Tuesday, June 9, 2015

KARDIOMIOPATI



KARDIOMIOPATI
Kardiomiopati adalah penyakit yang mengenai miokardium  secara primer, dan bukan sebagai akibat hipertensi, kelainan kongenital, katup, koroner, arterial dan perikardial. Kardiomiopati dapat dibagi berdasarkan etiologi atau berdasarkan klinik. Berdasarkan etiologi kardiomiopati dibagi dalam 2 jenis yaitu :
  1. Tipe primer, terdiri atas penyakit otot jantung yang penyebabnya tidak diketahui.
  2. Tipe  sekunder, terdiri atas penyakit jantung otot dengan sebab yang diketahui  atau berhubungan dengan penyakit yang mengenai sistem organ lain.
Klasifikasi  kardiomiopati berdasarkan etiologi :
I.        Tipe Primer :
a)      Idiopati  ( D, R, H )
b)      Familial (D,H)
c)      Endomiokardial eosinolifik (R)
d)     Fibrosis endomiokardial (R)
II.         Tipe sekunder :
a)      Infeksi  (D)
1.      Miokarditis virus
2.      Miokarditis bakteri
3.      Miokarditis jamur
4.      Miokarditis protozoa
5.      Miokarditis metazoa
b)      Metabolik (D)
c)      Penyakit Familial (D,R)
1.      Penyakit glikogen
2.      Mukopolisakaridosis
d)     Defisiensi (D)
1.      Elektrolit
2.      Nutrisi
e)      Kelainan Jaringan Ikat (D)
1.      Lupus eritematosus sistemik
2.      Poliartritis nodosa
3.      Arthritis Rhematoid
4.      Sklero derma
5.      Dermatomiositis
f)       Infiltrasi dan Granuloma ( R, D )
1.      Amiloidosis
2.      Sarkoidosis
3.      Keganasan
4.      Hemokromatosis
g)      Neuromuskular (D)
1.      Distropi otot
2.      Distropi miotorik
3.      Ataksia friedriech  (H,D)
4.      Penyakit refsum
h)      Reaksi Toksik  dan Sensitifitas (D)
1.      Alkohol
2.      Radiasi
3.      Obat
i)        Penyakit Jantung Peripartum (D)
j)        Fibroelastosis Erdokardial
D = Dilatasi R = Restriksi  H =  Hipertropi
Berdasarkan klinik,  kardiomiopati dibagi atas :
1.      Kardiomiopati dilatasi atau kongestif
Terlihat pembesaran ventrikel kiri atau kanan, penurunan fungsi sistolik, gagal jantung kongestif, aritmia, emboli.
2.      Kardiomiopati restriktif
Terdapat jaringan parut endomiokardial atau infiltrasi miokardial yang menyebabkan restriksi atau hambatan pengisian ventrikel kiri dan atau kanan.
3.      Kardiomiopati hipertropik
Ditandai dengan hipertropi ditandai dengan hipertropi atau penebalan ventrikel kiri yang tidak merata dengan kekhususan lebih mengenai septum daripada dinding ventrikel dengan atau tanpa obstruksi alur keluar ventrikel kiri; biasanya pada rongga ventrikel kiri yang tidak dilatasi.
Pompa sistolik memburuk menyebabkan pembesaran jantung dan sering menyebabkan gagal jantung kongestif. Meskipun tidak ada penyebab yang jelas pada banyak kasus, kardiomiopati dilatasi yang dahulu disebut kardiomiopati kongestif, mungkin sebagai akibat akhir dari kerusakan otot jantung yang disebabkan oleh berbagai zat toksik, metabolik atau infeksi.
            Pada beberapa pasien kardiomiopati dilatasi mungkin merupakan gejala sisa lanjut dari miokarditis virus akut, kemungkinan melalui mekanisme imunologik. Salah satunya adalah lanjutan dari demam rematik. Demam Rematik adalah suatu proses radang akut yang didahului  oleh infeksi kuman Streptokokus Beta  haemolitikus grup A di tenggorokan dan mempunyai ciri khas yaitu cendrung kambuh. Demam Rematik ditandai oleh salah satu atau lebih manifestasi klinis dari poli arthritis migrain, karditis,  khorea, nodul sub kutan dan eritema marginatum.
            Gagal Jantung (decompensatio cordis/heart failure/HF) merupakan suatu sindrom klinis yang terjadi pada pasien yang mengalami abnormalitas (baik akibat keturunan atau didapat) pada struktur atau fungsi jantung sehingga menyebabkan terjadinya perkembangan rangkaian gejala klinis (fatigue dan sesak) dan tanda klinis (edema dan rales) yang mengakibatkan opname, kualitas hidup buruk, dan harapan hidup memendek ( Rilanto, et.al, 2001).

