Sunday, June 14, 2015

ASFIKSIA



ASFIKSIA

BATASAN

Keadaan hipoksia yang progresif, akumulasi CO2 dan asidosis.

KLASIFIKASI
1.      Tanpa asfiksia                :     Nilai APGAR 8-10
2.      Asfiksia ringan-sedang  :     Nilai APGAR 4-7
3.      Afiksia Berat                  :     Nilai APGAR 0-3

PATOFISIOLOGI

1.      Tahap awal afiksia ditandai dengan periode pernafasan cepat, bunyi jantung dan tekanan darah ↑→ diikuti oleh abnea primer
2.      Asfiksia → redistribusi aliran darah kejantung, otak, dan adrenal agar kebutuhan O2 dan substrat terhadap organ vital tsb.terpenuhi  mekanisme terjadinya redistribusi tsb. Melalui keadaan hipoksia dan CO2 ↑ dan komoreseptor bersama-sama dengan pelepasan  vasopresin arginin
3.      Hipoksia juga akan merangsang komoreseptor melalui regulasi n. vagus → bradikardia. Jika hipoksia berlanjut → ph ↓ dan asidosis metabolik jika afiksia sangat berat → gagal autoregulasi aliran darah keotak dan jantung → tekanan darah dan curah jantung ↓. Selama afiksia berat aliran darah ke otak lebih banyak ke batang otak daripada ke serebrum terutama korteks. Akibat pengiriman O2 yang berkurang ke otak → focus injury di kolateral korteks (parasagital watershed area). Akibat redistribusi darah ke otak dan jantung. Ginjal akan mengalami ischemic injury pada tubulus ginjal proksimal.jika proses berlanjut → nekrosis epitel tubulus.

  ETIOLOGI

Asfiksia antepartum atau intra portum disebabkan oleh insufisiensi plasenta, sedangkan asfiksia postpartum biasanya merupakan akibat sekunder dari insufisiensi paru, jantung dan pembuluh darah, serta neurologik.

  FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor antepartum
  • Umur > 35 th                                                   
  • Kehamilan lebih bulan
  • Ibu DM                                                           
  • Kehamilan ganda       
  • Hiportensi pada kehamilan                             
  • Dismaturitas
  • Hipertensi kronik                                            
  • Pengobatan pada ibu
  • Anemia atau isoimunisasi                               
  • Magnesium
  • Kematian janin/neonatus                                 
  • Adrenergic blocking drug
  • Sebelum kehamilan ini                                   
  • Kecanduan obat pada ibu
  • Perdarahan semester ke -2 dan ke-3               
  • Hidramnion
  • Infeksi pada ibu                                             
  • Cacat bawaan janin
  • Oligohidramion                                               
  • Janin kurang aktif
  • KPSW                                                             
  • Prenatal care/PNC (-)

Faktor intra partum
  • Seksio sesaria darurat                                    
  • denyut jantung janin kurang
  • Sungsang atau kelainan letak                          
  • Persalinan kurang bulan                                   
  • pemakaian anestesia umum
  • Ketuban pecah dini > 24 jam                          
  • kejang otot uterus
  • Persalinan presipitatus                                     
  • obat narkotika pada ibu 4 jam sebelum persalinan
  • Persalinan lama                                            
  • Fase ke-2 persalinan >2 jam                            
  • cairan amnion bercampur mekonium
  • Prolaps tali pusat
  • Abrupsio plasenta
  • Plasenta previa

 

KRITERIA PROGNOSIS

      Sesuai dengan batasan dan klasifikasi

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium        :     Darah : Analisis gas, elektrolit, glukosa (dekstrostiks)
Radiologi              :     Foto toraks, USG, Ct scan kepala.

PENYULIT

  • Hipoksia, edema dan nekrosis serebral                
  • Bangkitan
  • Perdarahan intra ventrikular                                  
  • Gagal ginjal
  • Shock lung dan/atau sindroma distres                  
  • Gagal jantung
  • Pernafasan, perdarahan paru                                
  • Hipertensi pulmonal
  • KID                                                                       
  • Gangguan metabolik
  • Perforasi usus                                                              
  • Hipoglikemia
  • EKN                                                                            
  • Hiperglikemia
  • Perdarahan adrenal                                                     
  • Hiponatremia                                                                                
  • Asidosis metabolik.

