Wednesday, June 17, 2015

perdarahan sub-arachnoidea



PERDARAHAN SUB-ARACHNOIDEA (PSA)
 
SINONIM    : Perdarahan meningeal.

DEFINISI

Perdarahan sub-arakhnoidea (PSA) adalah suatu keadaan yang merusak otak, dimana sering menyebabkan defisit neurologik yang berat atau kematian, dimana darah mengalir kedalam ruang sub-arakhnoidea menyebar keluar dan menyelimuti pembuluh darah yang lain. Sebagian besar perdarahan terjadi karena robeknya aneurisma intra kranial.

ETIOLOGI
1.      Ruptur aneurisma sakulus intrakranial (75-80%).
Terjadinya ruptur oleh karena kelemahan kongenital pada lapisan otot arteri serebral, yang memungkinkan lapisan intimal mengalami herniasi kearah luar, yang menjurus pada penekanan sakus aneurisma.
2.      Ruptur AVM intrakranial (5%).
Sekitar separoh penderita ini pada pemeriksaan CT Scan terlihat darah sub-arakhnoidea terbatas pada sisterna disekitar 'midbrain'. Pola perdarahan ini berasal dari perdarahan perimesensefalik idiopatik. Penderita ini mempunyai gambaran klinik yang lebih jinak dan prognosanya lebih baik dibanding pasien dengan perdarahan sub-arakhnoidea aneurisma. Ruptur vena yang berdilatasi atau malformasi vena di-prepontine atau sisterna interpedunkularis sering sebagai penyebabnya.
   Pasien yang pada pemriksaan angiografi memperlihatkan perdarahan sub-arakhnoidea negative mempunyai asal darah sub-arakhnoidea yang difus atau bersumber dibagian anterior pada sisterna basal. Penyebab perdarahan pada kelompok ini termasuk aneurisma tersembunyi, diseksi arteri karotis atau vertebralis, AVM dural, AVM spinal, aneurisma mikotik, penyalah guaan obat (kokaine), sickle cell anemia, gangguan koagulopati dan apopleksia hipofise. Penyebab lain adalah tumor servikal atau tumor intrakranial primer dan metastase, vaskulitis SSP dan infeksi SSP. 

PATOLOGI / PATOMEKANISME
1.   Otak secara struktural adalah unik yakni arteri serebral menembus kavum kranial, kemudian pembuluh darah membentuk jalinan kolateral didasar otak dan hanya pembuluh darah kecil yang sesungguhnya menembus parenkhim otak. Jalinan kolateral pembuluh darah yang lebih besar terletak dalam ruang sub-arakhnoidea, dimana CSS mengalir dan mengelilingi otak dan medula spinalis. PSA terjadi bila darah ekstravasasi kedalam ruang, menyebar dan menyelimuti pembuluh darah lain dan substansi otak.
2.  Sebagai bahan iritan, darah sub-arakhnoidea dapat menimbulkan tanda meningeal, sementara volume otak bertambah, hal ini dapat menghasilkan tanda dan gejala hiupertensi intrakranial.
3.  Segera sesudah PSA, penurunan progresive aliran darah otak (ADO) terjadi. Hal ini hasil dari peningkatan tekanan intrakranial (TIK) yang masive yang terjadi tiba tiba atau dari vasospasme trnasien akut. Hasil neto adalah suatu penurunan tekanan perfusi serebral, dan tergantung pada derajat dan lamanya, terjadi berbagai tingkat gangguan kesadaran bahkan kematian. TIK harus kembali pada tingkat normal dalam waktu 10 menit, jika tidak ada faktor komplikasi lain (PIS, perdarahan intraventrikularis dan hidrosefalus) yang memperburuk hipertensi intrakranial. Hidrosefalus akut dapat terjadi oleh karena tersumbatnya ADO melalui akuaduktus Sylvii, pintu ventrikel IV, sisterna basal dan ruang sub-arakhnoidea. Darah intraventrikuler dapat juga menyebabkan hidrosefalus akut, mungkin melalui sumbatan aliran CSS atau penurunan ADO oleh karena meningkatnya viskositas CSS.    

