Monday, June 1, 2015

DIABETES Mellitus



Diabetes Mellitus
Batasan
Diabetes mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin, atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis microvaskular, makrovaskular dan neuropati (Dipiro, et al., 2011).
Kriteria diagnosis diabetes mellitus adalah kadar glukosa puasa ≥126 mg/dL atau pada 2 jam setelah makan ≥ 200 mg/dL. Jika kadar glukosa darah 2 jam setelah makan >140 mg/dL tetapi lebih kecil dari 200 mg/dL dinyatakan glukosa toleransi lemah. Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan Etiologinya (ADA, 2003)



Patofisiologi (Dipiro, et al., 2011)
DM tipe 1 terjadi pada 10% dari semua kasus diabetes. Secara umum DM tipe ini berkembang pada anak-anak atau pada awal msa dewasa yang disebabkan oleh kerusakan sel β pangkreas akibat autoimun, sehingga terjadi defisiensi insulin absolute. DM tipe 2 terjadi pada 90% dari semua kasus DM dan biasanya ditandai dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relative. DM tipe 2 lebih disebabkan karena gaya hidup penderita diabetes (kelebihan kalori, kurang olah raga, dan obesitas) dibandingkan pengaruh genetic. Diabetes yang disebabkan factor lain (1-2% dari semua kasus diabetes) termasuk gangguan endokrin (akromegali, sindrom Caushing), diabetes mellitus gestasional (DMG), penyakit pengkreas eksokrin (pangkreatitis), dan karena obat (glukokortikoid, pentamidin, niasin, dan α-interferon.

Manifestasi klinik (Sukandar,dkk, 2008)
§  DM tipe 1
Penderita DM tipe 1 biasanya memiliki tubh yang kurus dan cenderung berkembang menjadi diabetes ketoasidosis (DKA) karena insulin sangat kurang disertai peningkatan hormone glucagon. Sekitar 20-40% pasien mengalami DKA setelah beberapa hari mengalami poliuria, polidipsia, polifagia, dan kehilangan bobot badan.
§  DM tipe 2
Penderita dengan DM tipe 2 sering asimptomatik. Munculnya komplikasi dapat mengindikasikan bahwa pasien telah menderita DM selama bertahun-tahun, umumnya muncul neuropathi. Pada diagnosis umumnya terdeteksi adanya letargi, poliuria, nokturia, dan polidipsia sedangkan penurunan bobot badan secara signifikan jarang terjadi.
Faktor yang mempengaruhi DM
a)         Gaya hidup
Diet dan olahraga yang tidak baik berperan besar terhadap timbulnya diabetes mellitus yang dihubungkan dengan minimnya aktivitas sehingga meningkatkan jumlah kalori dalam tubuh
b)        Usia
Peningkatan usia juga merupakan salah satu faktor resiko yang penting. Dibandingkan wanita pada usia 20-an, wanita yang berusia >40 tahun beriko 6 kali lipat mengalami kehamilan dengan diabetes. Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif setelah usia 50 tahun, terutama pada orang – orang yang tidak aktif.
c)         Ras dan suku bangsa
Suku bangsa Amerika Afrika, Amerika Meksiko, Indian Amerika, Hawai dan sebgaian Amerika Asia memiliki resiko diabetes dan penyakit jantung yang lebih tinggi. Hal itu sebagian disebabkan oleh tingginya angka tekanan darah tinggi, obesitas dan diabetes pada populasi tersebut
d)        Riwayat keluarga
Meskipun penyakit ini terjadi dalam keluarga, cara pewarisan tidak diketahui kecuali untuk jenis yang dikenal sebagai diabetes pada usia muda dengan dewasa. Jika terdapat salah seorang anggota keluarga yang menyandang diabetes mellitus maka kesempatan untuk menyandang DM maupun meningkat. Ada 4 bukti yang menunjukkan transmisi penyakit sebagai cirri dominal autosomal. Pertama transmisi langsung tiga generasi terlihat pada lebih dari 20 keluarga. Kedua didapatkan perbandingan anak diabetes dan tidak diabetes 1:1 jika satu orang tua menderita diabetes. Pengaruh genetik sangat kuat, karena angka koordinasi diabetes tipe 2 pada kembar monozigot mencapai 100%. Resiko keturunan dan saudara kandung pasien penderita DM tipe 2 lebih tinggi dibanding DM tipe 1. Hampir 4/10 saudara kandung dan 1/3 keturunan akhirnya mengalami toleransi glukosa abnormal atau diabetes yang jelas
e)         Obesitas
Overweight dan obesitas erat hubungannya dengan peningkatan resiko sejumlah komplikasi yang dapat terjadi sendiri – sendiri atau secara bersamaan. Seperti yang telah disebutkan di awal, koordinasi itu dapat berupa hipertensi, dislipidemia, penyakit kardiovaskular stroke, DM tipe 2, penyakit gallbladder, disfungsi pernafasan, gout, OA dan jenis kanker tertentu. Penyakit kronik yang paling sering menyertai obesitas adalah diabetes tipe 2, hipertensi dan hiperkolesterolemia.

