Wednesday, September 9, 2015

DESAIN UJI BIOAVAIBILITAS



DESAIN UJI BIOAVAIBILITAS

Istilah ketersediaan hayati zat aktif suatu obat timbul sejak adanya ketidaksetaraan teraupetik diantara sediaan bermerek dagang yang mengandung zat aktif yang sama dan dibuat dalam bentuk sediaan farmasetik yang serupa, serta diberikan dalam dosis yang sama.Berbagai kejadian, seperti zat aktif menjadi tidak aktif atau menjadi toksik dapat merupakan sebab ketidaksetaraan tersebut.Studi biofarmasetika memberi fakta yang kuat bahwa metode fabrikasi dan formulasi dengan nyata mempengaruhi ketersediaan hayati suatu obat.
Uji ketersediaan hayati adalah studi yang menilai seberapa banyak dan seberapa cepat cepat bahan aktif suatu obat diserap tubuh dalam bentuknya yang secara fisiologis aktif. Dengan demikian, ketersediaan hayati suatu obat menunjukkan jumlah/fraksi (extent) dari dosis yang diberikan dan kecepatan (rate) yang masuk ke dalam sirkulasi sistemik (Gibaldi, 1977). Jumlah obat yang masuk ke sirkulasi sitemik dan kecepatannya akan menentukan saat mulainya obat menunjukkan efek (onset), derajat (intensitas), dan lama (durasi) efek farmakologis obat.
Ketersediaan hayati dilakukan baik terhadap bahan aktif yang telah disetujui maupun obat dengan efek teraupetik yang belum disetujui oleh FDA (Food Drug Association) untuk dipasarkan. Berbagai studi menunjukkan bahwa metode fabrikasi dan formulasi seringkali mempengaruhi ketersediaan hayati suatu obat. Sudah diketahui pula bahwa dalam banyak keadaan sering dijumpai adanya ketersediaan hayati yang tidak sempurna (incomplete), dan juga adanya keanekaragaman yang besar (variability) antar produk obat. Dengan demikian, nilai ketersediaan hayati mempunyai arti penting dalam menilai mutu (performance) suatu produk obat secara in vivo. Oleh karena itu, penelitian untuk mengevaluasi ketersediaan hayati merupakan tahap penting dalam upaya peningkatan kualitas suatu obat.
Data ketersediaan hayati digunakan untuk menentukan :
1.      Jumlah atau banyaknya obat yang diabsorbsi dari suatu formulasi atau bentuk sediaan.
2.      Laju atau kecepatan obat tersebut diabsorbsi.
3.      Lama obat berada dalam cairan biologi atau jaringan dan dikorelasikan dengan respon pasien.
4.      Hubungan antara kadar obat dalam darah dan efikasi klinis serta toksisitas.
Uji ketersediaan hayati harus dilakukan pada obat-obat yang memberikan gambaran sebagai berikut :
v   life saving drugs dari obat-obat untuk kondisi serius
v   obat-obat dengan indeks terapi yang sempit
v   obat-obat dengan non-linear pharmokinetics pada dosis terapi
v   obat-obat yang mengalami extensive first pass effect yang menyebabkan variasi kadar darah yang tinggi antar individu.
Jika ditinjau dari pasien, maka uji ketersediaan ayati juga haris dilakukan pada anak-anak, orang tua, serta pasien yang mengalami kerusakan pada saluran cerna, liver, atau renal.
Tiga parameter yang biasa diukur yang menggambarkan profil konsentrasi obat dalam darah dan waktu dari obat yang diberikan :
1.             Konsentrasi puncak (Cmaks)
Menggambarkan konsentrasi obat tertinggi dalam sirkulasi sistemik.              Konsentrasi ini tergantung pada konstanta absorpsi, dosis, volume distribusi dan waktu pencapaian konsentrasi obat maksimum dalam darah.
2.      Waktu untuk konsentrasi puncak (tmaks)
Menggambarkan lamanya waktu tersedia untuk mencapai konsentrasi puncak dari obat dalam sirkulasi sistemik, dan parameter ini tergantung pada konstanta absorpsi.
3.       Luas daerah dibawah kurva (AUC)
Merupakan total area di bawah kurva konsentrasi vs waktu yamng menggambarkan jumlah obat yang berada dalam sirkulasi sistemik. Parameter ini menggambarkan jumlah ketersediaan hayati.
  • Metoda uji ketersediaan hayati sediaan pelepasan lambat
Dosis tunggal
a)     Dosis tunggal sediaan pelepasan lambat dibandingkan dengan dosis tunggal   sediaan pelepasan cepat yang konvensional.