GAMBARAN KLINIK
1.   Nyeri kepala (85-95%).
Tiba tiba dan eksplosive pada awalnya dan berhubungan dengan mual dan muntah
2.   Nyeri dapat menyebar kebagian servikal atau oksipital dan meningismus berkembang begitu darah mengalir keruang subarakhnoidea spinal.
3.   Kejang, fotofobia, letargia dan perobahan mental.
Kejang murni dijumpai l0-25% dan biasanya didasari oleh adanya AVM atau tumor.
Pada saat perdarahan 'seizure like activity' dalam bentuk 'transient decerebrate state' dapat terjadi. Keadaan ini diperkirakan oleh karena peninggian TIK yang tiba tiba.     
4.   Hilangnya kesadaran yang berlangsung singkat dapat terjadi pada saat perdarahan, dan berhubungan dengan peninggian TIK. Sesudah PSA terjadi penderita bangun lagi seperti semula dan kemudian berkembang kemudian berbagai tingkat perobahan mentasi. Perobahan tingkat kesadaran yang menetap terjadi oleh karena perdarahan intra serebral, hidrosefalus, menetapnya peninggian TIK dan vasospasme. Jika nyeri kepala hilang, penderita tidak datang kedokter dan kesalahan diagnosa dapat terjadi dengan dugaan migraine, sinusitis, meningitis atau hipertensi.
Nyeri kepala aterjadi biasanya 2-20 hari sebelum onset dari PSA, berlangsung selama 1-2 hari dan duapertiga dari pasien berhubungan dengabn mual, muntah, nyeri tengkuk atau letargi.
5.   Tanda klinis lain adalah meningkatnya suhu ringan, hipertensi dan kelainanmata. Perdarahan subhialoid atau preretinal dapat terjadi. Tapi perdarahan intravitreous juga bisa dijumpai. Kelumpuhan saraf otak dan tanda defisit neurologik juga dijumpai, tapi lebih sering berhubungan dengan perdarahan sub-arakhnoidea aneurismal.
6.   Bermacam macam kelainan jantung termasuk nyeri dada, aritmia, perobahan EKG dan bahkan bisa terjadi 'cardiopulmonary arrest'. Hal ini karena rangsangan simpatis yang masive pada saat perdarahan. 
7.   Sekali diagnosa pasti PSA dibuat, pasien dikelompokkan menurut sistem 'grading' standard. Keuntungan menggunakan sistem klasifikasi untuk deskripsi yang akurat dan komunikasi dari status neurologik dasar dari penderita, penilaian kebutuhan untuk intervensi operasi dan indikasi dari prognosa menyeluruh dari pasien.

Sistem klasifikasi Hunt dan Hess mungkin paling populer dan luas digunakan.              (Tabel 1).
 
Analisa data dari Studi Kooperative Aneurisma Internasional, namun gagal menunjukkan perbedaan yang bermakna dala 'outcome' antara penderita grade    1-2 dengan kesadaran normal. Lebih lanjut ia menemukan hemiparese atau afasia tidak mempunyai efek pada rasio kematian secara menyeluruh. Dengan demikian WFN Surgical Grading System dapat digunakan (Tabel 2). Sistem ini menggunakan GCS untuk menilai tingkat kesadaran, dan menggunakan ada/tidak adanya defisit neurologik utama untuk membedakan Grade 2-3.

DIAGNOSIS
1. Didasarkan pada riwayat dan gejala yang disajikan.
2. CT Scan tanpa kontras merupakan prosedur pilihan untuyk mengetahui PSA.
·         Akan terlihat ukuran dan lokasi PSA.
·         Ukuran ventrikel.
·         Lokasi aneurisma.
 CT Scan mempunyai tingkat sensitivitas yang tinggi dan bisa mendeteksi darah diruang subarakhnoidea > 85% pasien dalam 48 jam iktus.
3.         Perdarahan intraventrikuler konkomitan biasanya berhubungan dengan ruptur aneurisma  (aneurisma arteri komunikans anterior jika perdarahan intraventrikuler adalah supraventrikuler aneurisma arteri vertebral jika perdarahan intraventrikuler pada ventrikel IV). Jumlah dan lokasi darah dalam ruang subarakhnoidea dapat juga digunakan untuk memprediksi penderita yang akan punya resiko berkembangnya vasospasme. Lokasi bekuan darah dalam ruang subarakhnoidea 1 mm ketebalannya secara kuat berkorelasi dengan berkembangnya vasospasme (Tabel 3).
                              
                                Tabel 3. Fisher Grading System

                     Grade               Darah pada CT
                         1                    Tidak ada darah di ruang SA.
                         2                    Ketebalan 1 mm lapisan vertikal dan difus.
                         3                    Lokalisasi bekuan dan/atau bekuan vertikal 1 mm
                         4                                  Bekuan intraserebral atau intravenrikuler.

