Monday, June 15, 2015

resusitasi kardiopulmonal



RESUSITASI KARDIOPULMONAL

BATASAN
Resusitasi adalah segala bentuk usaha yang dilakukan terhadap orang yang berada dalam keadaan gawat atau kritis untuk mencegah terjadinya kematian.

Resusitasi  terdiri atas bantuan hidup dasar dan lanjut.
  1. Bantuan hidup dasar adalah proses pemberian oksigen dan ventilasi  
       untuk memulihkan henti jantung, terdiri dari pembebasan jalan
       napas, pernapasan, dan sirkulasi.
  1. Bantuan hidup lanjut adalah cara invasif untuk menstabilkan bayi
       dan anak, dimulai dari pemberian cairan intravena sampai
       dukungan kardiopulmonal buatan secara total.
Gawat adalah keadaan yang berkenaan dengan suatu penyakit atau kondisi akit yang lain, terdapat bahaya kematian.
Darurat adalah keadaan yang terjadi tiba-tiba dan tidak diperkirakan sebelumnya, suatu kecelakaan, kebutuhan yang segera, atau mendesak.

ETIOLOGI KASUS PEDIATRI GAWAT DARURAT

1.      Gawat darurat jantung, paru dan otak
Gagal jantung, fibrilasi ventrikel primer, henti jantung primer, dan kelainan iarama jantung, gagal nafas, anoksia alveolar, asfiksia, status asmatikus, henti nafas primer, dan obstruksi saluran nafas, hipoksia, iskemia dan edema otak, perdarahan intrakranial, dan tekanan tinggi intrakranial.
2.      Gawat darurat homeostatis
Gangguan keseimbangan air elektrolit, asam basa dan metabolik, renjatan, dan gagal ginjal.
3.      Gawat darurat perdarahan
Kelainan trombosit, pembuluh darah, dan faktor pembekuan
4.      Gawat darurat khusus
Kejang, keracunan, penurunan kesadaran, abdomen akut, kecelakaan an trauma kepala, tenggelam, tersedak benda asing, sengatan listrik, luka bakar, heat stroke, hipo/ hipertermia.

Penyebab henti kardiorespirasi tersering pada anak adalah trauma, infeksi, aspirasi benda asing, sindrom kematian bayi mendadak, kekurangan volume cairan intravaskular, sepsis, dan meningitis
Henti jantung primer anak jarang terjadi dan dapat disebabkan oelh penyakit jantung bawaan, miokarditis, atau distrimia. Pada umumnya henti jantung pada anak terjadi sekunder setelah henti nafas primer.
Kebanyakan penderita < 1 tahun, angka kematian lebih dari 75% bila kejadian dimulai di luar rumah sakit.
Pencegahan, pengenalan, dan intervensi dini ginjal nafas dan henti sirkulasi harus selalu diperhatikan.

PATOFISIOLOGI

Kolaps sirkulasi selama hanti jantung menghambat perfusi ke jaringan otak dan organ lainnya, menyebabkan kerusakan ireversibel pada organ-organ vital. Tanpa ventilasi adekuat, O2 dalam darah sangat cepat dikonsumsi dan tidak dapat diperbaharui. Kesadaran ¯ timbul sesudah anoksia berlangsung 10-20 detik. Respons jantung pertama adalah takikardia dan hipertensi. Sesudah 60-90 detik, mekanisme kompensasi akan gagal, denyut jantung melambat à hipotensi. Asistole akan timbul sesudah anoksia 3-5 mnt. Oleh karena itu resusitasi kardiopulmal akan berhasil baik bila dilakukan dalam 4 menit sejak terjadinya henti jantung, kemudian diberikan bantuan hidup lanjut dalam waktu 8 mnt sesudah henti jantung.