4.    Gejala klinis dan Komplikasi DM
Gejala klinis diabetes mellitus meliputi gejala-gejala pada stadium kompensasi dan dekompensasi pankreas, serta gejala-gejala kronik lainnya. Gejala-gejala pada stadium kompensasi misalnya polifagi, polidipsi, poliuri dan penurunan berat badan. Adanya gejala klinis hiperglikemia dan glikosuria akan menyebabkan tekanan osmotik di tubuli meningkat dan menghambat reabsorbsi air. Karena terhambatnya reabsorbsi air ini menyebabkan penderita diabetes mellitus mengalami poliuria dan akibat adanya poliuria terus menerus akan menyebabkan dehidrasi tingkat jaringan. Penderita diabetes mellitus tidak dapat memecah glukosa dalam darah sehingga akan menggunakan lemak tubuhnya untuk mengganti energi atau makanan bagi sel sehingga akan terjadi ketonemia dan ketonuria dan tubuh terlihat kurus. Adanya badan-badan keton di dalam darah akan menimbulkan terjadinya asidosis sehingga frekuensi nafas meningkat dan penderita mengalami koma.  Pada keadaan koma kulit mukosa dan lidah tampak kering, bulbus mata menjadi lunak, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih lambat serta napas bau aseton. Gejala - gejala kronik yang sering terjadi misalnya lemah badan, anoreksia, semutan, mata kabur, mialgia, atralgia, kemampuan seksual berkurang dan lain-lain.
Diabetes mellitus memiliki sejumlah komplikasi karena vaskulopati dan neuropati atau campuran keduanya. Komplikasi diabetes mellitus dapat bersifat akut atau kronis. Komplikasi akut terjadi jika kadar glukosa darah seseorang meningkat atau menurun dengan tajam dalam waktu yang relatif singkat. Kadar glukosa darah bisa menurun jika penderita menjalani diet yang terlalu ketat. Namun perubahan yang besar dan mendadak dapat berkibat fatal. Dalam komplikasi akut yang terjadi seperti hipoglikemia, ketoasidosis diabetikkoma, koma hiperosmoler non ketotik dan koma lakto asidosis. Hipoglikemia yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah dibawah normal. Gejala hipoglikemia ditandai dengan munculnya rasa lapar, gemetar, mengeluarkan keringat, berdebar – debar, pusing, gelisah, dan penderita bisa menjadi koma. Ketoasidosis diabetikkoma diartikan sebagai keadaan tubuh yang sangat kekurangan insulin dan bersifat mendadak akibat infeksi, lupa untuk suntik insulin, pola makan yang terlalu bebas atau stress. Koma hiperosmoler non ketotik diakibatkan adanya dehidrasi berat, hipotensi, dan shock. Oleh karena itu, koma hiperosmolar non ketotik diartikan sebagai keadaan tubuh tanpa penimbunan lemak yang menyebabkan penderita menunjukkan pernapasan yang cepat dan dalam. Koma lakto asidosis diartikan sebagai keadaan tubuh dengan asam laktat yang tidak dapat diubah menjadi bikarbonat. Akibat dari hal ini, kadar asam laktat dalam darah meningkat dan seseorang bisa mengalami koma. Komplikasi kronis diartikan sebagai kelainan pembuluh darah yang akhirnya bisa menyebabkan serangan jantung, serangan otak yang biasanya diikuti dengan kelumpuhan dan stroke. Kerusakan pembuluh-pembuluh darah peripheral biasanya mempengaruhi bagian tubuh bawah dan kaki, kerusakan ginjal (neuropati), kerusakan saraf (neuropati) yang dapat menyebabkan kelumpuhan (paralisis), impotent dan penyakit mata (retinopati), retina mata terganggu sehingga terjadi kehilangan sebagian atau keseluruhan dari penglihatan, penderita retinopati diabetic mengalami gejala penglihatan kabur sampai kebutaan. Menurut laporan komisi diabetes mellitus, penderita diabetes mellitus dapat 2 kali lebih mudah terkena trombosis serebri, 24 kali mudah terkena penyakit jantung koroner, 17 kali rentan terhadap kegagalan ginjal, 5 kali lebih mudah terkena ganggren, bilamana dibandingkan dengan orang non- diabetes mellitus. Meskipun gejala-gejala diabetes mellitus dapat diregulasi, namun komplikasi diabetes mellitus kronis jangka panjang dapat mengurangi lama perkiraan hidup sampai sepertiga.

