PBF SEBAGAI KONSUMEN TERHADAP INDUSTRI
Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang
memiliki ijin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam
jumlah besar sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. PBF berhak
mengadakan obat-obatan langsung dari industri farmasi. PBF merupakan konsumen
perantara, yang memiliki tugas untuk mendistribusikan obat kepada
konsumen-konsumen berikutnya. Banyaknya jumlah PBF sekarang ini tidak sebanding
dengan jumlah industri farmasi. Industri farmasi yang berjumlah 196 pabrik obat
dengan jumlah PBF sebanyak 2.250, yang berarti 1 pabrik obat rata-rata
berhadapan dengan 11 distributor, ditambah lagi 1 distributor (PBF) berhadapan
dengan 2,3 apotek menyebabkan terjadinya ketimpangan antara kebutuhan produk
untuk PBF dengan industri farmasi yang ada, sehingga kebutuhan konsumen kurang
terpenuhi.
Ketimpangan tersebut bagaikan sebuah piramid terbalik, dimana untuk
mencapai skala ekonomi atau efisiensi, seharusnya jumlah distributor nasional
jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah pabriknya. Dengan begitu, akan diperoleh
rasio dimana 1 PBF dapat melayani puluhan pabrik, tidak seperti sekarang ini
dimana 1 pabrik obat dilayani oleh beberapa puluh PBF. Kondisi ini pula yang
justru menjadikan PBF lokal, terutama yang tidak memiliki bentuk kerjasama,
misalnya sebagai ‘distributor tunggal’ atau ‘sub distributor’, tidak lagi mampu
bersaing.
Ketidakseimbangan
ini semakin mendorong tidak efisiennya biaya operasional pendistribusian obat.
Kecilnya volume yang didistribusikan oleh satu PBF yang disini berperan sebgai
konsumen sementara, menjadi tidak efisien, juga tidak ekonomis, sehingga tidak
dapat bersaing secara baik. Dampaknya, obat-obat yang telah diproduksi
mengikuti CPOB (cara pembuatan obat yang baik) tidak dapat disimpan dan
didistribusikan dengan baik. Begitu juga kualitas obatnya pun tidak lagi
terjamin oleh distributor, karena PBF tersebut tidak sanggup melaksanakan GDP (good
distribution practice). Berdasarkan regulasi pemerintah, setiap pabrik obat dalam
mendistribusikan produk obatnya harus menggunakan jalur PBF. Saat ini jumlahnya
sudah mencapai 2.250 distributor. Sedang jumlah retailer-nya: sekitar 5.695
apotek dan 5.513 toko obat – besar dan kecil.
Peningkatan
jumlah PBF yang sangat dramatis, selain karena rata-rata pabrik obat mendirikan
PBF sendiri, juga lebih dikarenakan regulasi pemerintah yang memungkinkan
perusahaan-perusahaan yang tidak berbasis industri farmasi untuk mendirikan PBF.
Jadi, meski jumlah pabrik obat tidak bertambah, sebaliknya malah berkurang,
namun jumlah PBF terus meningkat.
Hak Konsumen
adalah :
1.
Hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengkosumsi barang dan/atau jasa
2.
hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta
mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang dijanjikan
3.
hak atas informasi yang benar, jelas, dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
4.
hak untuk didengar pendapat dan keluhannya
atas barang dan/atau jasa yang digunakan
5.
hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan,
dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
6. hak untuk
mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
7.
hak untuk diperlakukan atau dilayani secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif
8.
hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
9. hak-hak yang
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
Kewajiban konsumen adalah:
Kewajiban konsumen adalah:
1. membaca atau
mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang
dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan
2.
beritikad baik dalam melakukan transaksi
pembelian barang dan/atau jasa
3. membayar
sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
4. mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Sebagai
konsumen sementara PBF menurut menurut SK Menkes No.3987/A/SK/73 idealnya
mendistribusikan obat bebas dan bebas terbatas dari distributor ke sarana
penyaluran/ pedagang besar farmasi (PBF), kemudian dari PBF akan
didistribusikan ke sarana pelayanan seperti apotek, instalasi farmasi, praktek
bersama dan toko obat. Dalam hal ini obat bebas dan obat bebas terbatas harus
didistribusikan ke sarana-sarana pelayanan farmasi yang telah memiliki ijin
untuk menyimpan obat-obatan untuk dijual secara eceran di tempat tertentu dan
telah mempekerjakan seorang tenaga farmasis seperti apoteker ataupun asisten
apoteker sebagai penanggung jawab teknis farmasi (Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor: 1331/Menkes/Sk/X/2002). Tujuannya adalah untuk
memberikan perlindungan terhadap konsumen (pasien) mengenai terjaminnya mutu
obat yang sampai ke tangan pasien, serta dapat melakukan advokasi terhadap
pasien dengan memberikan segala informasi terkait obat yang dikonsumsi (cara
pemberian, efek samping, interaksi obat, dll).
No comments:
Post a Comment