KRITERIA DIAGNOSIS

1.      Gejala umum dapat berupa kelelahan dan berkeringat banyak
2.      Disfungsi pernafasan
Sianosis, pernafasan cuping hidung, retraksi dinding dada, merintih (grunting), suara pernafasan ¯/ tidak terdengar, mengi, takipnea, dan apnea
3.      Disfungsi serebral
Agitasi, gelisah, bingung, sakit kepala, tidak ada respons terhadap rangsang fisik, kejang dan koma
4.      Disfungsi kardiovaskular
Takikardia, hipertensi, bradikardia, hipotensi, kolaps perifer, dan henti jantung
5.      Laboratorium: AGD
a.       Hipoksemia
PaO2 neonatus < 40-50 mmHg, anak < 50-60 mmHg
b.      Hiperkapnia
PaCO2 neonatus > 60-65 mmHg, anak > 55-60 mmHg
c.       Asidosis metabolik/ respiratorik (pH > 7,35)

Catatan
Penderita tersangka henti kardiopulmonal perlu pemeriksaan pernafasan dan nadi yang segera. Mula-mula yakinkan bahwa jalan nafas terbuka, lihat gerakan nafas pada dinding dada, dan dengarkan suara pernafasan untuk menentukan apakah ada ventilasi atau tidak
Jika tidak ada aktivitas ventilasi, lakukan ventilasi awal 5x, rabalah nadi (arteri brakialis atau arteri femoralis pada bayi < 1 tahun, arteri karotis pada anak > 1 tahun). Bila nadi tidak teraba/ sangat lambat pada penderita hanti nafas dan tidak sadar à segera lakukan resusitasi kardiopulmonal.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

AGD

PENYULIT

Tergantung kelainan yang mendasarinya dan kecepatan serta ketepatan mendapat resusitasi

PENATALAKSANAAN RESUSITASI

Dasar penatalaksanaan resusitasi pada bayi dan mengikuti format ABC pada orang dewasa
A.    Membebaskan jalan nafas
B.     Bantuan pernafasan
C.     Bantuan sirkulasi
D.    Pemberian obat-obatan
E.     Kejutan listrik (defibrilasi)
Pastikan adanya henti kardiopulmonal, letakkan penderita dalam posisi netral di atas permukaan yang keras dan rata, upayakan supaya leher stabil, bebaskan jalan nafas, berikan ventilasi dengan O2 100% (bila mungkin), berikan kompresi jantung, masukkan obat-obatan dan cairan yang sesuai, dan berikan energi dengan dosis yang benar untuk defibrilasi (bila ada indikasi)
Pemberian O2, cairan, dan obat-obatan memerlukan pendekatan yang terorganisasi. Bila hanya  ada seorang dokter. Lakukan prosedur berurutan, delegasikan tindakan yang mungkin dikerjakan oleh paramedis yang terlatih. Bila terdapat lebih dari seorang dokter memungkinkan beberapa tindakan dikerjakan simultan dan harus ada yang bertindak sebagai pemimpin resusitasi. Pemimpin bertanggung jawab dalam hal penanganan jalan nafas, memberi instruksi pemberian obat, dan mendelagasikan pekerjaan lain kepada anggota yang lain, meliputi akses vaskular, mengambil contoh darah, dan mencatat keterangan penderita.

PROTOKOL RESUSITASI

Urutan tindakan resusitasi dimulai dengan menentukan apakah penderita tidak sadar, memanggil bantuan, meletakan penderita di atas permukaan yang keras dan datar (papan resusitasi), bebaskan jalan nafas , pastikan tidak bernafas, memberikan 5x ventilasi awal, memastikan tidak ada denyut nadi, dan kompresi jantung