4.         Punksi lumbal (LP).
Bila CT Scan tidak tersedia dan tidak dijumpai adanya tanda peningkatan TIK, punksi lumbal harus dilakukan. Kewaspadaan harus diutamakan, sekalipun tidak dijumpai tanda efek masa. Tekanan pembukaan sering normal, CSS tapi dapat meningkat 38-60% pasien CSS tampak berdarah oleh karena peningkatan yang cepat sel darah merah.
Protein sedikit meningkat, sementara glukosa biasanya normal.
5.         Angiografi.
Sekalipun PSA didiagnosa, maka harus dibuat angiografi ke-empat pembuluh darah otak. Visualisasi angiografi harus dibuat dan beberapa pandangan dan asal kedua arteri PICA harus dilihat.
6.       MRI.
Tidak memperlihatkan manfaat dalam mendeteksi darah akut. Jika terdapat aneurisma, MRI hanya bermanfaat dalam mendeteksi thrombus dalam aneurisma dan menggambarkan aneurisma dalam dimensi yang sebenarnya.
15-20% penderita PSA yang dilakukan angiografi gagal memperlihatkan sumber, dalam hal ini pemeriksaan sangat individual. Pola perdarahan pada CT Scan dapat membantu hal ini. Jika darah terbatas pada sisterna perimesensefalik dan angiografi secara tekhnik cukup adekuat, pemeriksaan lanjutan tidak perlu dilakukan. Jika darah difus atau terletak dibagian anterior sisterna basal , maka diperlukan kemudian angiografi ulangan 1-2 minggu kemudian    
MRI mungkin hanya berguna  untuk menentukan jika sumber PSA  adalah tumor spinal atau intrakranial atau AVM. Maka penelusuran riwayat penderita dan test laboratorium dapat menyingkirkan penyebab lain seperti penyalah gunaan obat, 'sickle cell anemia' dan gangguan koagulasi. 

DIAGNOSA BANDING
1.         Crash Migraine (Thunderclap Migraine = Nyeri kepala halilintar).
Merupakan nyeri kepala yang berasal dari pembuluh darah (vasculer origin).
Pada CT Scan tidak ada darah dan punksi lumbal tidak dijumpai tanda tanda perdarahan.
2.         Benign Orgasmic Cephalgia.
Nyeri kepala hebat yang kadang kadang eksplosive sifatnya dan terjadi sebelum orgasme, namun ada riwayat migrain sebelumnya.
3.         Meningitis.

PENATALAKSANAAN
1.         Setelah diagnosa dibuat, pasien dirawat diruang intensive.
2.         Ditentukan tingkatnya menurut klasifikasi Hunt dan Hess dan dilengkapi  pemeriksaan radiologi. Klasifikasi Hunt dan Hess I-III termasuk baik.
3.         Jika akan dilakukan operasi maka harus dilengkapi pemeriksaan darah rutine,  golongan darah dan dipasang infus (IV line).
4.         Premedikasi diberikan antikonvulsan, kortikosteroid, H2 blockers, calcium channel,  blockers, antihipertensi dan analgetik.  
·   Antikonvulsan
Nama Obat       :  ............................................
Dosis satu kali :  ..............................................
Dosis sehari     :  ..............................................
Lama terapi      :  ..............................................
·                                         Kortikosteroid
Nama Obat       :  ............................................
Dosis satu kali :  ..............................................
Dosis sehari     :  ..............................................
Lama terapi      :  ..............................................
·                                         H2 blockers
Nama Obat       :  ............................................
Dosis satu kali :  ..............................................
Dosis sehari     :  ..............................................
Lama terapi      :  ..............................................
·                                         Calcium channel
Nama Obat       :  ............................................
Dosis satu kali :  ..............................................
Dosis sehari     :  ..............................................
Lama terapi      :  ..............................................
·                                         Beta lockers
Nama Obat       :  ............................................
Dosis satu kali :  ..............................................
Dosis sehari     :  ..............................................
Lama terapi      :  ..............................................
·                                         Antihipertensi
Nama Obat       :  ............................................
Dosis satu kali :  ..............................................
Dosis sehari     :  ..............................................
Lama terapi      :  ..............................................
·                                         Analgetik.  
Nama Obat       :  ............................................
Dosis satu kali :  ..............................................
Dosis sehari     :  ..............................................
Lama terapi      :  ..............................................
5.         Terapi konservative. Tujuan untuk mencegah 'rebleeding' dan menstabilkan keadaan pasien, yakni dengan menstabilkan hemodinamik dengan menjaga normotensi dan normovolemik.
6.         Istirahat total dan batasi pengunjung yang datang.
7.         Kontrol nyeri yang adekuat, laksansia (stool softener).
8.         Awasi komplikasi sistemik seperti jantung, paru dan gangguan elektrolit.
9.         Nimodipine
Nama Obat       :  Nimodipine
Dosis satu kali :  ..............................................
Dosis sehari     :  ..............................................
Lama terapi      :  ..............................................

