RESUSITASI
KARDIOPULMONAL
BATASAN
Resusitasi
adalah segala bentuk usaha yang dilakukan terhadap orang yang berada dalam
keadaan gawat atau kritis untuk mencegah terjadinya kematian.
Resusitasi
terdiri atas bantuan hidup dasar dan lanjut.
- Bantuan hidup dasar adalah proses pemberian oksigen dan ventilasi
untuk memulihkan henti jantung, terdiri
dari pembebasan jalan
napas, pernapasan, dan sirkulasi.
- Bantuan hidup lanjut adalah cara invasif untuk menstabilkan bayi
dan
anak, dimulai dari pemberian cairan intravena sampai
dukungan kardiopulmonal buatan secara total.
Gawat adalah keadaan yang berkenaan dengan suatu
penyakit atau kondisi akit yang lain, terdapat bahaya kematian.
Darurat adalah keadaan yang terjadi tiba-tiba dan
tidak diperkirakan sebelumnya, suatu kecelakaan, kebutuhan yang segera, atau
mendesak.
ETIOLOGI KASUS PEDIATRI GAWAT DARURAT
1. Gawat darurat jantung, paru dan otak
Gagal
jantung, fibrilasi ventrikel primer, henti jantung primer, dan kelainan iarama
jantung, gagal nafas, anoksia alveolar, asfiksia, status asmatikus, henti nafas
primer, dan obstruksi saluran nafas, hipoksia, iskemia dan edema otak,
perdarahan intrakranial, dan tekanan tinggi intrakranial.
2. Gawat darurat homeostatis
Gangguan keseimbangan air elektrolit, asam basa
dan metabolik, renjatan, dan gagal ginjal.
3. Gawat darurat perdarahan
Kelainan trombosit, pembuluh darah, dan faktor
pembekuan
4. Gawat darurat khusus
Kejang, keracunan, penurunan kesadaran, abdomen
akut, kecelakaan an trauma kepala, tenggelam, tersedak benda asing, sengatan
listrik, luka bakar, heat stroke, hipo/ hipertermia.
Penyebab henti kardiorespirasi tersering pada anak adalah trauma, infeksi,
aspirasi benda asing, sindrom kematian bayi mendadak, kekurangan volume cairan
intravaskular, sepsis, dan meningitis
Henti jantung primer anak jarang terjadi dan dapat disebabkan oelh penyakit
jantung bawaan, miokarditis, atau distrimia. Pada umumnya henti jantung pada
anak terjadi sekunder setelah henti nafas primer.
Kebanyakan penderita < 1 tahun, angka kematian lebih dari 75% bila
kejadian dimulai di luar rumah sakit.
Pencegahan, pengenalan, dan intervensi dini ginjal nafas dan henti
sirkulasi harus selalu diperhatikan.
PATOFISIOLOGI
Kolaps sirkulasi selama hanti jantung menghambat perfusi ke jaringan otak
dan organ lainnya, menyebabkan kerusakan ireversibel pada organ-organ vital.
Tanpa ventilasi adekuat, O2 dalam darah sangat cepat dikonsumsi dan
tidak dapat diperbaharui. Kesadaran ¯ timbul sesudah anoksia berlangsung 10-20 detik.
Respons jantung pertama adalah takikardia dan hipertensi. Sesudah 60-90 detik,
mekanisme kompensasi akan gagal, denyut jantung melambat à hipotensi. Asistole akan timbul sesudah
anoksia 3-5 mnt. Oleh karena itu resusitasi kardiopulmal akan berhasil baik
bila dilakukan dalam 4 menit sejak terjadinya henti jantung, kemudian diberikan
bantuan hidup lanjut dalam waktu 8 mnt sesudah henti jantung.