Bantuan hidup dasar

1.Pembebasan jalan napas
·         Bila tidak ada cedera kepala atau leher, buka jalan napas dengan cara head tilt atau chin lift:
o   Letakkan satu tangan pada dahi, tekan perlahan ke arah posterior sehingga kemiringan kepala pada posis normal atau sedikit ekstensi (hindari hiperekstensi karena dapat menyumbat jalan napas)
o   Letakkan jari (bukan ibu jari) tangan yang lain pada tulang rahang bawah tepat di ujung dagu dan dorong keluar atas sambil mempertahankan manuver pertama. Hindari penekanan pada bagian lunak dagu karena dapat menyumbat jalan napas
·         Bila anak tidak sadar dan dicurigai cedera leher/ kepala, buka jalan napas dengan cara jaw thrust tanpa head tilt (setelah upaya imobilisasi leher/ kepala):
o   Posisi penolong di sisi atau di atas kepala
o   Letakkan 2-3 jari (tangan kiri dan kanan) pada masing-masing sudut posterior mandibula kemudian angkat dan dorong keluar
o   Bila posisi penolong di atas kepala, kedua siku penolong diletakkan pada lantai atau pada alas dimana korban diletakkan
o   Bila upaya ini belum membuka jalan napas, kombinasikan dengan head tilt dan membuka mulut (metode gerakan tripel)
o   Untuk cedera kepala / leher lakukan jaw thrust dengan imobilisasi leher
Lendir atau kotoran di dalam rongga mulut dibersihkan secara manual dengan jari (finger sweep) atau dilakukan penghisapan dengan alat penghisap.
Pipa orofaring dapat menahan lidah supaya tidak jatuh ke belakang menyumbat faring.
Intubasi endotrakea akan mempermudah bantuan ventilasi
Krikotomi merupakan akses jalan nafas terakhir bila intubasi endo trakea tidak dapat dikerjakan.
Trakeosrotomi dilakukan bila diperlukan terapi ventilator jangka lama
Bila tersedak, benda asing di rongga faring dapat diambil dengan forseps magill melalui penglihatan langsung atau dengan melakukan tepukan punggung bayi (back blow), hentakan dada (chest thrust) pada bayi < 1 tahun, manuver Heimlich atau hentakan subdiafragma-abdomen (abdominal thrust) pada anak yang lebih besar.
2. Bantuan pernafasan
Lihat, dengar dan rasakan adanya ventilasi yang efektif dengan cepat (dalam 3-5 detik)
Untuk bantuan pernafasan, cara terbaik memakai balon dan pipa endoktrakea (lebih disukai), atau balon dan masker.
Bila tidak bernapas lakukan napas buatan dengan cara:
Pasang sungkup sesuai ukuran sehingga dapat menutup mulut dan hidung
·         Sambil mempertahankan jalan napas lakukan tiupan napas denagn mulut atau balon resusitasi dengan frekuensi:
o   20 kali / menit pada bayi dan anak di bawah usia 8 tahun
o   30-60 kali/ menit pada neoanatus

Kadar O2 udara inspirasi dapat ditingkatkan dengan meletakkan pipa O2 ke sudut mulut sebayak 6-8 L/mnt.
Bila tidak ada respons terhadap bantuan ventilasi, mungkin ada kesalahan posisi penderita atau saluran nafas tersumbat benda asing.
Perlu diperhatikan pada tindakan diatas, dada mengembang secara simetris perlahan dan tidak diikuti perut yang mengembung

3.Sirkulasi

·         Penilaian sirkulasi dilakukandengan memeriksa denyut nadi setelah dilakukan 2-5 kali napas buatan
·         Pijat jantung dilakukan pada bradikardia atau henti jantung
·         Tempat pijatan pada 1/3 bagian bawah tulang dada denagn kedalaman 1/3 tebal dada
Pada  bayi < 1 th, tangan operator melingkari dada, dan ke-2 ibu jari diletakkan 1 jari di bawah garis antar-putting menekan dada sedalam 2 cm (two thumb technique), atau letakkan punggung bayi di atas telapak tangan dan gunakan 2 ujung jari tangan lainnya untuk kompresi sternum 1 jari dibawah garis antar putting sedalam 2 cm (two finger technique)
·         Pada anak < 8 tahun satu telapak tangan penolong diletakkan 1 jari di atas prosesus sipoideus, lakukan kompresi sedalam 2,5-4 cm Pada anak  > 8 tahun telapak tangan yang satu diletakkan di atas punggung tangan yang lainnya, 2 jari di atas prosesus sipoideus, kedalaman kompresi sternum 3,5-5 cm
·         Koordinasi antara pijat jantung dan napas buatan:
o   Neonatus: 3:1
o   Bayi dan anak < 8 tahun: 5:1
o   Anak > 8 tahun:
a.       satu penolong: 15:2
b.      dua penolong: 5:1
Efektivitas kompresi jantung dinilai dengan meraba denyut nadi karotis, brakialis, femoralis, atau umbilikalis (pada neonatus).

BANTUAN HIDUP LANJUT

Lakukan pemasangan akses intravena untuk memasukan obat-obat resusitasi
Akses intravena
Pemasangan dimulai di vena kulit kepala (pada bayi) atau vena perifer. Akses vena sentral berguna pada kasus renjatan, biasanya pada vena jugularis eksterna atau vena femoralis. Bila akses permutan gagal lakukan  seksio v. safena magna atau v. femoralis. Pada kasus yang mengancam jira, infus intra oseus harus dicoba bila akses vena perifer Belem dipasang dalam 90 detik atau 3 kali tusukan , lokasi terbaik hádala tibia, walaupun dapat dipasang pada  fémur atau  krista iliaka.
Atasi penyebab henti kardiorespirasi
Tindakan ini penting terutama pada hipotermia, renjatan, disritmia, tekanan intrakranial ­, atau kegagalan pompa jantung.