DEMAM REUMATIK DAN REAKTIVITAS  PENYAKIT JANTUNG REUMATIK
I.         ANAMNESIS
  1. Riwayat infeksi streptokokus (nyeri tenggorokan beberapa minggu sebelumnya )
  2. Manifestasi kriteria mayor (artritis, karditis, korea, eritema marginatum dan nodul subkutan)
  3. Menifestasi kriteria minor (demam, artralgia, riwayat demam reumatik sebelumnya )
  4. Manifestasi  komplikasi kardiovaskuler (gagal jantung, aritmia, endokarditis, tromboemboli)


PEMERIKSAAN FISIK
  1. Manafestasi kriteria mayor (artritis, karditis, korea, eritema marginatum dan nodul subkotan )
  2. Manifestasi kriteria minor (pucat, demam)
  3. Manifestasi komplikasi kardiovaskuler (gagal jantung, aritma, endokarditis, troboemboli )
PEMERIKSAAN PENUNJANG
  1. Darah (darah tepi, LED, CRP, ASTO)
  2. Biakan apusan tenggorokan (streptokokus beta hemolitikus )
  3. EKG (interval PR >)
  4. Foto toraks PA
  5. Pemeriksaan lain (fono, echo) atas indikasi 
DIAGNOSIS
  1. Kriteria jones yang telah direvisi (2 mayor / 1 mayor tambah 2 minor) disokong oleh adanya bukti infeksi streptokokus sebelumnya (ASTO /biakan apusan tenggorokan )
  2. Kriteria jones yang dimodifikasikan (2 mayor / 1 mayor tambah 2 minor)
  3. Korea atau karditis menahun tidak perlu bukti infeksi  streptokokus sebelumnya
Kriteria Jones (Updated 1992)
Manifestasi mayor                                                    
  • Karditis                                                                  
  • Poliartritis                                                                 
  • Korea                                                                      
  • Eritema marginatum                                                
  • Nodulus subkutan                                                   
  • (LED meningkat dan atau C reactive protein)
  • Interval PR memanjang

Ditambah

Disokong adanya bukti infeksi Streptokokus sebelumnya berupa kultur apus tenggorok yang positip atau tes antigen streptokokus yang cepat atau titer ASTO yang meningkat.

Manifestasi minor
Klinis
- Artralgia 
- Demam 
Laboratorium 
Peninggian reaksi fase akut 

KRITERIA DERAJAT PENYAKIT        
1.      Derajat I        : Artritis atau korea tanpa karditis
2.      Derajat II      : Karditis tanpa kardiomegali
3.      Derajat III     : Karditis disertai kardiomegali tanpa gagal jantung
4.      Derajat IV     : Karditis disertai gagal jantung        
PENATALAKSANAAN
Terapi Non-Farmakologi
1.      Pengobatan suportif
  • Tirah baring dirumah sakit 2 minggu, dilanjutkan mobilisasi 2,4,6,12 minggu dengan lama rawat 4,8, 12 atau 12 minggu berturut-turut untuk derajat I,II,II, dan IV
  • Oksigen bila pasien sesak nafas
  • Diet cukup kalori cukup protein
2.      Pengobatan suportif
  • Tirah baring dirumah sakit 2 minggu, dilanjutkan mobilisasi 2,4,6,12 minggu dengan lama rawat 4,8, 12 atau 12 minggu berturut-turut untuk derajat I,II,II, dan IV
  • Oksigen bila pasien sesak nafas
  • Diet cukup kalori cukup protein
3.      Pengobatan rehabilitatif
  • Derajat I       : Kegiatan olah raga 4 minggu setelah pulang
  • Derajat II     : Kegiatan olah raga bukan kompetisi 8 minggu setelah pulang
  • Derajt   III  : Kegiatan olah raga bukan kompetisi 12 minggu setelah pulang
  • Derajat IV  : Kegiatan olah raga dilarang
4.      Pengobatan operatif
  • Valvulotomi pada MS berat
  • Penggantian katup pada MI/AI berat
Terapi Farmakologi
1.      Pengobatan kasual
  • Eradikasi terhadap infeksi steptokokus ( penisilin benzatin 1,2 juta im, penisilin oral 4 kali 250 mg selama 10 hari , bila alergi penisilin diganti dengan Eritromisin )
  • Profilaksis sekunder dengan penisilin benzatin setiap 4 minggu selama 5 tahun ( derajat I ), sampai umur 18 tahun ( derajat II ), sampai umur 25 tahun ( derajat III ), atau seumur hidup (derajat IV dan tenaga kesehatan yang kontak dengan pasien )
  • Antibiotik untuk infeksi sekunder atau komplikasi endokarditis bakterialis
2.      Pengobatan simptomatis
  • Asetosal 100 mg /kg /hari untuk DR tanpa karditis (derajat I), atau DR dengan karditis ringan (derajat II) selama 4-6 mingu
  • Prednison 2 mg /kg /hari untuk DR derajat III dan IV selama 2 minggu, diturunkan sampai habis selama 2 minggu, salisilat 75 mg/kg /hari mulai awal minggu 3 selama 6 minggu.
  

