PARADIGMA BARU
PROFESI FAMASIS
International Pharmaceutical Federation mengidentifikasi Sebagai berikut
;
** Profesi adalah kemauan individu farmasis untuk melakukan praktek
kefarmasian sesuai syarat legal minimum yang berlaku serta memenuhi standar
profesi dan etik kefarmasian.
Setiap profesi harus disertifikasi secara formal oleh suatu lembaga
keprofesian untuk tujuan diakuinya keahlian pekerjaan keprofesiannya.
Kegiatan keprofesian merupakan implikasi dari kompetensi , otoritas,
teknikal dan moral profesi sehingga seorang profesional memiliki posisi
hirarkial dalam masyarakat.
PROFESI MEMILIKI CIRI CIRI SEBAGAI BERIKUT
1. Memiliki tubuh pengetahuan yang berbatas jelas
2. Pendidikan khusus berbasis “ keahlian “ pada jenjang pendidikan tinggi.
3. Memberi pelayanan kepada masyarakat , praktek dalam bidang keprofesian
4. Memiliki perhimpunan dalam bidang keprofesian yang bersifat otonom
5. Memberlakukan kode etik keprofesian
6. Memiliki motivasi altruistik dalam memberikan pelayanan
7. Proses pembelajaran seumur hidup
8. Mendapat jasa profesi
1. Memiliki tubuh pengetahuan yang berbatas jelas
2. Pendidikan khusus berbasis “ keahlian “ pada jenjang pendidikan tinggi.
3. Memberi pelayanan kepada masyarakat , praktek dalam bidang keprofesian
4. Memiliki perhimpunan dalam bidang keprofesian yang bersifat otonom
5. Memberlakukan kode etik keprofesian
6. Memiliki motivasi altruistik dalam memberikan pelayanan
7. Proses pembelajaran seumur hidup
8. Mendapat jasa profesi
Pekerjaan profesi ditandai oleh adanya otoritas melakukan pekerjaan yang
melekat pada diri pribadi pelaku profesi masing masing. Pada profesi dalam melakukan
pekerjaannya enyangkut suatu pekerjaan tertentu yang diperoleh dari
prosespendidikan di perguruan tinggi. Untuk farmasis pekerjaan tersebut
didefinisikan sebagai pekerjaan kefarmasian yang diperolehnya dari negara
sebagai otoritas keahlian sehingga sebelum melaksanakan pekerjaan kefarmasian ,
farmasis perlu disumpah terlebih dahulu.
Pada
profesi melekat keahlian khusus yang menghasilkan produk dan produk profesinya
tersebut dapat dilayankan kepada client, sehingga client
mendapatkan kepuasan dan kenikmatan atas produk profesi tersebut. Sebaliknya client
akan membayar atas produk pelayanan tersebut, yang menjadi penghasilan bagi
pelaku profesi. Pekerjaan profesi dilakukan berdasarkan atas standar profesi
yang diatur oleh organisasi profesinya, serta tata cara lain yang menjamin
keseragaman dalam pelaksanaan pekerjaannya.
Sebagai pekerjaan profesi terdapat
hubungan khusus diantara sesama pelaku profesi yang diatur melalui praktek
organisasi profesi serta berlakunya etike profesi.
Etika profesi yaitu
suatu aturan yang mengatur suatu pekerjaan itu boleh atau tidak dilakukan oleh
pelaku profesi sewaktu menjalankan praktek profesinya.
Pilosofi profesi farmasi adalah “
Pharmaceutical Care “ yang perlu
diterjemahkan kedalam visi, misi dan seterusnya.Misi dari praktek farmasi
adalah menyediakan obat dan alat alat kesehatan lain dan memberikan pelayanan
yang membantu orang atau masyarakat untuk menggunakan obat maupun alat
kesehatan dengan cara yang benar.