Terapi Farmakologi
Obat-obatan
Pilihan pertama
Tujuan awal pengobatan pada penderita henti kardiorespirasi adalah mengatasi hiposekmia, asidosis, hipotensi, dan meningkatkan denyut jantung. Setiap kali selesai memberikan obat melalui vena pariver, saluran infus harus dibilas (bolus) dengan 5 mL NaCl fisiologis dan mengangkat ekstremitas beberapa saat untuk mendorong obat masuk kedalam sirkulasi sentral. Kalsium dan bikarbonat akan mengendap bila dicampurkan, dan larutan alkali kuat akan menginaktifkan epinefrin, dopamin, serta isoproterenol.
Jalur alternatif bila akses vena sulit didapat adalah melalui pipa endotrakeal, sehingga obat diabsorbsi melalui permukaan kapiler saluran napas bawah. Namun jalur ini terbatas untuk obat yang larut dalam lemak (epinefrin, atropin, lidokain, dan nalokson).

1.      Oksigen
Berikan inspirasi O2 maksimum pada semua henti kardiorespirasi. Sebagian besar pasien yang memerlukan RJP juga membutuhkan jalan napas yang patut melalui intubasi trakea. Berikan oksigen 100% selama ventilasi dengan kantong-katup-sungkup (bag-valve-mask=BVM) dan setelah itu lakukan intubasi. Oksigenasi harus didahulukan sebelum pemberian obat-obatan intravena dan defibrilasi atau kardioversi
2.      Epinefrin
Diberikan pada keadaan henti jantung, bradikardia, simtomatik yang tidak berespons terhadap bantuan ventilasi, pemberian O2, dan hipotensi yang tidak berhubungan dengan deplesi volume cairan. Efek adrenergik alfa (vasokonstriktor) akan meningkatkan resistensi vaskular sistemik dan tekanan darah sisitole/diastole. Efek adrenergik beta meningkatkan kontraktilitas miokardium dan denyut jantung. Dosis awal i.v. atau intra oseus 0,01 mg/kgbb (0,1 mL/kgbb larutan standar 1:1.000), dilarutkan sampai 3-5 mL dengan larutan NaCl fisiologis.
3.      Bikarbonat
Hanya diberikan bila terjadi henti jantung yang lama (10 mnt), krisis hipertensi pulmonal, hiperkalemia, atau asidosis metabolik yang berhubungan dengan disfungsi organ (disritmia, disfungsi miokardium, hipotensi). Bikarbonat diberikan bila sudah terdapat pernafasan yang adekuat (spontan atau bantuan)
Dosis 0,5 mEq/kgbb pada anak, diberikan sekali pada saat permulaan resusitas. Bila hasil AGD tidak ada, dosis dapt diulang 0,5 mEq/kgbb tiap 10 mnt infus lambat (1-2 mnt).

   Defisit bikarbonat = (HCO3 normal – HCO3 sekarang) x 50% x BB total (L)

Penggunaan berlebihan dapat menyebabkan alkalosis metabolik, hiperkapnia, hipokalemia, hipernatremia, hiperosmalelitas, asidosis paradoksal intraselular, kontraktilitas miokardium ¯, dan ­ pelepasan O2 dari Hb ® kematian tinggi
4.      Cairan intravena
Bila anak tidak memberikan respons terhadap oksigenasi, ventilasi, kompresi jantung, dan epinefrin, berikan bolus larutan NaCl fisologis. Pemberian bolus kristaloid secepat mungkin (20 ml/kgbb), NaCl fisiologis atau ringger laktat dalam waktu <20 mnt pada anak yang mengalami henti jantung pra rumah sakit dengan sebab yang tidak diketahui.
Pada anak yang mengalami hipovolemia dapat pula diberikan bolus 10 mL/kgbb koloid (plasma, albumin 5%, darah, atau larutan koloid sintetik seperti hydroxy ethyl starch (HES), gelatin, dekstran 40 dan 60, atau kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer laktat) (lihat bab renjatan)
5.      Glukosa
Hipoglikemia sekunder karena stres sering terjadi pada anak henti kardiorespirasi, sedangkan pada bayi sebagai penyebab utama. Bila kadar gula darah< 40 mg/dL pada anak, < 30 mg/dL pada neonatus atau < 20 mg/dL pada bayi prematur, harus diberikan bolus dekstrosa  0,25 g/kgbb (2,5 mL/kgbb dekstrosa 10% atau 1 mL/kgbb dekstrosa 25%), diikuti infus dekstrosa 10% sebanyak 1,5 kali kebutuhan rumatan.

