MENINGITIS
KRIPTOKOKAL
ICD =
G.021
SINONIM : Torulosis, European Blastomikosis
DEFINISI
:
Adalah infeksi fungus yang paling umum melibatkan
susunan saraf pusat. 50% penderita mengalami penekanan imunologi, seperti
menderita DM, trans plantasi ginjal, limfoma, leukemia dan AIDS.
ETIOLOGI
: Infeksi
jamur Cryptococus neoformans.
PATOFISIOLOGI :
1.
Tertekannya fungsi immunologi tubuh pada keadaan
keadaan tertentu, seperti pada penderita DM, transplantasi ginjal, limfoma,
leukemia dan AIDS.
2. Infeksi jamur tersebar
di-paru paru, ginjal, kelenjar limfe setelah pasien menghirup udara yang
mengandung jamur, melalui saluran pernafasan.
3. Infeksi saluran pernafasan
menimbulkan radang granulomatous khronik pada paruyang terlokalisir untuk
sementara, kemudian menyebar ke-kelenjar limfe, sehingga gambarannya menyerupai
penyakit Hodgkin pada penderita DM dan penyakit Hodgkin, dapat terjadi
perubahan khronik granulomatous pada paru tanpa adanya infeksi paru.
GAMBARAN
KLINIK :
1.
Gejala terjadi akut atau
sub-akut dengan 'onset' per-lahan lahan.
2.
Meningitis kriptokokus khronik
terjadi pada pasien tanpa penyakit dasar (non AIDS)
3.
Penderita mengeluh nyeri kepala
didaerah frontal, retro-orbital dan temporal selama beberapa minggu sampai
beberapa bulan sebelum diagnosa dibuat, disertai mual, muntah, pusing dan demam.
4.
Gejala dini berupa gangguan
keseimbangan, fotofobia, pandangan kabur, diplopia, Oftalmoplegia, nistagmus
dan ambliopia. .
5.
Dijumpai perubahan kepribadian,
gangguan memori, agitasi dan kadang kadang menyerupai tingkah laku psikotik
(bradiphrenia).
6.
Disusul dengan sering demam
dengan kaku kuduk, papil edema serta tanda tanda kelumpuhan UMN (long tract
signs) dan tanda tanda fokal lainnya.
7.
Pada meningitis kriptokokus
dengan AIDS, gejalanya samar dan non-spesifik.
8.
Prodromal berlangsung 2-4
minggu dengan demam, nyeri kepala, malaise (65%).
9.
Mual dan muntah (50%), kaku
kuduk dan fotofobia dengan demam, perubahan mental, tanda neurologik fokal,
kejang, namun tanda okuler jarang terjadi.
10.
Tanda neurologik fokal dapat
terjadi, karena infeksi kriptokokus menerobos kedalam lapisan luar korteks dan
serebelum.
11. Kriptokoma (abses
kriptokokus) dapat terjadi.
DIAGNOSIS :
1.
Gambaran CSS akan terlihat :
a. Pada pasien Non AIDS :
·
Lebih reaktive dengan
pleositosis limfositik dengan hitung sel sampai 800 sel/mm3.
·
Hipoglikorrhachia dengan 10-20
mgr%.
·
Protein meningkat dari 45-600
mgr%.
·
Dengan pewarnaan India akan
terlihat 'yeast'.
·
Titer antigen CSS (+) pada 90%
pasien, tetapi pada serum terdeteksi hanya 50%.
·
Kultur CSS hasilnya negative
sampai 25%.
b. Pada pasien AIDS :
· Punksi Lumbal :
§
CSS menggambarkan adanya
limfositik pleositosis pada awal.
§
Warna CSS mulai jernih sampai
keruh.
§
Kadar gula dan Chlorida menurun
sampai 50%.
§
Protein meningkat sampai
300mgr%.
·
Slide dengan tinta India
positive sampai 50%, dengan hitung sel ditemui kurang dari 20/mm3 dan ditemui
adanya 'yeast'.
·
Kriptokokal antigen positive
sampai 90%
·
Kultur jamur positive sampai
95%. Untuk kultur dengan volume CSS 15-25 cc akan meningkatkan keberhasilan.
·
Kultur jamur juga dapat
dilakukan melalui urine, kelenjar limfe dan sumsum tulang.
2.
Imajing :
a.
Gambarannya non spesifik dengan
terlihatnya hidrosefalus, enhancement 'meningeal',
atrofi difus, edema serebral dan lesi massa.
Pada non kontras dijumpai lesi hipodense dengan adanya pseudokista
kriptokokus.
b.
Pada MRI dijumpai 'low
intensity lesions' pada ganglia basal dan lesi hiper-intensemultifokal pada
area korteks dan subkorteks.
Dengan
Gadolinium akan terlihat lesi intra-parenkhyme.
DIAGNOSA
BANDING :
1.
Pada pasien AIDS gejalanya
menyerupai Meningitis Tbc.
2.
Pada pasien Non AIDS dapat
menyerupai :
·
Meningitis Tbc.
·
Koksidiodomikosis.
·
Histoplasmosis.
·
Meningitis Sifilis.
PENATALAKSANAAN
Terapi
Medikamerntosa :
1.
Pada pasien AIDS :
a.
Sistemik :
·
Pemberian Amfoterisin B dan
Flusitosin.
Amfoterisin B :
Secara
intravena (IV) 0,3 mg/KgBB dalam Dextrose 5% dengan
interval 2-3 jam, secara bertahap ditingkatkan 5 mgr/hari.
Efek
yang tak diharapkan (ESO) adalah demam, hipotensi, mual dan muntah, toksik ginjal dengan gangguan gungsi tubuler, anemia
oleh karena depresi sumsum tulang,phlebitis dan hipokalemia
Terapi dilanjutkan 6-l0
minggu atau sampai total dosis 2,5 gram.
b.
Intrathekal Amfoterisin B.
·
Flusitosis dosis oral 150-200
mgr/KgBB dalam 4 kali/hari sampai 6 minggu.
·
Efek samping sinergik dengan Amfoterisin B, seperti toksik sumsum
tulang, thrombositopenia dan leukopenia.
·
Tidak digunakan sendiri
sendiri, karena organisme cepat jadi resisten.
·
Pengobatan ulang perlu
diberikan jika CSS memperlihatkan peningkatan jumlah sel penurunan kadar
Glukosa atau meningkatnya titer antigen kriptokokus.
·
Pemberian obat ini di indikasikan
bila didapatkan titer antigen besar dari 1:1024 dan hitung sel leukosit CSS
besar dari 20 sel/mm3.
·
Untuk mencegah relaps, maka
perlu dilakukan terapi induksi pada pasien AIDS dengan pemberian Flukonazole
(100-200mg/hari) dan sebagai terapi alternative bila respons tidak ada
digunakan Amfotericin B (1 mgr/KgBB/hari).
2.
Pada pasien Non AIDS :
a. Amfoterisin B dengan dosis
0,3 mgr/KgBB/hari dan
b.
Flusitosin 37,5 mgr/KgBB/6 jam
selama 6 minggu.
PROGNOSA dan KOMPLIKASI :
1.
75% akan meninggal pada tahun
pertama pada penderita yang tidak ada respons.
2.
Pada pasien Non AIDS, 'outcome'
yang jelek terjadi pada jenis penyakit dasarnya
3.
seperti kanker, limfoma dan
penggunaan kortikosteroid khronik.
4.
20% pasien meninggal pada 6
minggu pertama sesudah diagnosa dibuat.
No comments:
Post a Comment