Pelayanan kefarmasian yang komprehensif
meliputi dua kegiatan yaitu memberikan rasa aman karena kesehatannya menjadi
lebih baik dan menghindarkan masyarakat dari sakit dan penyakit. Dalam proses
pengobatan penyakit berarti menjamin mutu obat dan proses penggunaan obat untuk
dapat mencapai pengobatan maksimum dan terhindar dari efek samping.
Memperoleh dan menggunakan obat yang
tidak tepat dapat mengakibatkan timbulnya kasus kesalahan obat. Kasus kesalahan
obat tidak hanya terjadi di negara berkembang tetapi terjadi juga dinegara
maju. Kondisi ini dipertajam dengan kemajuan
teknologi yang pesat dan pola kehidupan masyarakat yang menuju kemandirian
sehingga memicu tumbuhnya budaya baru berupa pengobatan mandiri.
Tersedianya obat efektif yang meruah di
pasaran menyulit- kan
masyarakat dalam mengambil keputusan untuk memilih obat yang terbaik pada saat
memerlukan. Untuk itu masyarakat membutuhkan pendamping seorang ahli, yaitu
farmasis.
Suatu kewajiban moral bagi farmasis
untuk memberdayakan masyarakat dalam penggunaan obat secara mandiri dengan aman
dan efektif. Pemberdayaan masyarakat dalam penggunaan obat menjadi lebih
bermakna dalam mensukseskan terapi dengan meningkatnya kesadaran masyarakatakan
hak asasinya, karena obat merupakan salah satu modalitas penyembuhan terapi
yang dapat digunakan pasien sendiri.
Advokasi terhadap masyarakat tidak terbatas pada pengobatan mandiri
melainkan juga pada saat menderita sakit dan harus ditolong ditempat pelayanan
kesehatan
Dengan keterlibatan farmasis secara langsung maupun tidak langsung dalam
pelayanan klinik diharapkan dapat meningkat-kan kualitas hidup masyarakat
melalui peningkatan kemandirian masyarakat dalam penggunaan obat, penulisan
resep oleh dokter dan pengetahuan perawat mengenai obat.
Asuhan kefarmasian merupakan proses perbaikan
yang berkesinabungan dalam proses kolaborasi antara farmasis dan tenaga
kesehatan lain dengan pasien untuk mencapai tujuan terapi optimal bagi pasien.
Menghormati hak hak asasi pasien, menjaga kerahasian , melaksanakan kode etik
dan menghargai kemampuan tenaga kesehatan yang terlibat merupakan syarat mutlak
dalam melaksanakan proses kolaborasi tersebut.
Posisi farmasis menjadi
sangat strategis dalam mewujud-kan pengobatan rasional bagi masyarakat karena
keterlibatan-nya secara langsung dalam aspek aksesibilitas, ketersediaan,
keterjangkauan sampai pada penggunaan obat dan perbekalan kesehatan lain,
sehingga dimungkinkan terciptanya kese-imbangan antara aspek klinis dan ekonomi
berdasarkan kepentingan pasien.
Peran profesi farmasi telah mengalami perubahan yang cukup signifikan
dalam dua puluh tahun terakhir ini dengan berkembangnya ruang lingkup pelayanan
kefarmasian. Disaat ini dan masa mendatang farmasis menghadapi tantangan untuk
dapat memecahkan berbagai permasalahan dalam sistem pelayanan kesehatan modern
dan mengembangkannya sesuai
perkembangan sistem itu sendiri.
Peran farmasis yang digariskan WHO yang dikenal dengan istilah “ SEVEN
STAR PHARMACIST “ meliputi ;
1.
CARE GIVER
Farmasis sebagai pemberi
pelayanan dalam bentuk pelayanan klinis , analitis, teknis, sesuai peraturan
perundang undangan. Dalam memberikan pelayanan, farmasis harus berinteraksi dgn
pasien secara individu maupun kelompok. Farmasis harus menintegrasikan
pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinabungan dan
pelayanan farmasi yang dihasilkan harus bermutu tinggi.
2.