Obat-obatan pilihan
1.      Antropin
·         Pencegahan/pengobatan bradikardia karena karena refleks vagus
·         Pengobatan bradikardia simtomatik (denyut jantung < 60X/mnt yang berhubungan dengan perfusi yang buruk  atau hipotensi) yang tidak memberi respons terhadap oksigenasi, ventilasi, dan epinefrin
·         Dosis 0,02 mg/kg/kali, i.v., atau endotrakeal, min 0,10 mg, maks. 0,5 mg (remaja 1mg), diulang tiap 5 mnt(total maks. Pada anak 1 mg dan remaja 2 mg)
2.      Lidokain 2%
·         Pada fibrilasi/takikardia ventikuler simtomatik
·         Dosis awal 1 mg/kgbb 9bolus) i.v. atau endotrakeal. Bila belum teratasi à infus kontinyu (120 mL lidokain dalam 100 mL dekstrosa 5%. Kecepatan 1-2.5 mL/kgbb/jam = 20-50 mcg/kgbb/mnt)
3.      Kalsium
·         Pada tersangka/terbukti hipokalsemia, hiperkalemia, hipermagnesimia dan overdosis calcium channel blocker
·         Jangan diberikan rutin selama resusitas
·         Pamberian i.v. cepat dapat menyebabkan bradikardia atau asistole
·         Dosis Ca klorida 10%: 20-25 mg/kgbb (0,2-0,25 mL/kgbb          i.v. perlahan-lahan
4.      Dopamin
·         Sebagai obat inotropik untuk mengatasi curah jantung rendah persisten yang refrakter terhadap terapi cairan
·         Pengobatan hipotensi, perfusi perifer yang buruk, atau renjatan dengan volume intravaskular yang cukup, dan irama jantung yang stabil
·         Dapat menyebabkan takiaritmia dan tidak boleh diberiakn bersama larutan Na bikarbonat
·         Dosis 2-20 mg/kgbb/mnt, dosis awal 5-10 mg/kgbb/mnt dititrasi sampai tercapai efek yang diinginkan. Bila tidak berhasil, pikirkan pemakaian obat adrenergik lain, misalnya infus epinefrin (drip)
·         Dosis rendah (2-5 mg/kgbb/mnt) dapat meningkatkan aliran darah ke ginjal, splangnik, koroner, dan serebral melalui stimulasi reseptor dopaminergik.
·         Bila > 10 mg/kgbb/mnt, akan meningkatkna vasokontriksi karena efek adrenergik alfa dan mungkin menurunkan pasokan O2 ke jaringan.
·         Dosis > 20 mg/kgbb/mnt à menyebabkan  aritmania (aritmogenik)
5.      Dobutamin
·         Merupakan obat inotropik yang efektif dengan efek minimal terhadap denyut jantung dan vasokontriksi parifer. Anak sering memerlukan dosis tinggi untuk mencapai perubahan nyata pada tekanan arterial rata-rata atau curah jantung
·         Pengobatan renjatan, terutama bila terdapat resistensi vaskular sistemik yang tinggi (misalnya gagal jantung kongestif atau renjetan kardiogenik), volume intravaskular adekuat, dan normotensi
·         Paling efektif untuk gagal jantung kongestif berat atau renjetan kardiogenik, terutama bila disebabkan oleh kardiomiopati
·         Dapat menyebabkan/memperbeat hipotensi à takiaritmia
·         Dosis 5-20 mg/kgbb/mnt, dosis awal 5-10 mg/kgbb/mnt, ditingkatkan secara bertahap sebesar 2-5 mg/kgbb/mnt sampai dosis maksimum
6.      Isoproterenol
·         Merupakan agonis adrenergik beta murni à tekanan darah diastole ¯
·         Pengobatan bradikardia yang disebabkan heart block yang tidak responsif terhadap atropin (atau segera timbul kembali setelah pemberian atropin)
·         Dapat difikirkan untuk bradukardia simtomatik yang tidak responsif terhadap oksigenasi, ventilasi, epinefrin
·         Dosis 0,1-1 mg/kgbb/mnt, dititrasi ditingkatkan bertahap 0,1 mg/kgbb/mnt sampai efek yang diinginkan tercapai (hentikan pemberian bila timbul takikardia > 200 x/mnt atau disritmia)
·         Jangan diberiakn dalam lrutan alkali atau sebelumnya telah mendapat epinefrin
7.      Norepinefrin
·         Merupakan agonis adrenoseptor a dan b (terutama b-1)
·         Meningkatkan tekanan darah pada hipotensi yang tidak berespons terhadap resusitas cairan dan pemberian dopamin/dobutamin
·         Pada syok septik akan meningkatkan tekanan darah dan resistensi vaskular sistemik tanpa banyak mempengaruhi curah jantung, serta meningkatkan kontaraksi miokardium
·         Dosis 0,05 mg/kgbb/mnt ditingkatkan bertahap tiap 15 mnt sampai 0,15 mg/kgbb/mnt dikombinasikan dengan 
·         dobutamin 5 mg/kgbb/mnt untuk meningkatkan tekanan darah, perfusi ginjal dan splangnik

