PERDARAHAN
SUB-ARACHNOIDEA (PSA)
SINONIM : Perdarahan meningeal.
DEFINISI
Perdarahan
sub-arakhnoidea (PSA) adalah suatu keadaan yang merusak otak, dimana sering
menyebabkan defisit neurologik yang berat atau kematian, dimana darah mengalir
kedalam ruang sub-arakhnoidea menyebar keluar dan menyelimuti pembuluh darah
yang lain. Sebagian besar perdarahan terjadi karena robeknya aneurisma intra
kranial.
ETIOLOGI
1.
Ruptur aneurisma sakulus
intrakranial (75-80%).
Terjadinya
ruptur oleh karena kelemahan kongenital pada lapisan otot arteri serebral, yang
memungkinkan lapisan intimal mengalami herniasi kearah luar, yang menjurus pada
penekanan sakus aneurisma.
2. Ruptur AVM intrakranial
(5%).
Sekitar separoh penderita
ini pada pemeriksaan CT Scan terlihat darah sub-arakhnoidea terbatas pada
sisterna disekitar 'midbrain'. Pola perdarahan ini berasal dari perdarahan
perimesensefalik idiopatik. Penderita ini mempunyai gambaran klinik yang lebih
jinak dan prognosanya lebih baik dibanding pasien dengan perdarahan
sub-arakhnoidea aneurisma. Ruptur vena yang berdilatasi atau malformasi vena
di-prepontine atau sisterna interpedunkularis sering sebagai penyebabnya.
Pasien yang pada pemriksaan angiografi
memperlihatkan perdarahan sub-arakhnoidea negative mempunyai asal darah
sub-arakhnoidea yang difus atau bersumber dibagian anterior pada sisterna basal.
Penyebab perdarahan pada kelompok ini termasuk aneurisma tersembunyi, diseksi
arteri karotis atau vertebralis, AVM dural, AVM spinal, aneurisma mikotik,
penyalah guaan obat (kokaine), sickle cell anemia, gangguan koagulopati dan
apopleksia hipofise. Penyebab lain adalah tumor servikal atau tumor
intrakranial primer dan metastase, vaskulitis SSP dan infeksi SSP.
PATOLOGI / PATOMEKANISME
1. Otak secara struktural
adalah unik yakni arteri serebral menembus kavum kranial, kemudian pembuluh
darah membentuk jalinan kolateral didasar otak dan hanya pembuluh darah kecil
yang sesungguhnya menembus parenkhim otak. Jalinan kolateral pembuluh darah
yang lebih besar terletak dalam ruang sub-arakhnoidea, dimana CSS mengalir dan
mengelilingi otak dan medula spinalis. PSA terjadi bila darah ekstravasasi
kedalam ruang, menyebar dan menyelimuti pembuluh darah lain dan substansi otak.
2. Sebagai bahan iritan, darah
sub-arakhnoidea dapat menimbulkan tanda meningeal, sementara volume otak
bertambah, hal ini dapat menghasilkan tanda dan gejala hiupertensi
intrakranial.
3. Segera sesudah PSA,
penurunan progresive aliran darah otak (ADO)
terjadi. Hal ini hasil dari peningkatan tekanan intrakranial (TIK) yang masive
yang terjadi tiba tiba atau dari vasospasme trnasien akut. Hasil neto adalah
suatu penurunan tekanan perfusi serebral, dan tergantung pada derajat dan
lamanya, terjadi berbagai tingkat gangguan kesadaran bahkan kematian. TIK harus
kembali pada tingkat normal dalam waktu 10 menit, jika tidak ada faktor
komplikasi lain (PIS, perdarahan intraventrikularis dan hidrosefalus) yang
memperburuk hipertensi intrakranial. Hidrosefalus akut dapat terjadi oleh
karena tersumbatnya ADO
melalui akuaduktus Sylvii, pintu ventrikel IV, sisterna basal dan ruang
sub-arakhnoidea. Darah intraventrikuler dapat juga menyebabkan hidrosefalus
akut, mungkin melalui sumbatan aliran CSS atau penurunan ADO oleh karena meningkatnya viskositas
CSS.
GAMBARAN
KLINIK
1.
Nyeri kepala (85-95%).
Tiba
tiba dan eksplosive pada awalnya dan berhubungan dengan mual dan muntah
2.
Nyeri dapat menyebar kebagian
servikal atau oksipital dan meningismus berkembang begitu darah mengalir
keruang subarakhnoidea spinal.
3.
Kejang, fotofobia, letargia dan
perobahan mental.
