 160/110 (hipertensi) disertai protein urine dan atau edema, pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Pre-eklampsia adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi. Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita preeklampsia yang disusul dengan koma. Kejang disini bukan akibat kelainan neurologis. Preeklampsia-Eklampsia hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada nullipara. Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrem yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara, penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan berikut:
1) Kehamilan multifetal dan hidrops fetalis.
2) Penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus.
3) Penyakit ginjal.
            Plasenta previa adalah suatu kehamilan di mana plasenta berimplantasi abnormal pada segmen bawah rahim menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Insiden plasenta previa ialah 0,4% – 0,6% dari seluruh persalinan.

1.2. Etiologi
Sampai dengan saat ini etiologi pasti dari preeklampsia/ eklampsi masih belum diketahui. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etio-logi dari kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain:
1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada PE-E didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasos-pasme dan kerusakan endotel.
Pengeluaran hormone ini memunculkan efek “perlawanan” pada tubuh. Pembuluh-pembuluh darah menjadi menciut, terutama pembuluh darah kecil, akibatnya tekanan darah meningkat. Organ-organ pun akan kekurangan zat asam. Pada keadaan yang lebih parah, bisa terjadi penimbunan zat pembeku darah yang ikut menyumbat pembuluh darah pada jaringan-jaringan vital.

2) Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen placenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang men-dukung adanya sistem imun pada penderita PE-E:
a.    Beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum.
b.   Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada PE-E diikuti dengan proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pen-dapat menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan PE-E.

3) Peran Faktor Genetik/Familial
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E antara lain:
a.    Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b.    Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak-anak dari ibu yang menderita PE-E.
c.    Kecendrungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka.
d.    Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)

Etiologiterjadinyapertumbuhanplasenta pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat diterangkan, adanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi pada dosidua akibat persalinan yang lampau dan dapat menyebabkan plasenta previa tidak selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas fungsi. Tetapi dapat dimengerti apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar, plasenta yang letaknya normal sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir.

1.3. Faktor Resiko
Preeklamsia hanya terjadi pada saat hamil, sehingga faktor risikonya, antara lain:
A.    Sejarah preklamsia.
Ibu hamil dengan sejarah keluarga menderita preeklamsia akan meningkatkan risiko ikut terkena preeklamsia.
B.     Kehamilan pertama.
Di kehamilan pertama, risiko mengalami preeklamsia jauh lebih tinggi.
C.  Usia.
      Ibu hamil berusia di atas 35 tahun akan lebih besar risikonya menderita preklamsia.
D.  Obesitas.
   Preeklamsia lebih banyak menyerang ibu hamil yang mengalami obesitas.
E.   Kehamilan kembar.
            Mengandung bayi kembar juga meningkatkan risiko preeklamsia.
      F.   Kehamilan dengan diabetes.
            Wanita dengan diabetes saat hamil memiliki risiko preeklamsia seiring perkembangan    kehamilan.
   `G.    Sejarah hipertensi.
            Kondisi sebelum hamil seperti hipertensi kronis, diabetes, penyakit ginjal atau lupus, akan   meningkatkan risiko terkena preeklamsia.

1.4 Kriteria Diagnostik
Preeklamsi ringan : apabila tekanan diastol antara 90 - < 110 mmHg disertai proteinuri (≥ 300 mg/24 jam atau 1+ uji dipstick)
Preeklamsi berat : didapatkan satu atau lebih gejala di bawah  ini :
1.      Tekanan darah diastol ≥ 110 mmHg.
2.      Proteinuria ≥ 2 gram/ 24 jam atau ≥ 2 + dalam pemeriksaan kualitatif (dipstick)
3.      Kreatinin serum  > 1,2  mg % yang disertai oliguria  ( < 400 ml/24 jam)
4.      Trombosit  < 100.000 /mm3
5.      Angolisis mikroangiopati (peningkatan kadar LDH )
6.       Peninggian kadar enzim hati (SGOT dan SGPT)
7.      Sakit kepala yang menetap atau gangguan virsus dan serebral.
8.      Nyeri epigastrum yang menetap.
9.      Pertumbuhan janin terhambat.
10.  Edema paru disertai sianosis
11.  Adanya The HELLP syndrome (H: hemolisis, EL : Elevated Liver enzim, LP : Low Pletelet count )
Pemeriksaan laboratorium : Hb, hematokrit, urin lengkap,  asam urat darah, trombosit, fungsi hati dan fungsi ginjal. Pemeriksaan USG.

