Wednesday, June 10, 2015

KETUBAN PECAH SEBELUM WAKTUNYA



2.1.1   Definisi KPSW
Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan dan ditunggu 1 jam sebelum dimulainya persalinan (Manuaba, 1998).
Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW) adalah bocornya cairan amnion sebelum mulainya persalinan terjadi pada kira-kira 7 sampai 12% kehamilan (Ben-Zion Taber. MD, 2002).
Ketuban pecah sebelum waktunya adalah pecahnya selapaut ketuban berisi cairan ketuban yang terjadi 1 jam atau lebih sebelum terjadinya kontraksi (www.medicalcastore.com).
Ketuban pecah sebelum waktunya adalah peahnya selaput ketuban pada setiap saat sebelum permulaan persalinan tanpa memandang apakah pecahnya selaput ketuban terjadi pada kehamilan 24 minggu atau 44 minggu (dr. Cornelia ST dan dr. telly Tessy, SpOG, 2006).
Ketuban pecah sebelum waktunya adalah pecahnya ketuban yang terjadi sebelum nyeri persalinan (www.tabloidnova.com, 2001).
2.2         Etiologi
Walaupun banyak publikasi tentang KPSW, namun penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti, beberapa laporan menyebutkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPSW adalah infeksi dan kelainan letak.
2.2.1   Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPSW.
2.2.2   Kelainan Letak
Misalnya pada bayi sungsang, tidak ada bagian yang terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yangdapat menahan tekanan pada membran bagian bawah. Selain faktor di atas adapun faktor lain seperti :
  1. Faktor golongan darah
  2. Faktor disproporsi antara kepala janin dan panggul ibu
  3. Faktor multigraviditas/paritas, merokok dan perdarahan antepartum
  4. Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin C)
2.3         Mekanisme
Mekanisme terjadinya ketuban pecah sebelum waktunya dapat berlangsung sebagai berikut :
  1. Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi.
  2. Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban (Manuaba, 1998).
2.4         Diagnosis
  1. Keluarnya cairan jernih dari vagina.
  2. Inspikulo, keluar cairan dari osifisium utero eksterna saat fundus uteri ditekan atau digerakkan.
  3. Adanya perubahan kertas lakmus meah menjadi biru.
  4. Perih dalam vagina, ketuban negatif (dr. Cornelia dan dr. Telly Tesy SpOG, 2006)
2.5         Klasifikasi
  1. Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu.
  2. Ketuban dinyatakan pecah sebelum waktunya bila terjadi proses persalinan berlangsung.
  3. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehgamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm (Saifuddin, 2002)
2.6         Penanganan
2.6.1        Konservatif
  1. Rawat di rumah sakit
  2. Berikan antibiotika (ampisilin 4 x 500 mg atau entromisin bila tidak tahan ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
  3. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air tidak keluar lagi.
  4. Jika usia kehamilan 32-37 minggu belum inpartu tidak ada infeksi tes basa negatif, beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin terminasi pad akehamilan 37 minggu.
  5. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu tidak ada infeksi berikan fokolitik (salbutamol) deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
  6. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi.
  7. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra uterin).
  8. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin, spingomeilin tiap minggu.
  9. Dosis meta metazon 12 mg, sehari dosis tunggal selama 2 hari deksametason IM 5 Mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
2.6.2        Aktif
1.      Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea dapat pula diberikan misopropastol 50 Mg intra vaginal tiap 6 jam maksimal  4 kali.
2.      Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dari persalinan diakhiri.
  • Bila skor pelviks < 5 lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan SC.
  • Bila skor pelviks > 5, induksi persalinan, partus pervaginam (Saifuddin, 2001)

3.      Di dalam Skema dapat digambarkan sebagai berikut (Manuaba, 1998)
Pencegahan
Cairan ketuban dikatakan kurang bila volumenya lebih sedikit dari 500 cc. Hal ini diketahui dari hasil pemeriksaan USG, istilah medisnya oligodramnion. Ibu harus curiga jika ada cairan yang keluar secara berlebihan atau sedikit tetapi terus menerus melalui vagina, biasanya berbau agak anyir (amis), warnanya jernih dan tidak kental, sangat mungkin itu adalah cairan yang keluar/merembes karena ketuban mengalami robekan. Tanda lainnya adalah gerakan janin lebih terasa sehingga perut ibu terasa nyeri.
Segera konsultasikan dengan dokter/bidan untuk memastikan padakah itu cairan ketuban/bukan salah satu kemungkinan penyebab terjadinya ketuban pecah sebelum waktunya ibu harus berusaha menjaga kebersihannya agar tidak terkena infeksi jalan lahir.
2.7         Faktor-Faktor yang Diteliti yang Berhubungan dengan Ketuban Pecah Dini Sebelum Waktunya (KPSW)
2.7.1   Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu yang penting dalam kehidupan dengan bekerja kita bisa memenuhi kebutuhan, namun pda masa kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat membahyakan kehamilannya hendaklah dihindari untuk menjaga keselamatan ibu maupun janin.
Kejadian ketuban pecah sebelum waktunya dapat disebabkan oleh kelelahan dalam bekerja. Hal ini dapat dijadikan pelajaran bagi ibu-ibu hamil agar selama masa kehamilan hindari/kurangi melakukan pekerjaan yang berat (Monica, 2006).
2.7.2   Paritas
Multigraviditas atau pritas tinggi merupakan salah satu dari penyebab terjadinya kasus ketuban pecah sebelum waktunya. (kedokteran dan linux,KPD,2008).
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian. Paritas 1 dan paritas tinggi (pebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi, risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi/dicegah dengan keluarga berencana (Wiknjosastro, 2005).


No comments:

Post a Comment