Kejutan Listrik (defibrilasi)
1.      Jarang digunakan pada anak, akan tetapi bila diperlukan akan dapat menyelamatkan nyawa pada penderita pasca operasi jantung dan korban tenggelam dalam hipotermia berat(< 300C). Defibrilasi tanpa pemantulan EKG tidak dianjurkan.
2.      Untuk fibrilasi ventrikel/takikardia ventrikel dengan nadi tidak teraba (pulseless)
§  Diberikan 2 joule/kgbb dengan unsynchronize mode. Bila tidak berhasil à bolus lidokain 1 mg/kgbb i.v. ulang defibrilasi setiap 30 –60 detik dengan dosis 2-4 joule/kgbb
§  Dapat dicoba bretilium tosilat 5 mg/kgbb i.v dosis pertama, dan 10 mg/kgbb dosis ke 2 untuk kasusu refrakter (bila lidokain tidak berhasil mengembalikan irama sinus)
3.      Untuk takikardia ventrikel dengan hemodinamik tidak stabil/takiaritmia (takikardia supraventikular, takikardia ventrikular, fibrilasi atrial, atau geletar atrial) diberikan kardioversi, dengan dosis 0,5 joule/kgbb synchronize mode, bila tidak berhasil, berikan bolus lidokain 1 mg/kgbb, dan dosis kardioversi dapat dinaikkan bertahap sampai dosis maksimum 1 joule/kgbb

