Prostat Jinak
Benign prostatic hyperplasia (
BPH ) adalah penyakit yang paling sering ditemukan pada pria diatas 50 tahun.
BPH sebenarnya merupakan istilah patologis yaitu terdapatnya hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjer
prostat. Hiperplasia prostat jinak
ini dapat dialami sekitar 70% pria diatas umur 60 tahun. Angka ini akan
meningkat jadi 90% pada pria berusia diatas 80 tahun. Prevalensi BPH yang
bergejala pada pria berusia 40-49 tahun mencapai 15%. Angka ini meningkat
dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 50-59 tahun prevalennya mencapai
hampir 25% dan pada usia 60 tahun mencapai angka sekitar 43%.
Keluhan yang disampaikan
oleh pasien BPH bisa berupa LUTS ( lower urinary tract symptom ) yang terdiri
dari gejala obstruksi maupun iritasi yang meliputi : frekwensi miksi meningkat,
urgensi, nokturia, pancaran miksi melemah dan sering terputus putus ( intermitensi) hingga
merasa tidak puas setelah miksi .
§ Kriteria Diagnosis
Diagnosa BPH dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesa,pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesa yang cermat
mengenai gejala LUTS yang timbul, penyakit penyerta lainnya seperti Daiabetes
melitus, riwayat trauma, fungsi seksual dan obat-obatan yang sedang dimakan
perlu ditanyakan. Salah satu pemandu yang tepat untuk gejala obstruksi adalah
International Prostate Symptom Score (IPSS) yang telah terstandarisasi. Ada 7
pertanyaan yang masing-masing memiliki
nilai 0 hingga 5 dengan skor total maksimum 35. Keadaan pasien BPH dapat
ditentukan berdasarkan jumlah skor yang diperoleh :
-
Skor 0 – 7 :
gejala ringan
-
Skor 8 – 19 :
gejala sedang.
-
Skor 20 – 35: gejala berat.
Selain 7
pertanyaan diatas didalam daftar pertantanyaan IPSS terdapat satu pertanyaan
tunggal mengenai kualitas hidup (Quality of life atau QoL) yang juga terdiri
dari 7 kemungkinan jawaban.IPSS diisi oleh pasien. Dapat juga digunakan skala
Madsen Iversen yang menunjukan adanya gejala obstruktif maupun iritatif. Skala
ini diisi oleh dokter jadi mungkin lebih mudah.
Pemeriksaan
fisik dengan colok dubur merupakan pemeriksaan yang penting pada penderita BPH
disamping pemeriksaan fisik pada regio supra pubis untuk mencari kemungkinan
distensi buli. Dengan colok dubur dapat diperkirakan ukuran prostat, bila tak teraba pool atas prostat diperkirakan
volume prostat lebih dari 60 cc. Bila teraba prostat yang bernodul dan
perabaan keras maka dicurigai kemungkinan keganasan maka indikasi untuk
dilakukan biopsi prostat transrektal.
Perlu dilakukan urinalisa untuk pasien BPH,adanya
leukosituria dan hematuria dapat akibat infeksi saluran kemih. Bila didapatkan
hematuria harus dilanjutkan dengan pemeriksaan IVP bila fungsi ginjal baik.
Pemeriksaan faal ginjal perlu untuk pasien BPH
karena gejala obstruksi yang ditimbulkannya. Dikatakan bahwa gagal ginjal
akibat BPH terjadi sebanyak 0,3-30% dengan rata-rata 13,6%.
§ Diagnosis Banding
Keluhan LUTS selain disebabkan oleh pembesaran
prostat jinak dapat pula ditemukan pada striktur urethra, kontraktur leher
vesika, batu buli-buli kecil, karsinoma prostat atau kelemahan otot detrusor
misalnya pasien asma yang menggunakan obat para simpatolitik. Bila gejala
iritatif yang menyolok sering ditemukan pada instabilitas detrusor, karsinoma
insitu vesika, infeksi saluiran kemih, prostatitis,dan batu ureter distal.
§ Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tambahan yang perlu dilakukan pada
pasien dengan gejala LUTS adalah uroflometri dengan terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan Trans Abdominal Ultrasonography (TAUS) kemudian dilanjutkan dengan
Trans Urethra Ultrasonography (TRUS) prostat. Bila pada pemeriksaan TAUS
didapatkan adanya batu pada buli-buli dilanjutkan dengan pemeriksaan BNO-IVP.
Setelah uroflometri selesai dihitung residual urinnya.Pasien retensi tidak
perlu dilakukan uroflometri begitu juga pasien yang didapatkan batu buli-buli
dari pemeriksaan TAUS.
Prostate Specific Antigen ( PSA ) diperiksa pada
pasien yang dicurigai ganas pada prostat dari pemeriksaan colok dubur maupun
anamnesa seperti adanya nyeri pada tulang.