5.    Diagnosis DM
a)         Ditemukannya gejala klinis poliuria, polidipsia, BB yang menurun dan kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dL (11.1 mmol/L)
b)        Kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L). Puasa adalah tidak mengkonsumsi kalori sekurang – kurangnya 8 jam
c)         Kadar glukosa darah 2 jam setelah uji toleransi glukosa oral (OGTT) dengan 75 gram glukosa 200 mg/dL (11.1 mmol/L)

6.    Pengobatan DM
Diabetes Mellitus dapat ditanggulangi dengan pemberian obat, pengaturan diet secara maksimal untuk pengembalian kadar glukosa darah dan pemberian preparat hormonal. Pemberian obat hanya merupakan pelengkap diet, obat diberikan bila pengaturan diet secara meksimal tidak berhasil mengembalikan glukosa darah. Obat yang sering digunakan dalam mengatasi penyakit diabetes mellitus adalah :
a)      Insulin (parenteral)
Insulin merupakan hormon yang penting bagi kehidupan. Hormon ini mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Insulin menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian jaringan, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta mencegah penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan lemak dan protein dari glukosa. Semua proses ini menyebabkan kadar glukosa darah menurun akibat pengaruh insulin. Kerja insulin lainnya adalah meningkatkan pengambilan ion kalium ke dalam sel dan menurunkan kerja katabolik glukokortikoid dan hormon kelenjar tiroid.
b)      Obat Hipoglikemik oral
Obat ini digunakan untuk mengurangi kebutuhan insulin yang diberikan dari luar. Dalam keadaan gawat insulin harus tetap diberikan. Obat hipoglikemik oral terbagi atas :
§  Golongan sulfonil urea
Obat ini dapat menurunkan glukosa darah yang tinggi dengan cara merangsang keluarnya insulin dari sel β pankreas. Oleh karena itu golongan ini cocok untuk penderita diabetes mellitus tipe II. Obat yang termasuk golongan ini adalah klorpropamida, tolazomida, glikosida, glibenklamid, glikisida, dan glikodon
§  Golongan biguanida
Obat golongan ini tidak bekerja dengan cara merangsang sekresi insulin tetapi langsung terhadap organ sasaran. Obat yang termasuk dalam golongan ini antara lain; metformin, fenformin, dan buformin
c)      Glukagon
Glukagon adalah suatu polipeptida yang terdiri dari 29 asam amino. Hormon ini dihasilkan oleh sel alpha pulau langerhans. Glukagon meningkatkan glukoneogenesis, efek ini mungkin sekali disebabkan oleh menyusutnya simpanan glikogen dalam hepar, karena dengan berkurangnya glikogen dalam hepar proses deaminasi dan transaminasi menjadi lebih aktif. Dengan meningkatnya proses tersebut maka pembentukan kalori juga semakin besar. Glukagon terutama digunakan pada pengobatan hipoglikemia yang ditimbulkan oleh insulin. Hormon tersebut dapat diberikan secara intravena, intramuscular, atau subkutan 1 mg, bila dalam 20 menit setelah pemberian glukagon subkutan penderita koma hipoglikemik tetap tidak sadar, maka glukosa intravena harus segera diberikan karena mungkin glikogen dalam hepar telah habis atau telah terjadi kerusakan otak yang menetap.
Terapi
Goal terapi yang diharapkan pada penderita DM tipe 2 (Dipiro, et al., 2011):
a.       Gula darah puasa < 110 mg/dL
b.      Gula darah 2 jam PP < 140 mg/dL
c.       HbA1c < 6,5%
d.      Tekanan darah 130/80 mmHg
e.       LDL < 100 mg/dL
f.       HDL > 45 mg/dL

Terapi yang digunakan dalam penatalaksanaan diabetes melitus (Sukandar,dkk, 2008) :
1.      Insulin
Mekanisme kerja dari insulin adalah menurunkan kadar gula darah dengan menstimulasi pengambilan glukosa perifer dan menghambat glukosa hepatic.
2.      Sulfonilurea
Mekanisme kerja dari sulfonil urea adalah berkerja langsung pada sekresi insulin pada pangkreas sehingga hanya efektif bila sel beta pangkreas masih dapat berproduksi. Contoh: klorpropamid, glikazid, glibenklamid, glipizid, glikuidon, glimapirid, tolbutamid.
3.      Biguanida
Mekanisme kerja dari biguanida adalah menghambat glukogeogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa dijaringan. Contoh: metformin hidroklorida. 
4.      Tiozolidindion
Mekanisme kerja Tiozolidindion adalah meningkatkan sensitivitas insulin pada otot dan jaringan adipose dan menghambat glukoneogenesis hepatic. Contoh: pioglitazon
5.      Penghambat α-glukosidase
Mekanisme kerja Penghambat α-glukosidase adalah akarbosa berkerja menghambat α-glukosidase sehingga mencegah penguraian sukrosa dan karbohidrat kompleks dalam usus halus dengan demikian memperlambat dan menghambat penyerapan karbohidrat.

Algoritma kontrol glikemik untuk DM tipe 2 (Wells, 2009):

 

Algoritma terapi pada  DM tipe-2 (ADA, Standards of Medical Care in Diabetes 2007,Diabetes Care)
 Algoritma terapi insulin pada DM tipe 2 (Dipiro, et al., 2011):



No comments:

Post a Comment