Kejang
murni dijumpai l0-25% dan biasanya didasari oleh adanya AVM atau tumor.
Pada
saat perdarahan 'seizure like activity' dalam bentuk 'transient decerebrate
state' dapat terjadi. Keadaan ini diperkirakan oleh karena peninggian TIK yang
tiba tiba.
4. Hilangnya kesadaran yang
berlangsung singkat dapat terjadi pada saat perdarahan, dan berhubungan dengan
peninggian TIK. Sesudah PSA terjadi penderita bangun lagi seperti semula dan
kemudian berkembang kemudian berbagai tingkat perobahan mentasi. Perobahan
tingkat kesadaran yang menetap terjadi oleh karena perdarahan intra serebral,
hidrosefalus, menetapnya peninggian TIK dan vasospasme. Jika nyeri kepala
hilang, penderita tidak datang kedokter dan kesalahan diagnosa dapat terjadi
dengan dugaan migraine, sinusitis, meningitis atau hipertensi.
Nyeri kepala aterjadi
biasanya 2-20 hari sebelum onset dari PSA, berlangsung selama 1-2 hari dan
duapertiga dari pasien berhubungan dengabn mual, muntah, nyeri tengkuk atau
letargi.
5. Tanda klinis lain adalah
meningkatnya suhu ringan, hipertensi dan kelainanmata. Perdarahan subhialoid
atau preretinal dapat terjadi. Tapi perdarahan intravitreous juga bisa
dijumpai. Kelumpuhan saraf otak dan tanda defisit neurologik juga dijumpai,
tapi lebih sering berhubungan dengan perdarahan sub-arakhnoidea aneurismal.
6. Bermacam macam kelainan
jantung termasuk nyeri dada, aritmia, perobahan EKG dan bahkan bisa terjadi
'cardiopulmonary arrest'. Hal ini karena rangsangan simpatis yang masive pada
saat perdarahan.
7. Sekali diagnosa pasti PSA
dibuat, pasien dikelompokkan menurut sistem 'grading' standard. Keuntungan
menggunakan sistem klasifikasi untuk deskripsi yang akurat dan komunikasi dari
status neurologik dasar dari penderita, penilaian kebutuhan untuk intervensi
operasi dan indikasi dari prognosa menyeluruh dari pasien.
Sistem klasifikasi Hunt dan Hess mungkin paling
populer dan luas digunakan.
(Tabel 1).
Analisa data dari Studi Kooperative Aneurisma
Internasional, namun gagal menunjukkan perbedaan yang bermakna dala 'outcome'
antara penderita grade 1-2 dengan
kesadaran normal. Lebih lanjut ia menemukan hemiparese atau afasia tidak
mempunyai efek pada rasio kematian secara menyeluruh. Dengan demikian WFN
Surgical Grading System dapat digunakan (Tabel 2). Sistem ini menggunakan GCS
untuk menilai tingkat kesadaran, dan menggunakan ada/tidak adanya defisit
neurologik utama untuk membedakan Grade 2-3.
DIAGNOSIS
1. Didasarkan pada riwayat dan gejala yang disajikan.
2. CT Scan tanpa kontras merupakan prosedur pilihan untuyk mengetahui PSA.
·
Akan terlihat ukuran dan lokasi
PSA.
·
Ukuran ventrikel.
·
Lokasi aneurisma.
CT Scan
mempunyai tingkat sensitivitas yang tinggi dan bisa mendeteksi darah diruang
subarakhnoidea > 85% pasien dalam 48 jam iktus.
3.
Perdarahan intraventrikuler konkomitan biasanya berhubungan dengan
ruptur aneurisma (aneurisma arteri
komunikans anterior jika perdarahan intraventrikuler adalah supraventrikuler
aneurisma arteri vertebral jika perdarahan intraventrikuler pada ventrikel IV).
Jumlah dan lokasi darah dalam ruang subarakhnoidea dapat juga digunakan untuk
memprediksi penderita yang akan punya resiko berkembangnya vasospasme. Lokasi
bekuan darah dalam ruang subarakhnoidea 1 mm ketebalannya secara kuat
berkorelasi dengan berkembangnya vasospasme (Tabel 3).
Tabel 3. Fisher Grading System
Grade Darah pada CT
1 Tidak ada
darah di ruang SA.
2 Ketebalan 1 mm lapisan vertikal dan difus.
3 Lokalisasi
bekuan dan/atau bekuan vertikal 1 mm
4
Bekuan intraserebral atau intravenrikuler.
4.
