Sunday, June 14, 2015

ARTRITIS REUMATOID JUVENIL



ARTRITIS REUMATOID JUVENIL (ARJ)

BATASAN    Penyakit (kelompok penyakit) yang ditandai dengan artritis kronik disertai sejumlah manifestasi ekstra artikular. Artritis disebabkan oleh inflamasi sinovia, bersifat asimetris, kronik menetap pada lebih dari satu sendi selama beberapa minggu/bulan/tahun

ETIOLOGI
            Belum diketahui pasti

PATOGENESIS
            Masih memerlukan penelitian lebih lanjut
            Beberapa penelitian menunjukkan adanya peranan faktor genetik (HLA) : HLA-AR, HLA-DRw8, HLA-DRw2, HLA-DR4, dan lain-lain
            Reaktivitas imun selular
            Ditemukan adanya reaktivitas sel limfosit T dalam darah dan cairan sinovia terhadap beberapa antigen bakteri pada penderita oligoartritis tipe II. Hal ini menunjukkan bahwa adanya infeksi pada penderita yang rentan secara genetik dapat menyebabkan artritis kronik.

KRITERIA DIAGNOSIS
Menurut ARA :
    • Onset pada umur < 16 tahun
    • Artritis pada > 1 sendi
Definisi :
            Pembengkakan atau efusi pada sendi
            Adanya > 2 tanda pada sendi
            Keterbatasan gerakan
            Nyeri tekan atau nyeri pada pergerakan
            Palpasi : lebih panas (kalor)
    • Lama sakit > 6 minggu
·         Tipe onset penyakit selama 6 bulan pertama diklasifikasi sebagai :
                                                              i.      Poliartritis (> 4 sendi)
                                                            ii.      Oligoartritis ( < 4 sendi)
                                                          iii.      Penyakit sistemik artritis disertai demam intermiten
·         Eksklusi bentuk artritis juvenil lain
                                                                                  
DIAGNOSIS BANDING
  1. Demam reumatik akut/artritis reumatik (DRA/AR)
  2. Artritis reaktif streptokokus (ARS)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
  1. Tidak ada uji yang diagnostik untuk ARJ
  2. Berguna untuk menyingkirkan penyakit lain
  3. Hb : umumnya anemia ringan, anemia berat dapat terjadi pada penyakit sistemik yang berat.
  4. Trombosit, leukosit, eritrosit : pansitopenia pada terapi metotreksat, monitor tiap minggu
  5. SGOT dan SGPT meningkat pada pemberian OAINS dan metotreksat mengalami hepatotoksik), monitor tiap 4 – 6 minggu
  6. LED : umumnya tinggi pada fase aktif, pada oligoartritis sering normal
  7. CRP : dapat meningkat pada fase aktif
  8. ASTO : post infeksi streptokokus (DD/ dengan DRA/AR dan ARS)
  9. ANA (antinuclear antibody) : bila (+) risiko terjadinya iridosiklitis lebih tinggi
  10. RF (rheumatoid factor) : (+) hanya pada 5 – 10% penderita ARJ, tidak spesifik untuk diagnostik
  11. C3 : titer meningkat
  12. Analisis cairan sendi
  13. Patologi anatomi : biopsi sinovium, tidak biasa dilakukan
  14. Radiografi/Radiologi : sendi, toraks (dapat terjadi pleuritis ringan, perikarditis
  15. CT scan tulang
  16. USG         
  17. MRI

PENYULIT
1.      Gangguan fungsi sendi : kontraktur, fusi tulang sendi
2.      Iridosiklitis kronik, kerusakan mat, buta
3.      Spondiloartropati kronik
4.      Gangguan psikologik, sosial
5.      Amiloidosis (6% penderita)
6.      Iatrogenik (efek simpang terapi obat-obatan)
                                                                                                      
KONSULTASI
            Bagian Bedah Tulang, Rehabilitasi Medik, Mata, Genetik, Bedah Mulut

PENATALAKSANAAN

Terapi Farmakologi
1.      OAINS
a.       Asam asetil salisilat (aspirin) : BB < 25 kg, 100 mg/kgBB/hari p.o. dalam 3 – 4 dosis bersama makanan, BB> 25 kg, totl 2, - 3,6 g/hari. Bila tidak efektif setelah pengobatan 2 – 3 bulan, ganti OAINS lain
b.      Tolmetin sodium : 15 – 30 mg/kgBB/hari p.o. dalam 4 dosis, maksimal 1800 mg/hari
c.       Naproksen : 10 – 20 mg/kgBB/hari p.o. dalam 2 – 3 dosis, maksimal 1250 mg/hari
d.      Sulfasalazin (kombinasi 5-aminosalicylic acid + sulfapyridane) : 10 mg/kgBB/hari p.o., ditingkatkan tiap minggu sebesar 10 mg/kgBB/hari sampai efektivitas tercapai, dosis maksimal 30 – 50 mg/kgBB/hari
2.      Metotreksat : dosis 10 mg/m2/minggu p.o./i.m.
a.       Monitor klinis dan laboratoris sehubungan dengan efek simpang
b.      Pemeriksaan darah lengkap setiap minggu dan sebelum pemberian obat
c.       SGOT/SGPT tiap 4 – 6 minggu
d.      Pemeriksaan fungsi ginjal
3.      Crysotherapy (garam emas) : Gold sodium thiomalate dan aurothioglucose, parenteral (myochrysine) 1 mg/kgBB/kali tiap minggu, peroral (auronofin)
4.      Hidroksiklorokuin (Plaquenil) : 5 – 7 mg/kgBB/hari p.o. dosis tunggal, maksimal 300 mg/hari
5.      Kortikosteroid
a.      Gunakan dosis minimal efektif selama fase aktif
b.      Prednison : dosis rendah ( <  0,5 mg/kgBB/hari p.o.), dosis tinggi (1 – 2 mg/kgBB/hari) p.o. pada miokarditis, perikarditis, dekompensasio kordis
c.       Metilprednisolon : indikasi bila kehidupan terancam, dosis 30 mg/kgBB/kali i.v. bolus, maksimal 1g/kali, tiap hari selama 5 hari berturut-turut
d.      Triamcinolon hexacitonide : 40 mg intraartikular
6.      Intravenous Immunoglobulin
a.      Dosis 1,5 – 2,0 g/kgBB, maksimal 100 gram
b.      Selama 2 bulan pertama 2 kali/bulan, dilanjutkan 1 kali/bulan sampai 6 bulan
7.      Terapi fisis dan kerja (sedini mungkin)

PROGNOSIS
            Pada umumnya baik
            Dengan terapi adekuat selama periode penyakit aktif, kecacatan dapat dicegah pada 75% penderita

No comments:

Post a Comment