KRITERIA ASFIKSIA PERINATAL
  1. Asidosis metabolik atau asidosis campuran yang lama (pH < 7) dari sampel darah arteri umbilikal
  2. Nilai Apgar yang tetap 0-3 selama >5 menit.
  3. Terdapatnya gejal klinis neurologis seperti kejang, hipotoni, koma atau ensefalopati hipoksia-iskemik pada periode awal neonetal.
  4. terdapatnya disfungsi sistem multi organ pada periode awal neonatal :
- SSP
:
Ensefalopati hipoksia-iskemik, edema serebral, kejang      neonatal, gejala sisa neorologis jangka panjang
- Paru
:
Hipertensi paru primer, aspirasi mekonium, disrupsi surfaktan
- Ginjal
:
Oliguria, gagal ginjal akut
- Metabolik
:
Asidosis metbolik, hipoglikemia, hipokasemia, hiponatremia
- TGI
:
NEC, disfungsi hati
- Hematologi
:
Trombositopenia, DIC
- Kematian


  PENATALAKSANAAN

Terapi Non- Farmakologi       

1.      Resusitasi yang efektif akan dapat merangsang pernafasan awal dan mencegah asfiksia progresif. Tujuan tindakan resusitasi adalah membrikan ventilasi adekuat, O2 dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan O2 ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya. Skor APGAR  tidak dipakai untuk menentukan kapan kita memulai resusitasi. Intervensi tidak menunggu hasil penilaian APGAR satu menit. Walaupun demikian skor APGAR dapat membantu dalam upaya penilaian keadaan bayi lebih lanjut, rangkaian upaya resusitasi dan efektivitas upaya resusitasi. Skor APGAR dinilai pada 1 dan 5 menit. Bila skor APGAR < 7, penilaian skor tambahan masih diperlukan tiap 5 menit – 20 menit atau sampai dua kali penilaian menunjukkan skor 8 atau lebih. Penyesuaian tahap dan intensitas upaya resusitasi harus terus dilakukan berdasar perubahan nilai APGAR

Langkah-langkah resusitasi (lihat gambar 17)
a.       Langkah pertama : penatalaksanaan bayi baru lahir adalah
  • Mencegah terjadinya kehilangan panas
  • Letakkan bayi dibawah radiant warmer
  • Keringkan tubuh dan kepala bayi dengan cepat
  • Sisihkan kain yang basah dan ganti dengan kain atau handuk lembut yang lain.
b.      Langkah kedua : Ventilasi (membuka jalan nafas)
  • Letakkan bayi terlentang pada alas datar
  • Posisi dalam keadaan slighty extended, yang dapat dilakukan dengan cara meletakkan handuk dibawah bahu setinggi ¾ atau 1 inchi.
  • Jika cairan ketuban tidak tercemar mekonium, isap mulut dan hdung dengan menggunakan ekstraktor mukus, bulb syringe atau suction mekanik dengan tekanan tidak lebih dari 100 mmHg. Pada saat memasukkan alat pengisap, harus diperhatikan kedalamannya dalam mulut dan hidung, oleh karena stimulasi pada dinding faring posterior akan merangsang refleks vagal yang dapat menyebabkan terjadinya bradikardia atau apnea.
Prosedur langkah pertama dan kedua harus selesai maksimal 20 detik.
  • Jika cairan ketuban tercemar mekonium, isap muilut faring dan  hidung pada saat kepala lahir.
  • Jika cairan mekonium kental atau bayi depresi, segera bayi diletakkan didaerah radiant warmer, isp mekonium dari hipofaring dan daerah trakea dengan menggunakan endotracheal tube (ETT).
  • Jika cairan mekonium encer dan bayi aktif, penghisapan dari mulut dan hidung saja dan kemudian bayi diobservasi. Pada saat penghisapan, untuk menjaga agar tidak terjadi hipoksia, diberikan O2 melalui hidung.
c.       Langkah ketiga : Menilai pernafasan.
  • Jika pernafasan terjadi secara spontan adekluat, penilaian dilanjutkan dengan penghitungan denyut jantung. Perhitungan denyut jantung mutlak dilakukan, walaupun bayi dapat bernafas dengan spontan. Perhitungan denyut jantung dapat dilakukan dengan menggunakan stetoskop atau palpasi nadi pada umbilikus atau arteri brakialis dan perhitungannya dilakukan selama 6 detik.
  • Jika frekwensi denyut jantung > 100 x/menit, dilanjutkan dengan penilaian warna kulit, jika kulit biru segera berikan O2 dan jika merah atau sianosis perifer, tidak perlu diberikan O2 cukup dengan observasi saja.
  • Jika frekwensi denyut jantung < 100 x/menit diberikan ventilasi tekanan positif (positive pressure ventilation/PPV).
  • Jika bayi apnea atau pernafasan megap-megap dapat dicoba dengan memberikan  stimulasi taktil pada telapak kaki atau tubuh belakang. Jika tidak memberikan respon, segera dilakukan PPV dengan O2 100% melalui ambu bag & masker atau ambu bag & ETT.
  • Kecepatan PPV 40-60 x/menit selama 25-30 detik. Masker yang dipilih adalah masker yang menutup jembatan hidung sampai dagu tanpa menutup mata.
  • Jika bayi depresi berat langsung dilakukan PPV
  • Setelah dilakukan PPV selama 30 detik, kemudian dinilai frekwensi denyut jantung.
  • Jika frekwensi denyut jantung > 100 x/menit dan bayi nafas spontan PPV dihentikan, O2 diberikan  secara free low dan pemberian O2 dihentikan sampai kulit bayi berwarna merah secara menetap.
  • Jika frekwensi denyut jantung 60-100 x/menit dan kemudian cenderung meningkat, tindakan PPV disertai dengan kompresi jantung.

