Sunday, July 5, 2015

PBF SEBAGAI KONSUMEN TERHADAP INDUSTRI



PBF SEBAGAI KONSUMEN TERHADAP INDUSTRI

Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki ijin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. PBF berhak mengadakan obat-obatan langsung dari industri farmasi. PBF merupakan konsumen perantara, yang memiliki tugas untuk mendistribusikan obat kepada konsumen-konsumen berikutnya. Banyaknya jumlah PBF sekarang ini tidak sebanding dengan jumlah industri farmasi. Industri farmasi yang berjumlah 196 pabrik obat dengan jumlah PBF sebanyak 2.250, yang berarti 1 pabrik obat rata-rata berhadapan dengan 11 distributor, ditambah lagi 1 distributor (PBF) berhadapan dengan 2,3 apotek menyebabkan terjadinya ketimpangan antara kebutuhan produk untuk PBF dengan industri farmasi yang ada, sehingga kebutuhan konsumen kurang terpenuhi.
Ketimpangan tersebut bagaikan sebuah piramid terbalik, dimana untuk mencapai skala ekonomi atau efisiensi, seharusnya jumlah distributor nasional jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah pabriknya. Dengan begitu, akan diperoleh rasio dimana 1 PBF dapat melayani puluhan pabrik, tidak seperti sekarang ini dimana 1 pabrik obat dilayani oleh beberapa puluh PBF. Kondisi ini pula yang justru menjadikan PBF lokal, terutama yang tidak memiliki bentuk kerjasama, misalnya sebagai ‘distributor tunggal’ atau ‘sub distributor’, tidak lagi mampu bersaing.
Ketidakseimbangan ini semakin mendorong tidak efisiennya biaya operasional pendistribusian obat. Kecilnya volume yang didistribusikan oleh satu PBF yang disini berperan sebgai konsumen sementara, menjadi tidak efisien, juga tidak ekonomis, sehingga tidak dapat bersaing secara baik. Dampaknya, obat-obat yang telah diproduksi mengikuti CPOB (cara pembuatan obat yang baik) tidak dapat disimpan dan didistribusikan dengan baik. Begitu juga kualitas obatnya pun tidak lagi terjamin oleh distributor, karena PBF tersebut tidak sanggup melaksanakan GDP (good distribution practice). Berdasarkan regulasi pemerintah, setiap pabrik obat dalam mendistribusikan produk obatnya harus menggunakan jalur PBF. Saat ini jumlahnya sudah mencapai 2.250 distributor. Sedang jumlah retailer-nya: sekitar 5.695 apotek dan 5.513 toko obat – besar dan kecil.
Peningkatan jumlah PBF yang sangat dramatis, selain karena rata-rata pabrik obat mendirikan PBF sendiri, juga lebih dikarenakan regulasi pemerintah yang memungkinkan perusahaan-perusahaan yang tidak berbasis industri farmasi untuk mendirikan PBF. Jadi, meski jumlah pabrik obat tidak bertambah, sebaliknya malah berkurang, namun jumlah PBF terus meningkat.


Hak Konsumen adalah :
1.      Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkosumsi barang dan/atau jasa
2.      hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
3.      hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
4.      hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan
5.      hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
6.      hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
7.      hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
8.      hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
9.      hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

Kewajiban konsumen adalah:
1.      membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan
2.      beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
3.      membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
4.      mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Sebagai konsumen sementara PBF menurut menurut SK Menkes No.3987/A/SK/73 idealnya mendistribusikan obat bebas dan bebas terbatas dari distributor ke sarana penyaluran/ pedagang besar farmasi (PBF), kemudian dari PBF akan didistribusikan ke sarana pelayanan seperti apotek, instalasi farmasi, praktek bersama dan toko obat. Dalam hal ini obat bebas dan obat bebas terbatas harus didistribusikan ke sarana-sarana pelayanan farmasi yang telah memiliki ijin untuk menyimpan obat-obatan untuk dijual secara eceran di tempat tertentu dan telah mempekerjakan seorang tenaga farmasis seperti apoteker ataupun asisten apoteker sebagai penanggung jawab teknis farmasi (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1331/Menkes/Sk/X/2002). Tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen (pasien) mengenai terjaminnya mutu obat yang sampai ke tangan pasien, serta dapat melakukan advokasi terhadap pasien dengan memberikan segala informasi terkait obat yang dikonsumsi (cara pemberian, efek samping, interaksi obat, dll).

No comments:

Post a Comment