Evaluasi dan Pemantauan
1.      Setelah melakukan ventilasi dan kompresi 1 mnt (10siklus pada bayi/anak kecil, 4 siklus pada anak lebih besar/dewasa), evaluasi lagi nadi (5-10 detik). Jika tidak ada nadi, mulai lagi dengan ventilasi diikuti kompresi jantung. Jika denyut nadi ada, periksa pernafasan (3-5 detik): jika bernafas, awasi secara ketat Jika tidak bernafas, brikan ventilasi 20xmnt pada bayi atau anak kecil, 12x/mnt pada anak > 8 th atau dewasa dan awasi denyut nadi secara ketat. Jika resusitas dilanjutkan, evaluasi ulang respirasi dan nadi tiap beberapa mnt. Jangan menghentikan resusitas lebih dari 7 detik kecuali dalam keadaan tertentu
2.      Pada saat evaluasi, pemimpin resusitas memberikan instruksi untuk menyiapkan dan melakukan intubasu endotrakeal bila belum ada nafas spontan, memasang akses vena, menyiapkan/memberikan obat-obatan, memasang monitor EKG, dan menyiapkan defibrilator
3.      Bila ventilasi tidak efektif karena distensi lambung, dekompresi harus dilakukan dengan memakai pipa oro/nasogastrik, atau memiringkan penderita (dalam poisis pemulihan/setengah telungkup), kemudian berikan tekanan pada epigastrium
4.      Pemantauan resusitas meliputi inspeksi, parpasi dan auskultasi; dimulai dengan melihat gerakan dinding dada selama ventilasi, meraba nadi pada saat kompresi jantung, dan auskultrasi dinding dada selama ventilasi. Bila denyut jantung telah timbul kembali, harus dilanjutkan dengan pemantauan EKG dan tekanan darah dengan sfigmomanometer air raksa atau alat doppler
5.      Bila warna kulit anak sudah kemabali normal menunjukkan curah jantung sudah kembali adekuat, kompresi jantung sudah dapat dihentikan walaupun nadi tidak teraba (palpasi nadi sering tidak akurat karena vasokonstriksi yang timbul akibat pemberian epinefrin atau obat agonis adrenergik alfa lain), Ventulasi harus dialnjutkan pada anak yang megap-megap karena pernafasannya belum adekuat.
6.      Pada bayi/anak kecil pemeriksaan suhu rektal sangat penting karena sering terjadi hipitermia yang akan menggangu resusitas. Pengambiln darah harus dialakukan secepat mungkin untuk analisis gs, elektrolit, glukosa dan penapisan keracuan
7.      Bila denyut jantung telah timbul kembali, pulse oxymetri dapat dipakai untuk memantau saturasi O2 dan curah jantung. Jalur arteri (biasanya aradialis) dapat dipasang perkutan atau melaui seksio(cutdown) untuk memantau tekanan darah berkesinambungan dan pengambilan bahan pemerikasaan darah. Akses vena sentral melalui v. jugularis eksterna atau v. femoralis dapat dipakai untuk pemantaun hemodinamik dan berguna untuk penata laksanaa renjatan

Stabilisasi
1.      Bila denyut jantung telah teraba, sangat penting untuk mencegah kerusakan akibat asfiksia sekunder atau yang sedang berlangsung dengan mempertahankan ventilasi dan perfusi, Bila mungkin berikan O2 dengan aliran tinggi, lakukan foto toraks, dan analisis gas darah. Pastikan semua semua pipa dan saluran infus terpasang dengan baik
2.      Perawatan intensif harus segera dilakukan untuk mengurangi kerusakan SSP yang mungkin terjadi. Penyebab henti kardiorespirasi yang sudah diketahui harus segera diobati

Menghentikan resusitasi
1.      Harus difikirkan bila curah jantung tidak ditemukan kembali sesudah dilakukan pembebasan jalan nafas, bantuan pernafasan dan sirkulasi serta telah diberikan obat-obatan resusitas yang adekuat. Bila otot jantung tidak respons terhadap 3 dosis pertama epinefrin walaupun dengan dukungan oksigenaasi dan ventilasi yang optimal (biasanya 25-30 mnt sesudah resusitas dimulai), resusitas biasanya tidak berhasil.
2.      Resusitas tidak dilakukan pada stadium terminal suatu penyakit atau penderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Bila ragu resusitas kardiopulmonal harus segera dimulai, tidak ada waktu unutk berdiskusi atau berkonsultasi
3.      Penghentian resusitas harus berdasarkan adanya kematian jantung, bukan kematian otak
4.      Kematian jantung terjadi bila denyut jantung tidak dapat dikembalikan walaupun dengan usaha maksimum selama 30 mnt

Resusitasi darurat dapat dihentikan bila
Sirkulasi/ ventilasi sudah kembali lagi (membaik)
Resusitas sudah diambil alih oleh dokter
Terlalu rendah
Stadium terminal suatu penyakit
Denyut nadi tidak ada  ½-1 jamsebelum resusiatas  (diketahui kemudian, pada keadaan normotermia tanpa RJP)

Pengakhiran resusitas dapat dilakuakn pada keadaan
Pasien dinyatakan meninggal, yaitu bila:
Tetap tidak sadar, tidak timbul pernafasan spontan, tidak ada refleks menelan (gag reflex), dan pupil dialtasi selama > 15-30 mnt resusitas (mati otak), atau
Terdapt tanda-tanda mati jantung, yaitu asistole ventrikular yang menetap sesudah 30 mnt resusitas dengan terapi adekuat (langkah ABC resusitas)

PROGNOSIS

Bergantung pada penyakit/ kelainan yang mendasarinya dan kecepatan mendapat resusitas

SURAT PERSETUJUAN

Dilakukan sesegera mungkin sementara resusitasi terus dikerjakan

No comments:

Post a Comment