Sunday, June 21, 2015

diskusi pasien dgn GGA




Seorang pasien anak  laki laki datang ke RS pada tanggal 26 desember 2011 melalui IGD dengan keluhan utama  tampak pucat sejak satu bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Utama
Ø  Tampak pucat sejak satu bulan yang lalu, makin lama makin bertambah pucat.
Ø  Sakit kepala sejak 1 bulan yang lalu, sakit hilang timbul, dirasakan  di bagian atas kepala, dan sejak 5 hari yang lalu sakit kepala dirasakan terus menerus
Ø  Muntah sejak 1 minggu yang lalu, selama 5 hari, frekuensi 2-3 x /hari. Banyaknya  ± 3-4 sdm/kali, berisi sisa makanan dan minuman, tidak menyemprot.
Ø  Sesak nafas sejak 4 hari yang lalu, sesak tidak berbunyi menciut, dipengaruhi aktifitas, tidak dipengaruhi cuaca dan makanan.
Ø  Demam ditak ada
Ø  Kejang tidak ada
Ø  Batuk pilek tidak ada
Ø  Riwayat buang air kecil berwarna seperti cucian daging tidak ada
Ø  Riwayat nyeri saat buang air kecil tidak ada
Ø  Buang air kecil berkurang dari biasanya sejak 2 hari yang lalu
Ø  Buang air besar warna dan konsistensi biasa
Ø  Anak sudah dirawat di RSUD Payakumbuh selama 2 hari. Mendapat terapi IVFD RL, transfusi PRC 2 kantong, ranitidin 2 x ½ tab, captopril 2 x 6,25 mg, parasetamol 3 x ½ tablet.
Ø  Telah dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil Hb : 5,2, Leukosit 9000, trombosit 102.000/ m3, ureum 290 mg/dl, kreatinin 18,4 mg/dl, kolesterol 224, bilirubin total 0,6, SGOT 45, SGPT 12.
Ø  Anak dirujuk ke RSUP DR. M. Djamil Padang dengan keterangan anemia + GGK.

Riwayat Penyakit Dahulu
Ø  Sejak usia 2 tahun anak sering mengalami sembab dan berobat dengan Sp.A. anak diberi terapi prednison dan dinyatakan sembuh setelah ± 6-7 bulan. Terapi pada usia ± 9 tahun, anak tampak sembab dan diberi terapi prednison dan anak tidak pernah sembuh lagi sejak ± 1,5 tahun yang lalu
Ø  Epistaksis habitualis sejak usia 6 tahun

Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita hipertensi

Diagnosa kerja
Gagal ginjal kronik ec susp sindrom nefrotik dengan pengobatan tidak teratur.
DD : ec glomerulonefritis kronik
Krisis hipertensi ec GGK

Gagal Ginjal Kronik (CKD) adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea). CKD dapat menimbulkan simtoma berupa laju filtrasi glomerular di bawah 60 mL/men/1.73 m2, atau di atas nilai tersebut namun disertai dengan kelainan sedimen urin.
Penyakit ginjal kronis diidentifikasi oleh tes darah untuk kreatinin. Tingginya tingkat kreatinin menunjukkan turunnya laju filtrasi glomerulus dan sebagai akibat penurunan kemampuan ginjal mengekskresikan produk limbah. Kadar kreatinin mungkin normal pada tahap awal CKD, dan kondisi tersebut ditemukan jika urine (pengujian sampel urin) menunjukkan bahwa memungkinkan kehilangan sel darah merah dan protein.
Asidosis metabolik juga merupakan akibat dari CKD dimana tidak ada keseinbangan antara kadar asam dan basa di dalam darah ( kadar bicarbonat dan karbondioksida). Ini ditandai oleh menurunnya kadar bicarbonat di dalam darah sehingga PH darah menjadi asam dan menyebabkan pernafasan menjadi lebih dalam dan cepat, ini merupakan usaha tubuh untuk mengeluarkan karbondioksida dari paru paru.

            Tekanan darah pasien ini tinggi sehingga pasien juga mendapatkan terapi obat obat antihipertensi yaitu diuretik dan golongan Ca bloker.
            Lasik (furosemid) diberikan dengan dosis 1 x 20 mg IV. Dosis pada anak adalah 1 mg/kg/kali secara IV (4-6 jam). Pada pasien dosis yang diberikan 1 x 20 mg tidak melewati dari dosis maksimal, tetapi sebaiknya diberikan 4 x sehari. Efek samping dari forosemid adalah hipokalemia, karena furosemid merupakan diuretik boros kalium yang bekerja pada loophenle. Tetapi kondisi ini telah diatasi dengan pemberian  KSR (KCl).
            Nifedipin merupakan antihipertensi golongan Ca bloker bekerja pada otot jantung. Nifedipin diberikan secara peroral dengan dosis 3 x 5 mg. Dosis nifedipin untuk anak adalah : 0.25–0.5 mg/kg/kali, max 5 mg/kali. Dosis yang diberikan tidak melewati dosis maksimum. Pada  terapi hipertensi pada kasus CKD sebaiknya diberikan ACEI dengan penambahan Ca bloker. Agar efek antihipertensinya lebih baik.
            Pasien ini juga mengalami asidosis metabolik di tandai dengan meningkatnya kadar pH darah 7,19. Untuk mengatasi menormalkan pH darah pasien telah diberikan natrium bikarbonat dengan dosis 6 x 1,5 tablet. Dosis bikarbonat diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien berdasarkan hasil koreksi bikarbonat,
HCO3- = 5,3 mmol/L
Koreksi bikarbonat      = 0,3 x BB x (12-bicnat)
                                    = 0,3 x 24 x (12-5,3)
                                    =  48 mEq

            Terapi cairan pada pasien ini diberikan dektrosa 5% perlu didiskusikan lebih lanjut terkait dengan tidak adanya pemeriksaan gula darah sebagai indikasi untuk diberikan terapi glukosa. Sebaiknya pasien diberikan RL karena RL mengandung laktat yang kemudian di dalam darah laktat tersebut dapat dirubah menjadi bicarbonat, sehingga dapat membantu perbaikan asidosis dari pasien

No comments:

Post a Comment