KRITERIA DIAGNOSIS
1. Gejala umum dapat berupa kelelahan dan
berkeringat banyak
2. Disfungsi pernafasan
Sianosis, pernafasan cuping hidung, retraksi
dinding dada, merintih (grunting), suara pernafasan ¯/ tidak terdengar, mengi, takipnea, dan
apnea
3. Disfungsi serebral
Agitasi, gelisah, bingung, sakit kepala, tidak ada
respons terhadap rangsang fisik, kejang dan koma
4. Disfungsi kardiovaskular
Takikardia, hipertensi, bradikardia, hipotensi,
kolaps perifer, dan henti jantung
5. Laboratorium: AGD
a. Hipoksemia
PaO2 neonatus < 40-50
mmHg, anak < 50-60 mmHg
b. Hiperkapnia
PaCO2 neonatus > 60-65
mmHg, anak > 55-60 mmHg
c. Asidosis metabolik/ respiratorik (pH
> 7,35)
Catatan
Penderita tersangka henti kardiopulmonal perlu
pemeriksaan pernafasan dan nadi yang segera. Mula-mula yakinkan bahwa jalan
nafas terbuka, lihat gerakan nafas pada dinding dada, dan dengarkan suara
pernafasan untuk menentukan apakah ada ventilasi atau tidak
Jika tidak ada aktivitas ventilasi, lakukan
ventilasi awal 5x, rabalah nadi (arteri brakialis atau arteri femoralis pada
bayi < 1 tahun, arteri karotis pada anak > 1 tahun). Bila nadi tidak
teraba/ sangat lambat pada penderita hanti nafas dan tidak sadar à segera lakukan resusitasi
kardiopulmonal.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
AGD
PENYULIT
Tergantung kelainan yang
mendasarinya dan kecepatan serta ketepatan mendapat resusitasi
PENATALAKSANAAN RESUSITASI
Dasar penatalaksanaan resusitasi
pada bayi dan mengikuti format ABC pada orang dewasa
A.
Membebaskan jalan nafas
B.
Bantuan pernafasan
C.
Bantuan sirkulasi
D.
Pemberian obat-obatan
E.
Kejutan listrik (defibrilasi)
Pastikan
adanya henti kardiopulmonal, letakkan penderita dalam posisi netral di atas
permukaan yang keras dan rata, upayakan supaya leher stabil, bebaskan jalan
nafas, berikan ventilasi dengan O2 100% (bila mungkin), berikan
kompresi jantung, masukkan obat-obatan dan cairan yang sesuai, dan berikan
energi dengan dosis yang benar untuk defibrilasi (bila ada indikasi)
Pemberian O2,
cairan, dan obat-obatan memerlukan pendekatan yang terorganisasi. Bila
hanya ada seorang dokter. Lakukan
prosedur berurutan, delegasikan tindakan yang mungkin dikerjakan oleh paramedis
yang terlatih. Bila terdapat lebih dari seorang dokter memungkinkan beberapa
tindakan dikerjakan simultan dan harus ada yang bertindak sebagai pemimpin
resusitasi. Pemimpin bertanggung jawab dalam hal penanganan jalan nafas, memberi
instruksi pemberian obat, dan mendelagasikan pekerjaan lain kepada anggota yang
lain, meliputi akses vaskular, mengambil contoh darah, dan mencatat keterangan
penderita.