DECISION MAKER
Farmasis mendasarkan
pekerjaannya pada kecukupan , kemanjuran dan biaya yang efektif dan efisien
terhadap seluruh penggunaan sumber daya, misalnya sumber daya manusia, obat,
bahan kimia, peralatan, prosedur, pelayanan dan lain lain. Untuk mencapai
tujuan tersebut kemampuan dan ketrampilan farmasis perlu diukur untuk kemudian
hasilnya dijadikan dasar dalam penentuan pendidikan dan pelatihan yang
diperlukan.
3.
COMMUNICATOR
Farmasis mempunyai kedudukan
penting dalam berhubungan dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya, oleh
karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik. Komunikasi
tersebut meliputi komunikasi verbal dan nonverbal, mendengar dan kemampuan
menulis, dengan menggunakan bahasa sesuai dengan kebutuhan.
4.
LEADER
Farmasis diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin . Kepemimpinan yang diharapkan
meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan
mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.
5.
MANAGER
Farmasis harus efektif dalam
mengelola sumber daya { manusia, fisik, anggaran } dan informasi, juga harus
dapat dipimpin dan memimpin orang lain dalam tim kesehatan. Lebih jauh lagi
farmasis mendatang, harus tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi dan
bersedia berbagi informasi mengenai obat dan hal hal lain yang berhubungan dgn
obat.
6.
LIFE LONG LEARNER
Farmasis harus senang belajar sejak dari kuliah dan semangat belajar
harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja untuk menjamin bahwa keahlian dan ketrampilannya selalu baru
{ up date } dalam melakukan praktek
profesi. Farmasis juga harus mempelajari cara belajar yang efektif.
7.
TEACHER
Farmasis mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan melatih farmasis
generasi mendatang. Partipasinya tidak hanya dalam berbagi ilmu pengetahuan
baru satu sama lain,
tetapi juga kesempatan memperoleh
pengalaman dan peningkatan ketrampilan. Konsep Seven Star menjadi
gambaran profil masa depan farmasis, sedangkan filosofi farmasis yaitu Pharmaceutical
Care, secara identik dengan Good
Pharmacy Practice, sehingga dapat dikatakan bahwa Good Pharmacy Practice
adalah jalan untuk mengimplentasikan Pharmaceutical Care.
Empat pilar yang disyaratkan WHO untuk pelaksanaan “ Good
Pharmacy Practice “
- Farmasis harus peduli terhadap kesejahteraan pasien dalam segala situasi dan kondisi.
- Kegiatan inti farmasis adalah menyediakan obat, produk pelayanan kesehatan lain, menjamin mutu, informsi dan saran yang memadai kepada pasien dan memonitor penggunaan obat yang digunakan pasien.
- Bagian integral farmasis adalah memberikan kontribusi dalam peningkatan peresepan yang rasional dan ekonomis, serta penggunaan obat yang tepat.
- Tujuan tiap pelayanan farmasi yang dilakukan harus sesuai untuk setiap individu, idefinisikan dengan jelas dan dikomukasikan secara efektif kepada semua pihak yang terkait.
Empat elemen penting yang digariskan oleh WHO
dalam “ Good Pharmacy Practice “ adalah :
- Kegiatan yang berhubungan dengan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit.
- Penyediaan dan penggunaan obat resep dokter dan produk pelayanan kesehatan lain.
- Pengobatan mandiri.
- Mempengaruhi peresepan dan penggunaan obat.
Empat elemen tambahan yang disarankan meliputi :
- Farmasis bekerja sama dengan tenaga kesehatan masyarakat berupaya mencegah penyalahgunaan obat dan penggunaan obat yang salah terjadi di masyarakat.
- Menilai produk obat dan produk pelayanan kesehatan lain secara profesional.
- Menyelebarluaskan informasi obat dan berbagai aspek pelayanan kesehatan yang telah dievaluasi.
- Terlibat dalam semua tahap pelaksanaan uji klinis.
No comments:
Post a Comment