Gambar 1.  Simulasi kurva kadar obat  dalam plasma vs waktu dari obat dengan t1/2 1,7 jam berdasarkan model farmakokinetika satu kompartemen


b)     Dosis tunggal sediaan pelepasan lambat dibandingkan dengan dosis berganda sediaan pelepasan cepat yang konvensional. Profil kadar obat dalam darah sediaan pelepasan lambat dengan t½ 1 jam, yang dibandingkan dengan 3 dosis berturutan dari obat yang sama dengan sediaan pelepasan cepat dapat dilihat pada Gambar 2


Terjadi penurunan kadar puncak sampai 30% pada sediaan pelepasan lambat, tetapi luas area di bawah kurvanya relatif sama bila dibandingkan dengan sediaan pelepasan cepat. Profil kadar obat dalam darah sediaan pelepasan lambat harus berada dalam batas-batas kadar terapi obat tersebut. Hal ini harus dikaitkan dengan efektivitas dan keamanan secara klinik.
Dosis berganda
Seringkali tidak mungkin untuk mengevaluasi dengan baik ketersediaan hayati sediaan pelepasan lambat berdasarkan dosis tunggal, sehingga penelitian ketersediaan hayati dosis berganda sediaan pelepasan lambat perlu dibandingkan dengan dosis berganda sediaan pelepasan cepat yang konvensional.

Kriteria uji ketersediaan hayati

1.  Uji ketersediaan hayati hendaknya dilakukan dengan disain menyilang (complete cross-over design) dengan menggunakan standar pembanding.
2.  Jumlah sukarelawan 20 orang.
3.  Sukarelawan diperiksa kesehatannya, meliputi pemeriksaan fisik dan       laboratoris. Hanya sukarelawan sehat yang boleh diikutsertakan dalam penelitian.
4.  Sukarelawan berumur 18 - 50 tahun dengan berat badan 10% dari berat  badan idealnya.
5.  Sukarelawan tidak diperkenankan meminum obat apapun selama 1 minggu sebelum penelitian berlangsung.
6. Sukarelawan harus berpuasa 8 jam sebelum uji dilaksanakan. Obat diminum dengan 240 ml air. Minuman dan makanan lain tidak boleh diberikan selama 4 jam sesudah pemberian obat. Komposisi makanan harus diseragamkan.
7. Sampel darah harus dikumpulkan selama 12 jam atau lebih setelah pemberian obat.
8. Sampel serum atau plasma hendaknya dianalisis dengan metoda spesifik dengan sensitivitas0,01 mcg/ml.
9.  Wash-out selama interval 1 minggu
10.  Data yang dianalisis mencakup kadar obat pada setiap periode sampling Cmaks, tmaks, dan AUC.
11.  Data kadar obat dalam darah pada setiap sampling hendaknya dianalisis dengan analisis varian untuk menguji perbedaan antara obat yang diperbandingkan.
12.  Bila sediaan pelepasan lambat tersebut dinyatakan ekivalen terhadap regimen dosis berganda suatu produk dengan pelepasan cepat yang normal, maka data harus diberikan untuk membuktikan pernyataan tersebut.

No comments:

Post a Comment