PROTOKOL RESUSITASI
Urutan tindakan resusitasi
dimulai dengan menentukan apakah penderita tidak sadar, memanggil bantuan,
meletakan penderita di atas permukaan yang keras dan datar (papan resusitasi),
bebaskan jalan nafas , pastikan tidak bernafas, memberikan 5x ventilasi awal,
memastikan tidak ada denyut nadi, dan kompresi jantung
Bantuan hidup dasar
1.Pembebasan jalan napas
·
Bila tidak ada cedera kepala atau leher, buka
jalan napas dengan cara head tilt atau chin lift:
o Letakkan
satu tangan pada dahi, tekan perlahan ke arah posterior sehingga kemiringan
kepala pada posis normal atau sedikit ekstensi (hindari hiperekstensi karena
dapat menyumbat jalan napas)
o
Letakkan jari (bukan ibu jari) tangan yang lain
pada tulang rahang bawah tepat di ujung dagu dan dorong keluar atas sambil
mempertahankan manuver pertama. Hindari
penekanan pada bagian lunak dagu karena dapat menyumbat jalan napas
·
Bila
anak tidak sadar dan dicurigai cedera leher/ kepala, buka jalan napas dengan
cara jaw thrust tanpa head tilt (setelah upaya imobilisasi leher/
kepala):
o
Posisi
penolong di sisi atau di atas kepala
o
Letakkan
2-3 jari (tangan kiri dan kanan) pada masing-masing sudut posterior mandibula
kemudian angkat dan dorong keluar
o
Bila
posisi penolong di atas kepala, kedua siku penolong diletakkan pada lantai atau
pada alas dimana korban diletakkan
o
Bila
upaya ini belum membuka jalan napas, kombinasikan dengan head tilt dan
membuka mulut (metode gerakan tripel)
o
Untuk
cedera kepala / leher lakukan jaw thrust dengan imobilisasi leher
Lendir atau kotoran di dalam rongga mulut
dibersihkan secara manual dengan jari (finger sweep) atau dilakukan
penghisapan dengan alat penghisap.
Pipa orofaring dapat menahan lidah supaya tidak
jatuh ke belakang menyumbat faring.
Intubasi endotrakea akan mempermudah bantuan
ventilasi
Krikotomi merupakan akses jalan nafas terakhir
bila intubasi endo trakea tidak dapat dikerjakan.
Trakeosrotomi dilakukan bila diperlukan terapi
ventilator jangka lama
Bila tersedak, benda asing di rongga faring dapat
diambil dengan forseps magill melalui penglihatan langsung atau dengan
melakukan tepukan punggung bayi (back blow), hentakan dada (chest thrust) pada
bayi < 1 tahun, manuver Heimlich atau hentakan subdiafragma-abdomen
(abdominal thrust) pada anak yang lebih besar.
2. Bantuan pernafasan
Lihat, dengar dan rasakan adanya ventilasi yang
efektif dengan cepat (dalam 3-5 detik)
Untuk bantuan pernafasan, cara terbaik memakai
balon dan pipa endoktrakea (lebih disukai), atau balon dan masker.
Bila tidak bernapas lakukan napas buatan dengan
cara:
Pasang
sungkup sesuai ukuran sehingga dapat menutup mulut dan hidung
·
Sambil
mempertahankan jalan napas lakukan tiupan napas denagn mulut atau balon
resusitasi dengan frekuensi:
o
20
kali / menit pada bayi dan anak di bawah usia 8 tahun
o
30-60 kali/ menit pada neoanatus
Kadar O2 udara inspirasi dapat
ditingkatkan dengan meletakkan pipa O2 ke sudut mulut sebayak 6-8
L/mnt.
Bila tidak ada respons terhadap bantuan ventilasi,
mungkin ada kesalahan posisi penderita atau saluran nafas tersumbat benda
asing.
Perlu diperhatikan pada tindakan diatas, dada
mengembang secara simetris perlahan dan tidak diikuti perut yang mengembung
3.Sirkulasi
·
Penilaian
sirkulasi dilakukandengan memeriksa denyut nadi setelah dilakukan 2-5 kali
napas buatan
·
Pijat
jantung dilakukan pada bradikardia atau henti jantung
·
Tempat
pijatan pada 1/3 bagian bawah tulang dada denagn kedalaman 1/3 tebal dada
Pada bayi
< 1 th, tangan operator melingkari dada, dan ke-2 ibu jari diletakkan 1 jari
di bawah garis antar-putting menekan dada sedalam 2 cm (two thumb technique),
atau letakkan punggung bayi di atas telapak tangan dan gunakan 2 ujung jari
tangan lainnya untuk kompresi sternum 1 jari dibawah garis antar putting
sedalam 2 cm (two finger technique)
·
Pada
anak < 8 tahun satu telapak tangan penolong diletakkan 1 jari di atas
prosesus sipoideus, lakukan kompresi sedalam 2,5-4 cm Pada anak > 8 tahun telapak tangan yang satu
diletakkan di atas punggung tangan yang lainnya, 2 jari di atas prosesus
sipoideus, kedalaman kompresi sternum 3,5-5 cm
·
Koordinasi
antara pijat jantung dan napas buatan:
o
Neonatus: 3:1
o
Bayi dan anak < 8 tahun: 5:1
o
Anak > 8 tahun:
a.