PROGNOSA dan KOMPLIKASI
1.         15-20% pasien PSA meninggal sebelum dirawat.
2.         Sisanya, bertahan dengan segala komplikasinya, seperti 'aneurisma rebleeding', defisit neurologik iskhemik (sekunder terhadap vasospasme).
Hidrosefalus, disfungsi hipotalamus dan kejang.
Terjadinya 'rebleeding' aneurisma oleh karena tidak terkontrolnya tekanan darah dan terjadinya fibrinolisis natural dari bekuan disekitar aneurisma yang ruptur. Insidennya; 4% dalam 48 jam, 20% dalam 2 minggu pertama dan 3% dalam 6 bulan sampai 1 tahun.
3.         Kematian karena 'rebleeding' mencapai 60-709%.
Vasospasme serebral adalah penyebab utama kematian dan kesakitan.
4.         Hidrosefalus dapat terjadi akut (dalam 24 jam) sampai beberapa minggu mencapai 20%. Hidrosefalus akut terjadi karena bekuan darah intraventrikuler menyumbat aliran CSS, sedangkan hidrosefalus lanjut oleh karena menurunnya penyerapan CSS oleh vili arakhnoidea.
       Resiko hidrosefalus berkembang sehubungan dengan adanya darah dalam ruang sub-arakhnoid dan sistem ventrikuler.
       Gejala yang dijumpai pada hidrosefalus akut adalam menurunnya tingkat kesadaran dan adanya defisit neurologik fokal, sementara hidrosefalus lanjut terdiri demensia, ataksia dan inkontinensia urine.
       Baik hidrosefalus akut ataupun lanjut kedua duanya memerlukan shunt CSS permanen.
5.         Disfungsi hipotalamus yang berhubungan dengan PSA aneurisma ditandai dengan adanya hiponatremia (cerebral salt wasting) dan gangguan kardio pulmoner. Disfungsi ini diduga ada hubungannya dengan penekanan pada hipotalamus oleh pembesaran ventrikel III yang menyebabkan meningkatnya sekresi simpatis. Meningkatnya aktivitas simpatis mencetuskan jantung untuk melepaskan 'atrial natiuretic factor' yang menghasilkan hipovolemik hiponatremia. Keadaan ini meningkatkan resiko infark serebral pada pasien dengan vasospasme serebral, terutama jika menurunnya sodium disalah artikan sebagai SIADH dan diobati denganpembatasan cairan. Untuk alasan ini pengobatannya terdiri dari penggantian volume cairan dengan larutan isotonik atau hipertonik ringan. Terdapatnya QT interval memanjang, 'peaked T or P waves', memendeknya interval PR, dan melebarnya gelombang U menunjukkan jeleknya prognosa.
6.         Gangguan jantung jenis beragam dari setiap pasien, dan karenanya pengobatan bersifat individual. Beta blocker dan calcium channel blocker dapat digunakan.
7.         Edema pulmonum neurogenik dapat juga terjadi oleh karena meningkatnya sekresi simpatis, dan harus diobati dengan 'aggressive pulmonary toilet', 'continous positive airway pressure' (CPAP), 'positive and expiratory pressure' (PEP) dan memelihara saturasi oksigen yang adekuat.
8.         Kejang terjadi sampai 25% pasien dengan PSA, dan pemberian antikonvulsan bersifat opsional.
Secara keseluruhan, prognosa pasien dengan PSA aneurisma tetap jelek. Angka kematian sekitar 50%, sementara yang bertahan 50% lagi menderita defisit (sekuele) neurologik permanen. Sedangkan kematian dan kesakitan pada PSA aneurisma yang tidak ruptur kurang dari 5%.
Pasien PSA nonaneurisma, prognosa lebih baik. Pada kelompok ini kematian kurang 3%. Insiden 'rebleeding' hanya 4% selama 6 bulan pertama, dan 2-85% setiap tahunnya. 80% pasien PSA yang tidak diketahui sebabnya mempunyai prognosa relative baik dan dapat kembali bekerja seperti biasa.     

No comments:

Post a Comment