§ Tatalaksana
Terapi pasien BPH adalah mengembalikan kualitas
hidup pasien, terapi ditawarkan tergantung dari keluhan pasien. Pilihannya
mulai dari pemberian petunjuk dan observasi akan penyakitnya (watchful
waiting),medika mentosa daaan terapi interfansi yang terdiri atas pembedahan
yang invasif atau minimal invasif.
Watchfull waiting berarti pasien tidak diberikan
terapi tetapi keadaannya tetap diawasi dokter dengan beberapa penjelasan
tentang segala sesuatu yang akan memperburuk keadaan.. Terapi ini diberikan
pada pasien yang IPSS ≤ 7 yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu.Secara
periodik setiap 6 bulan dikontrol tentang keluhannya sebeeelumnya. Jika keluhan
miksi tambah jelek perlu intervensi lanjutan.
Bila IPSS >7
perlu mendapatkan terapi medika mentosa atau terapi lainnya.
Obat medika mentosa yang diberikan adalah :
- Antagonis adrenergik reseptor α yang dapat berupa :
a.
Non selektif fenoksi benzamin.
b. Selektif masa kerja pendek :
prazosin,afluzosin dan indoramin.
c. Selektif masa kerja panjang :
doksazosin,afluzosin dan tamsulosin.
- Inhibitor 5 α reduktase: finastride dan epristide.
- Fitofarmaka.
Terapi
intervensi dibagi dalam 2 kategori,yakni teknik ablasi jaringan prostat atau
pembedahan dan tehnik instrumentasi
alternatif. Termasuk ablasi jaringan prostat adalah pembedahan terbuka,
Transurethral resection of the prostate (TURP), Transurethral incision of the
prostate (TUIP), laser prostatectomi. Tehnik instrumentasi alternatif adalah
Transurethral microwave thermotherapy (TUMT),Transurethral needle ablation
(TUNA),High intensity focused ultrasound (HIFU), dilatasi balon dan stent urethra.
Indikasi
absolut untuk melakukan intervensi pembedahan adalah :
1.
Retensi urine berulang
2. Gross hematuria berulang karena BPH.
3.
Gagal ginjal karena BPH
4. Batu buli-buli karena BPH.
5. Infeksi saluran kemih berulang karena BPH
6.
Divertikel buli yang besar.
Indikasi
relatif untuk terapi pembedahan adalah :
1.
Skor Madsen > 20.
2.
Residual urine > 100 cc.
3.
Q max < 10 ml/dtk.
4. Dengan terapi lain tak ada perbaikan.
Saat ini TURP merupakan 90% dari semua tindakan
bedah prostat pada pasien BPH dan masih merupakan cara yang paling sering
dilakukan urolog untuk desobstruksi prostat dapat memperbaiki keadaan hingga 90%. Prostatektomi
terbuka baru dilakukan pada pasien BPH yang volume prostat lebih dari 90 ml.
§ Konsultasi
Pengobatan yang dapat diberikan oleh dokter umum
adalah apabila keluhan ringan, yaitu Madsen Iversen ≤ 9 atau IPSS ≤ 7,dan sisa
kencing kurang darin100 cc. Pengobatan sementara yang dapat diberikan oleh
dokter umum adalah Watchfull waiting dan
pengobatan dengan alfa 1 blocker, 5 alfa reduktase inhibitor atau phitoterapi.
Apabila dengan pengobatan tersebut diatas tidak terjadi perbaikan skor simptom,
sisa kencing makin banyak atau keluhan makin berat dan bila ada indikasi untuk
intervensi bedah maka oleh dokter umum harus dikonsultasikan ke dokter urologi.
§
Penyulit
Adapun komplikasi dini yang terjadi saat operasi,
terbanyak perdarahan 18-23%. Timbulnya penyulit biasanya pada reseksi prostat
> 45gram, usia > 80 th, ASA II-IV dan lama reseksi > 90
menit. Sindroma TUR terjadi < 1%. Penyulit yang timbul dikemudian hari
adalah stres inkontinensia < 1%, urge inkontinensia 1,5%, striktura uretra 0,5-6,3%, kontraktur leher
buli 0,9-3,2%, impotensi 4-40%, ejakulasi retrograde 50-90%. Kematian akibat
TURP pada 30 hari pertama untuk kelompok usia 65-69 th adalah 0,4%
dan untuk kelompok umur 80-84 th adalah 1,9%.
§
Informed
Consent
·
Informed consent harus dijelaskan kepada pasien
dan keluarganya mengenai tindakan yang akan dilakukan dan kemungkinan
komplikasi yang akan terjadi.
§
Patologi
Anatomi
No comments:
Post a Comment