satu penolong: 15:2
b.
dua penolong: 5:1
Efektivitas kompresi jantung dinilai dengan meraba
denyut nadi karotis, brakialis, femoralis, atau umbilikalis (pada neonatus).
BANTUAN HIDUP LANJUT
Lakukan pemasangan akses intravena untuk memasukan obat-obat resusitasi
Akses intravena
Pemasangan dimulai di vena kulit kepala (pada
bayi) atau vena perifer. Akses vena sentral berguna pada kasus renjatan,
biasanya pada vena jugularis eksterna atau vena femoralis. Bila akses permutan
gagal lakukan seksio v. safena magna
atau v. femoralis. Pada kasus yang mengancam jira, infus intra oseus harus
dicoba bila akses vena perifer Belem dipasang dalam 90 detik atau 3 kali
tusukan , lokasi terbaik hádala tibia, walaupun dapat dipasang pada fémur atau
krista iliaka.
Atasi penyebab henti kardiorespirasi
Tindakan ini penting terutama pada hipotermia,
renjatan, disritmia, tekanan intrakranial , atau kegagalan pompa jantung.
Terapi Farmakologi
Obat-obatan
Pilihan pertama
Tujuan awal pengobatan pada penderita henti
kardiorespirasi adalah mengatasi hiposekmia, asidosis, hipotensi, dan
meningkatkan denyut jantung. Setiap kali selesai memberikan obat melalui vena
pariver, saluran infus harus dibilas (bolus) dengan 5 mL NaCl fisiologis dan
mengangkat ekstremitas beberapa saat untuk mendorong obat masuk kedalam
sirkulasi sentral. Kalsium dan bikarbonat akan mengendap bila dicampurkan, dan
larutan alkali kuat akan menginaktifkan epinefrin, dopamin, serta
isoproterenol.
Jalur alternatif bila akses vena sulit didapat
adalah melalui pipa endotrakeal, sehingga obat diabsorbsi melalui permukaan
kapiler saluran napas bawah. Namun jalur ini terbatas untuk obat yang larut
dalam lemak (epinefrin, atropin, lidokain, dan nalokson).
1.
Oksigen
Berikan inspirasi O2 maksimum pada
semua henti kardiorespirasi. Sebagian besar pasien yang memerlukan RJP juga
membutuhkan jalan napas yang patut melalui intubasi trakea. Berikan oksigen
100% selama ventilasi dengan kantong-katup-sungkup (bag-valve-mask=BVM)
dan setelah itu lakukan intubasi. Oksigenasi harus didahulukan sebelum
pemberian obat-obatan intravena dan defibrilasi atau kardioversi
2. Epinefrin
Diberikan pada keadaan henti jantung, bradikardia,
simtomatik yang tidak berespons terhadap bantuan ventilasi, pemberian O2,
dan hipotensi yang tidak berhubungan dengan deplesi volume cairan. Efek
adrenergik alfa (vasokonstriktor) akan meningkatkan resistensi vaskular
sistemik dan tekanan darah sisitole/diastole. Efek adrenergik beta meningkatkan
kontraktilitas miokardium dan denyut jantung. Dosis awal i.v. atau intra oseus
0,01 mg/kgbb (0,1 mL/kgbb larutan standar 1:1.000), dilarutkan sampai 3-5 mL
dengan larutan NaCl fisiologis.