Demikian pula jika frekwensi denyut jantung < 60 x/menit (langkah keempat)

d.      Langkah ke empat : Kompresi jantung
  • Kompresi jantung harus selalu disertai ventilasi. Rasio kompresi jantung dan ventilasi adalah 3:1, yaitu kompresi jantung selama 1½ detik dan ventilasi ½ detik .
Kompresi jantung dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
§ Ibu jari
§ Dua jari
  • Pada teknik dengan menggunakan ibu jari, ke-2  ibu jari menekan sternum dengan kedalaman ½ - ¾ inchi dan tangan yang lain mengelilingi tubuh bayi, umunya cara ini lebih sering digunakan.
  • Teknik kedua yaitu dengan menggunakan jari tengah dan telunjuk, kemudian menekan sternum dan tangan yang lain menahan belakang tubuh bayi.
  • Penilaian denyut jantung dilakukan setiap 30 detik setelah kompresi. Jika denyut jantung ≥ 80 x/menit, kompresi jantung dihentikan dan ventilasi dilanjutkan sampai denyut jantung > 100 x/menit dan bayi dapat nafas spontan.
  • Jika denyut jantung nol atau tetap  < 80 x/menit, kompresi jantung dan ventilasi dilanjutkan. Resusitasi bayi baru lahir selanjutnya ke langkah kelima.
e.       Langkah kelima : Pemberian obat dab cairan.
  • Obat yang pertama kali diberikan adalah epidefrin 1:10.000 demham dosis 0,2 - 0,3 ml/kgBB i.v atau ETT. Pemberian epidefrin akan meningkatkan denyut jantung, meningkat perfusi darah kejantung dan otak. Denyut jantung kemudian dinilai, jika > 100 x/menit, pemberian obat dihentikan. Jika denyut jantung < 80 x/menit pemberian epidefrin dapat diulang setiap 3-5 menit.
  • Pada bayi yang mengalami henti nafas yang lama, tidak memberikan respons terhadap pengobatan diatas dan jika terdapat tanda hipovolemia, diberika Na bikarbonat dengan dosis 2 mEq/kgBB i.v. selama 2 menit.
  • Jika terdapat tanda hipovolemia seperti adanya pucat, nadi lemah, rspon terhadap resusitasi buruk dan penurunan tekanan darah, diberikan volume expander (whole blood, albumin salin, NaCl fisiologis, Ringer laktat) dengan dosis 10 ml/kgBB i.v diberikan selama 5-10 menit.
  • Jika dengan pemberian epinefrin, volume expander, ventilasi dan kompresi jantung tidak meberikan respons, frekwensi denyut jantung tetap < 100 x/menit dan hipertensi yang menetap, maka bayi diberikan dopamin.
  • Obat dan cairan yang digunakan pada bayi baru lahir dapat dilihat pada tabel Pasca resusitasi asfiksia berat :
  • Restriksi cairan 60 ml/kgBB/hari.

  PROGNOSIS

1.      Sering sulit diperkirakan bayi dengan APGAR 5 menit ≤ 5 → 33% mnederita HIE. BCB dengan APGAR 0-3 pada pemeriksaan 10-15 dan 20 menit setelah lahir → angka kematiannya 18%, 48% dan 59%.
2.      Prognosis buruk apabila terjadi gagal nafas spontan dalam 1 jam setelah lahir, kejang menetap, gangguan metabolik berat dan adanya gambaran radiologik abnormal (perdarahan serebral, infark serebral, altropi serebral).

No comments:

Post a Comment