1.5  Penatalaksanaan
Preeklamsi Ringan
1.      Rawat inap, istirahat, bila pasien menolak di rawat inap, lakukan pemantauan tekanan darah dan protein urin setiap hari.
2.      Pantau tekanan darah 2 x sehari dan protein urin setiap hari.
3.      Dapat dipertimbangkan pemberian suplemen obat-obat antioksidan atau agregasi trombosit.
4.      Roboronsia.
5.       Diberikan kortikosteroid pada kehamilan 24 – 34 minggu untuk pematangan paru janin 5 mg im tiap 12 jam
6.      Berikan methyldopa 3 x 250 mg bila tekanan diastol 100 – 110 mmHg
7.      Bila usia kehamilan ≥ 37 minggu, terminasi kehamilan

Pre eklamsi berat 
Pengobatan medisional
1.      Infuse ringer laktat
2.      Pemberian MgSO4
Cara pemberian MgSo4
a.       Pemberian melalui intravena secara continue ( dengan menggunakan infusan pump). Dosis awal : 4 gram ( 20 cc MgSO4 20 %) dilarutkan dalam 100 cc ringer laktat diberikan selama 15 -20 menit. Dosis pemeliharaan : 10 gram ( 50 cc MgSO4 20 %) dalam 500 cc ciaran RL, diberikan dengan kecepatan 1 -2 gram /jam ( 20- 30 tetes per menit )
b.      Pemberian melalui intramaskuler secara berkala : dosis awal : 4 gram MgSO4 (20 cc MgSO4 20 %) diberikan secara i.v dengan kecepatan 1gr/menit. Dosis pemeliharaan : selanjutnya diberikan MgSO4 4 gram (10 cc MgSO4 40 %) i.m setiap 4 jam. Tambahkan 1 cc lidocain 2 % pada setiap pemberian i.m untuk mengurangi perasaan nyeri dan panas.

Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
1.      Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu Ca glukonas 10 % ( 1 gr dalam 1 0 cc ) diberikan i.v dalam waktu 3 – 5 menit.
2.      Refleks patella ( +) kuat
3.      Frekuensi pernafasan ≥ 16 x/menit
4.      Produksi urin ≥ 30 cc/ jam sebelumnya ( 0,5 cc/kgBB/jam)
MgSO4  dihentikan apabila :
1.      Ada tanda-tanda intoksikasi
2.      Setelah 24 jam pasca salin
3.      Dalam 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan tekanan darah (normotensif)
Antihipertensi diberikan bila :
1.      Tekanan darah ≥ 180 mmHg, sistolik ≥ 110 mmHg
2.      Obat-obat antihipertensi yang diberikan :
·         Obat plihan adalah hidralazin yang diberikan 5 mg i.v pelan-pelan  selama 5 menit. Dosis dapat diulang dalam waktu 15 – 20 menit sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan.
·         Apabila hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan :
ü  Nifedipin : 10 mg, dan dapat diulangi setiap 30 menit ( maksimal 120 ml/24 jam) sampai terjadi penurunan tekanan darah.
ü  Labetolol 10 mg i.v apabila terjadi penurunan tekanan darah, maka dapat diulang pemberian 20 mg setelah 10 menit,  40 mg pada 10 menit berikutnya, diulangi 40 mg setelah 10 menit kemudian, dan sampai 80 mg pada 10 menit berikutnya.
ü  Bila tidak tersedia maka dapat diberikan : klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc larutan NaCl atau api.
·         Bila terdapat tanda-tanda payah jantung berikan Codilanid –D
·         Antipiretik diberikan bila suhu rectal 38,50 C
·         Antibiotic diberikan bila ada indikasi.