Punksi lumbal (LP).
Bila CT Scan tidak tersedia
dan tidak dijumpai adanya tanda peningkatan TIK, punksi lumbal harus dilakukan.
Kewaspadaan harus diutamakan, sekalipun tidak dijumpai tanda efek masa. Tekanan
pembukaan sering normal, CSS tapi dapat meningkat 38-60% pasien CSS tampak
berdarah oleh karena peningkatan yang cepat sel darah merah.
Protein
sedikit meningkat, sementara glukosa biasanya normal.
5.
Angiografi.
Sekalipun
PSA didiagnosa, maka harus dibuat angiografi ke-empat pembuluh darah otak.
Visualisasi angiografi harus dibuat dan beberapa pandangan dan asal kedua
arteri PICA harus dilihat.
6. MRI.
Tidak
memperlihatkan manfaat dalam mendeteksi darah akut. Jika terdapat aneurisma,
MRI hanya bermanfaat dalam mendeteksi thrombus dalam aneurisma dan
menggambarkan aneurisma dalam dimensi yang sebenarnya.
15-20%
penderita PSA yang dilakukan angiografi gagal memperlihatkan sumber, dalam hal
ini pemeriksaan sangat individual. Pola perdarahan pada CT Scan dapat membantu
hal ini. Jika darah terbatas pada sisterna perimesensefalik dan angiografi
secara tekhnik cukup adekuat, pemeriksaan lanjutan tidak perlu dilakukan. Jika
darah difus atau terletak dibagian anterior sisterna basal , maka diperlukan
kemudian angiografi ulangan 1-2 minggu kemudian
MRI
mungkin hanya berguna untuk menentukan
jika sumber PSA adalah tumor spinal atau
intrakranial atau AVM. Maka penelusuran riwayat penderita dan test laboratorium
dapat menyingkirkan penyebab lain seperti penyalah gunaan obat, 'sickle cell
anemia' dan gangguan koagulasi.
DIAGNOSA BANDING
1.
Crash Migraine (Thunderclap Migraine
= Nyeri kepala halilintar).
Merupakan nyeri kepala
yang berasal dari pembuluh darah (vasculer origin).
Pada CT
Scan tidak ada darah dan punksi lumbal tidak dijumpai tanda tanda perdarahan.
2.
Benign Orgasmic Cephalgia.
Nyeri kepala hebat yang
kadang kadang eksplosive sifatnya dan terjadi sebelum orgasme, namun ada
riwayat migrain sebelumnya.
3.
Meningitis.
PENATALAKSANAAN
1.
Setelah diagnosa dibuat, pasien dirawat diruang intensive.
2.
Ditentukan tingkatnya menurut klasifikasi Hunt dan Hess dan dilengkapi pemeriksaan radiologi. Klasifikasi Hunt dan
Hess I-III termasuk baik.
3.
Jika akan dilakukan operasi maka harus dilengkapi pemeriksaan darah
rutine, golongan darah dan dipasang
infus (IV line).
4.
Premedikasi diberikan
antikonvulsan, kortikosteroid, H2 blockers, calcium channel, blockers, antihipertensi dan analgetik.
·
Antikonvulsan
Nama
Obat : ............................................
Dosis
satu kali :
..............................................
Dosis sehari :
..............................................
Lama terapi :
..............................................
·
Kortikosteroid
Nama
Obat : ............................................
Dosis
satu kali :
..............................................
Dosis sehari :
..............................................
Lama terapi :
..............................................
·
H2 blockers
Nama
Obat : ............................................
Dosis
satu kali :
..............................................
Dosis sehari :
..............................................
Lama terapi :
..............................................
·
Calcium channel
Nama
Obat : ............................................
Dosis
satu kali : ..............................................
Dosis sehari :
..............................................
Lama terapi :
..............................................
·
Beta lockers
Nama
Obat : ............................................
Dosis
satu kali : ..............................................
Dosis sehari :
..............................................
Lama terapi :
..............................................
·
Antihipertensi
Nama
Obat : ............................................
Dosis
satu kali :
..............................................
Dosis sehari :
..............................................
Lama terapi :
..............................................
·
Analgetik.
Nama
Obat : ............................................
Dosis
satu kali :
..............................................
Dosis sehari :
..............................................
Lama terapi :
..............................................
5.
Terapi konservative. Tujuan
untuk mencegah 'rebleeding' dan menstabilkan keadaan pasien, yakni dengan
menstabilkan hemodinamik dengan menjaga normotensi dan normovolemik.
6.