Pencegahan Primer dan Sekunder Demam Rematik
Cara pemberian---Jenis antibiotika---Dosis---Frekuensi

Pencegahan primer: pengobatan terhadap faringitis streptokokus untuk mencegah serangan
primer demam rematik

Intramuskuler---Benzatin PNC G---1,2 juta unit---satu kali 600.0  it untuk BB< 27 kg)
Oral---Penisilin V--- 250 mg/400.000 unit---4 kali sehari---selama 10 hari
Eritromisin---40 mg/kg BB/hari---3-4 kali sehari (jangan lebih dari 1 gr/hari)---selama 10 hari
Yang lain seperti : Klindamisin, Nafsilin, Amoksilin & Sefaleksin.
Tetrasiklin dan sulfa jangan digunakan

Pencegahan sekunder: pencegahan berulangnya demam rematik
Intramuskuler---Benzatin PNC G---1,2 juta unit---setiap 3-4 minggu
Oral---Penisilin V---250 mg---2 kali sehari
Sulfadiazin---500 mg---sekali sehari
Eritromisin---250 mg---2 kali sehari
Tetrasiklin jangan digunakan

 Durasi pencegahan sekunder demam rematik
Kategori                                                                                                             Durasi
Demam rematik dengan karditis dan kelainan---Sekurang-kurangnya 10 tahun sejak menetap (episode yang terakhir dan sampai usia 40    tahun dan kadang-kadang seumur hidup)

Demam rematik dengan karditis tanpa kelainan---10 tahun atau sampai dewasa, bisa lebih katup yang menetap (lama)

Demam rematik tanpa karditis---5 tahun atau sampai usia 21 tahun, Bisa lebih lama * Klinis atau ekokardiografi

GAGAL JANTUNG
BATASAN
Keadaan jantung tidak mampu menghasilkan curah jantung yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan

KLASIFIKASI
Klasifikasi didasarkan atas kemampuan kerja fisis penderita
Klas I              :Tidak memerlukan pembatasan aktifitas fisis
                        Tidak timbul keluhan sesak pada saat melakukan aktifitas ringan maupun sedang
Klas II            :Memerlukan sedikit pembatasan aktifitas sedang ( misal : naik tangga dengan Cepat), saat istirahat atau aktifitas ringan tidak menimbulkan keluhan
Klas III       :Perlu pembatasan aktifitas yang lebih banyak, waktu istirahat tidak ada keluhan, pekerjaan ringan ( naik tangga perlahan-lahan) sudah menimbulkan sesak
Klas IV         :Waktu istirahat sudah timbul keluhan sesak nafas dan sama sekali tidak memungkinkan melakukan aktivitas

ETIOLOGI
Neonatus         : Sindroma hipoplasia jantung kiri, koartasio aorta, stenosis aorta        
Bayi         : Defek Septum Arteriosum, Duktus Arteriosus Persisten, Defek Septum Arterioventrikuler ( DSAV ), Transposisi Komplet arteri besar, Doubel Outlet Right Ventricle ( DORV ), Atresia Trikuspid, Trunkus Arteriosus.
Anak               : Penyakit Jantung Rematik, miokarditis, endokarditis, kardiomiopati, hipertensi

PATOFISIOLOGI
Terdapat 4 faktor yang dapat menerangkan terjadinya kegagalan jantung tersebut, yaitu :
  1. Beban volume ( preload )
  2. Beban tekanan ( aflerload )
  3. Gangguan fungsi jantung
  4. Denyut jntung
KRITERIA DIAGNOSIS
Pada bayi :
  • Takipnea, banyak keringat, kesulitan minum, BB sukar naik, menangis lemah
  • Retraksi interkostal, suprasternal, substernal
  • Nafas cuping hidung
  • Hepatomegali
  • Kardiomegali
  • Takikardi
  • Irama derap
  • Jarang ditemukan edema
Pada anak :
  • Lemah, anoreksia, nyeri perut, batuk
  • Dispnea, ortopnea
  • Hepatomegali
  • Tekanan vena jugularis meningkat
  • Edema
  • Kardiomegali dan irama derap


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto thorak                 : Dengan sedikitnya perkecualian, gagal jantung selalu disertai     kardiomegali yang nyata
Elektrokardiografi       : Disamping frekuensi QRS yang cepat, atau disritmia, dapat ditemukan pembesaran ruang jantung serta tanda penyakit miokardium atau perikardium, sesuai dengan penyakit atau keadaan yang mendasari
Ekokardiografi    :   Berbagai kelainan jantung yang dapat ditegakkan diagnosisnya secara akurat melalui pemeriksaan ekokardiogarafi 2 dimensi dan M mode