BAB II
TINJAUAN FARMAKOTERAPI

2.1. Patofisiologi Penyakit
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ , termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses pre eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Pre eklampsia yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
Perubahan patofisiologi terjadi dalam sel endotel pada glomerulus tapihanya satu sentuh luka ini pada ginjal merupakan / mempunyai karakteristik yang unik untuk pre eklampsi terutama pada wanita nulipara (85 %), faktor ginetik utama adalah tidak adanya peningkatan darah tapi bekunya perfusi sekunder disebut sebagai vasospasme, vasospasme arteri mengurangi diameter pembuluh darah yang mengganggu aliran darah keseluruhan organ dan peningkatan tekanan darah fungsi tiap-tiap organ seperti plasenta, ginjal,hati dan otak tertekan sekitar 40% - 60%.
Rusaknya perfusi plasenta diawali dengan cepatnya umur degeneratif dari plasenta dan kemungkinan IUGR (Intra Uterine Growth Retardation) pada janin. Hal tersebut penting mengingat rusaknya sintesis prostaglandin mungkin salah satu faktor dalam PIH (Pregnancy Induced Hypertension ). Aktivitas uterus dan sensitivitas oksitoksin harus dimasukkan dalam laporan ketika memberikan obat. Hal ini digunakan untuk induksi / tambahan tenaga.
Berkurangnya perfusi ginjal menurunkan kecepatan filtrasi glomerulus dan mengakibatkan perubahan degeneratif pada glomerulus, protein, albumin primer keluar bersama urine. Asam urat murni berkurang sodium dan air tertahan. Menurunnya tekanan osmotik cairan plasma disebabkan oleh menurunnya tingkat serum albumin. Volume intravaskuler berkurang sebab cairan berpindah keluar dari bagian intravaskuler yang mengakibatkan terjadinya hemokonsentrasi, meningkatnya kekebalan darah dan edema jaringan. Nilai hematokrit meningkat yang disebabkan oleh hilangnya cairan dari bagian intravaskuler.
Penurunan perfusi hati menyebabkan rusaknya fungsi hati. Edema hati dan peredaran pembuluh darah dapat dialami oleh wanita hamil yang menyebabkan terjadinya nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas salah satu sebagian dari tanda eklampsia yang berat. Vasospasme arteri dan penurunan aliran darah keretina menyebabkan gejala-gejala pada penglihatan seperti skotoma (buta) dan kabur. Kondisi pada patologi yang sama menyebabkan edema serebral dan perdarahan yang tidak teratur.Ketidakteraturan menyebabkan sakit kepala, hiperrefleksi, adanya klonus pada mata kaki dan kadang-kadang perubahan tersebut dapat berefek (perubahan-perubahan emosi, perasaan dan perubahan kesadaran adalah gejala yang ganjil dari edema serebral).
Edema paru disebabkan oleh preeklampsi adalah kategorikan dengan edema general yang menyeluruh. Pemberian curah infus lewat intravena yang atrogenik menyebabkan terjadinya kelebihan cairan. Lemah nadi cepat, peningkatan laju respirasi, penurunan tekanan darah dan rales pada paru menunjukkan kerusakan pembuluh darah dan rales pada paru menunjukkan kerusakan pada sirkulasi darah. Cepatnya digitalisasi dan pemberian deuresisdengan furosemide mungkin dianjurkan. Edema paru dan gagal jantung kongestive pada hakekatnya hanya diterima sebagai indikasi untuk pemberian terapi diuretik meningkatkan reduksi aliran darah intervillous yang akan menyebabkan kesakitan pada janin dan kematian pada janin yang diakibatkan oleh hipertensi. Resiko paling besar diedema paru terjadi 15 jam setelah janin lahir.

2.1. MANIFESTASI KLINIS
1.      Pre eklampsi ringan
a. Bila tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg diatas tekanan biasa, tekanan diastolik 90 mmHg kenaikan 15 mmHg diatas tekanan biasa, tekanan yang meninggi ini sekurangnya diukur dua kali dengan jarak 6 jam.
b. Protein urin sebesar 300 mm/dl dalam 24 jam atau > 1 gr/1 secararantom dengan memakai contoh urin siang hari yang dikumpulkan pada 2 waktu dengan jarak 6 jam karena kehilangan protein adalah bervariasi.
c. Edema dependent, bengkak di mata, wajah, jari, bunyi pulmoner tidak terdengar. Edema timbul dengan diketahui penambahan berat badan yang sebanyak ini disebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian baru edema nampak, edema ini tidak hilang dengan istirahat.

2.   Pre eklampsi berat
a.       Tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg atau diastolik lebih dari110 mmHg padadua kali pemeriksaan yang setidaknya berjarak 6 jam dengan ibu posisi tirah baring.
b.      Proteinuria lebih dari 5 gr dalam urine 24 jam atau kurang lebih 3 padapemeriksaan dipstik setidaknya pada 2 kali pemeriksaan acak menggunakan contoh urine yang diperoleh cara bersih dan berjarak setidaknya 4 jam.
c. Oliguria ≤ 400 ml dalam 24 jam.
d. Gangguan otak atau gangguan penglihatan.
e. Nyeri ulu hati.
f. Edema paru/ sianosis.

3. Eklampsia
a. Kehamilan lebih dari 20 minggu atau persalinan atau nifas.
b. Tanda- tanda pre eklampsia (hipertensi, edema, protein uria)
c. Kejang dan koma
d. Terkadang disertai gangguan fungsi organ.

No comments:

Post a Comment