Istirahat total dan batasi
pengunjung yang datang.
7.
Kontrol nyeri yang adekuat,
laksansia (stool softener).
8.
Awasi komplikasi sistemik
seperti jantung, paru dan gangguan elektrolit.
9.
Nimodipine
Nama
Obat : Nimodipine
Dosis
satu kali :
..............................................
Dosis sehari :
..............................................
Lama terapi :
..............................................
PROGNOSA dan KOMPLIKASI
1.
15-20% pasien PSA meninggal
sebelum dirawat.
2.
Sisanya, bertahan dengan segala
komplikasinya, seperti 'aneurisma rebleeding', defisit neurologik iskhemik
(sekunder terhadap vasospasme).
Hidrosefalus,
disfungsi hipotalamus dan kejang.
Terjadinya
'rebleeding' aneurisma oleh karena tidak terkontrolnya tekanan darah dan
terjadinya fibrinolisis natural dari bekuan disekitar aneurisma yang ruptur. Insidennya;
4% dalam 48 jam, 20% dalam 2 minggu pertama dan 3% dalam 6 bulan sampai 1
tahun.
3.
Kematian karena 'rebleeding' mencapai 60-709%.
Vasospasme serebral
adalah penyebab utama kematian dan kesakitan.
4.
Hidrosefalus dapat terjadi akut
(dalam 24 jam) sampai beberapa minggu mencapai 20%. Hidrosefalus akut terjadi
karena bekuan darah intraventrikuler menyumbat aliran CSS, sedangkan
hidrosefalus lanjut oleh karena menurunnya penyerapan CSS oleh vili
arakhnoidea.
Resiko
hidrosefalus berkembang sehubungan dengan adanya darah dalam ruang sub-arakhnoid
dan sistem ventrikuler.
Gejala yang
dijumpai pada hidrosefalus akut adalam menurunnya tingkat kesadaran dan adanya
defisit neurologik fokal, sementara hidrosefalus lanjut terdiri demensia,
ataksia dan inkontinensia urine.
Baik hidrosefalus
akut ataupun lanjut kedua duanya memerlukan shunt CSS permanen.
5.
Disfungsi hipotalamus yang
berhubungan dengan PSA aneurisma ditandai dengan adanya hiponatremia (cerebral
salt wasting) dan gangguan kardio pulmoner. Disfungsi ini diduga ada hubungannya dengan
penekanan pada hipotalamus oleh pembesaran ventrikel III yang menyebabkan
meningkatnya sekresi simpatis. Meningkatnya aktivitas simpatis mencetuskan
jantung untuk melepaskan 'atrial natiuretic factor' yang menghasilkan
hipovolemik hiponatremia. Keadaan ini meningkatkan resiko infark serebral pada
pasien dengan vasospasme serebral, terutama jika menurunnya sodium disalah
artikan sebagai SIADH dan diobati denganpembatasan cairan. Untuk alasan ini pengobatannya terdiri dari penggantian volume cairan
dengan larutan isotonik atau hipertonik ringan. Terdapatnya QT interval
memanjang, 'peaked T or P waves', memendeknya interval PR, dan melebarnya
gelombang U menunjukkan jeleknya prognosa.
6.
Gangguan jantung jenis beragam
dari setiap pasien, dan karenanya pengobatan bersifat individual. Beta blocker
dan calcium channel blocker dapat digunakan.
7.
Edema pulmonum neurogenik dapat
juga terjadi oleh karena meningkatnya sekresi simpatis, dan harus diobati
dengan 'aggressive pulmonary toilet', 'continous positive airway pressure'
(CPAP), 'positive and expiratory pressure' (PEP) dan memelihara saturasi
oksigen yang adekuat.
8.
Kejang terjadi sampai 25%
pasien dengan PSA, dan pemberian antikonvulsan bersifat opsional.
Secara
keseluruhan, prognosa pasien dengan PSA aneurisma tetap jelek. Angka kematian
sekitar 50%, sementara yang bertahan 50% lagi menderita defisit (sekuele)
neurologik permanen. Sedangkan kematian dan kesakitan pada PSA aneurisma yang
tidak ruptur kurang dari 5%.
Pasien
PSA nonaneurisma, prognosa lebih baik. Pada kelompok ini kematian kurang 3%.
Insiden 'rebleeding' hanya 4% selama 6 bulan pertama, dan 2-85% setiap
tahunnya. 80% pasien PSA yang tidak diketahui sebabnya mempunyai prognosa
relative baik dan dapat kembali bekerja seperti biasa.
No comments:
Post a Comment