PENATALAKSANAAN
Terapi  Non-Farmakologi
  1. Umum
-    Istirahat dengan posisi setengah duduk
-    O2 lembab
-    Batasi masukan cairan
-    Diet : cair, porsi kecil, miskin garam, berat - puasa
-    Monitor tanda vital

Terapi Farmakologi
  1. Khusus
­­Pilihan pertama :
Kaptopril  (ACE inhibitor)
Dosis  : 0,1 - 2,0 mg/kgBB/dosis, 2-3x/ hari, dimulai dengan dosis rendah, dinaikan bertahap
Pilihan kedua :
Digitalis
Bentuk obat    : Lanoksin tablet ( 0,25mg ) : ampul ( 0,025 mg/ml )
Dosis total       : Prematur : 35 mcg/kgBB/hari, p.o
                     < 2 tahun : 50-70 mcg/kgBB/hari, p.o
>2 tahun : 30-50 mcg/kgBB/hari, p.o
                                    dosis iv 75% dosis p.o


Cara pemberian
                          ______ | ________ | __________ | ________
           
                                           8 jam          8 jam
                                 ½ dosis      ¼ dosis           ¼ dosis
  1. Mulailah dengan dosis rendah, bila belum ada perbaikan ( dalam 12 jam ) dosis boleh dinaikan secara bertahap sampai dosis tertinggi, bila tidak ditemukan tanda intoksikasi digitalis.
  2. Bila ada perbaikan, lanjutkan dengan dosis tetap ¼ atau 1/3 dari dosis digitalisasi, dibagi 2 dosis dalam 24 jam.
  3. Apabila terdapat tanda keracunan digitalis, obat segera dihentikan
  4. Pemeliharaan :
  5. Kalau sudah tercapai digitalisasi kemudian dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan: 8 - 10 mcg/kgBB/hari, 2 dosis
  6. Obat inotropik lain :
  7. Golongan beta receptor agonist, misalnya isoproterenol atau dopamine. Diberikan bila terdapat gagal jantung yang berat disertai penurunan perfusi sitemik
  8. Dosis isoproterenol : 0,1 ug/kgBB/menit dalam 5-10% G&W
  9. Dopamin 5-10 ug/kgBB/menit dalam 5% G&W
 
Pilihan pertama dan kedua ditambah diuretic :      
1.      Furosemid
a.       Dosis awal : 1,0 mg/kgBB/hari p.o, 3 - 4 dosis
b.      Dosis pemeliharaan : dapat diulang 1 - 7 hari dengan dosis yang sama dengan dosis awal
2.      Spironolakton ( antagonis aldosteron )
a.       Dosis awal                   : 2,0 – 3,0 mg/kgBB/hari, p.o, 2 dosis
b.      Dosis pemeliharaan     : sama dengan dosis awal (sering dikombinasikan dengan golongan tiazid)                                                                                                                                                    



Catatan :
1.      Bersama dengan diuretik diberikan KCl dosis 75 mg/kgBB/hari p.o, 3 dosis, untuk mengganti kehilangan K akibat pemakaian diuretik atau bila ditemukan disritmia atrium akibat intoksikasi digoksin.
2.      Penyakit yang mendasari :
  • Monitoring
  • Elektrokardiografi, dilakukan 2 jam setelah dosis ke-1, 2 jam sebelum dan sesudah dosis ke-2, 2 jam sebelum dosis ke-3, selanjutnya tiap 12 jam sampai dosis terapeutik tercapai.
  • Kadar digoxin serum
  • Kadar terapeutik         : 3 ng/ml
  • Kadar toksik               : 7 ± 2 ng/ml
  • Elektrolit darah           : K

PROGNOSIS
Walaupun banyak perkembangan terkini mengenai penatalaksanaan HF, perkembangan HF masih memberikan prognosis yang buruk. Penelitian berbasis komunitas mengindikasikan bahwa 30-40% pasien HF akan meninggal dalam 1 tahun setelah diagnosis ditegakkan dan 60-70% dalam waktu 5 tahun, terutama dikarenakan memburuknya HF atau sebagai kejadian mendadak(kemungkinan karena adanya aritmia ventrikuler). Walaupun sulit untuk memprediksi prognosis pada seseorang, pasien dengan gejala pada istirahat [New York Heart Associtaion (NYHA) class IV] memiliki angka mortalitas sebanyak 30-70% pertahun, dimana pasien dengan gejala pada aktivitas moderat (NYHA class II) memiliki angka mortalitas tahunan sebanyak 5-10%. Sehingga status fungsional merupakan suatu predictor penting untuk outcome pasien ( Anonim, 2008 )



No comments:

Post a Comment