3.
Bikarbonat
Hanya diberikan bila terjadi henti jantung yang
lama (10 mnt), krisis hipertensi pulmonal, hiperkalemia, atau asidosis
metabolik yang berhubungan dengan disfungsi organ (disritmia, disfungsi
miokardium, hipotensi). Bikarbonat diberikan bila sudah terdapat pernafasan
yang adekuat (spontan atau bantuan)
Dosis 0,5 mEq/kgbb pada anak, diberikan sekali
pada saat permulaan resusitas. Bila hasil AGD tidak ada, dosis dapt diulang 0,5 mEq/kgbb tiap 10 mnt infus
lambat (1-2 mnt).
Defisit bikarbonat = (HCO3 normal – HCO3 sekarang)
x 50% x BB total (L)
Penggunaan berlebihan dapat menyebabkan alkalosis
metabolik, hiperkapnia, hipokalemia, hipernatremia, hiperosmalelitas, asidosis
paradoksal intraselular, kontraktilitas miokardium ¯, dan pelepasan O2 dari Hb ® kematian tinggi
4.
Cairan intravena
Bila anak tidak memberikan respons terhadap
oksigenasi, ventilasi, kompresi jantung, dan epinefrin, berikan bolus larutan
NaCl fisologis. Pemberian bolus kristaloid secepat mungkin (20 ml/kgbb), NaCl
fisiologis atau ringger laktat dalam waktu <20 mnt pada anak yang mengalami
henti jantung pra rumah sakit dengan sebab yang tidak diketahui.
Pada anak yang mengalami hipovolemia dapat pula
diberikan bolus 10 mL/kgbb koloid (plasma, albumin 5%, darah, atau larutan
koloid sintetik seperti hydroxy ethyl starch (HES), gelatin, dekstran 40
dan 60, atau kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer laktat) (lihat bab renjatan)
5.
Glukosa
Hipoglikemia sekunder karena stres sering terjadi
pada anak henti kardiorespirasi, sedangkan pada bayi sebagai penyebab utama.
Bila kadar gula darah< 40 mg/dL pada anak, < 30 mg/dL pada neonatus atau
< 20 mg/dL pada bayi prematur, harus diberikan bolus dekstrosa 0,25 g/kgbb (2,5 mL/kgbb dekstrosa 10% atau 1
mL/kgbb dekstrosa 25%), diikuti infus dekstrosa 10% sebanyak 1,5 kali kebutuhan
rumatan.
Obat-obatan pilihan
1. Antropin
·
Pencegahan/pengobatan
bradikardia karena karena refleks vagus
·
Pengobatan
bradikardia simtomatik (denyut jantung < 60X/mnt yang berhubungan dengan
perfusi yang buruk atau hipotensi) yang
tidak memberi respons terhadap oksigenasi, ventilasi, dan epinefrin
·
Dosis
0,02 mg/kg/kali, i.v., atau endotrakeal, min 0,10 mg, maks. 0,5 mg (remaja
1mg), diulang tiap 5 mnt(total maks. Pada anak 1 mg dan remaja 2 mg)
2. Lidokain 2%
·
Pada
fibrilasi/takikardia ventikuler simtomatik
·
Dosis
awal 1 mg/kgbb 9bolus) i.v. atau endotrakeal. Bila belum teratasi à infus kontinyu (120 mL lidokain dalam 100
mL dekstrosa 5%. Kecepatan 1-2.5 mL/kgbb/jam = 20-50 mcg/kgbb/mnt)
3. Kalsium
·
Pada
tersangka/terbukti hipokalsemia, hiperkalemia, hipermagnesimia dan overdosis calcium
channel blocker
·
Jangan
diberikan rutin selama resusitas
·
Pamberian
i.v. cepat dapat menyebabkan bradikardia atau asistole
·
Dosis
Ca klorida 10%: 20-25 mg/kgbb (0,2-0,25 mL/kgbb i.v. perlahan-lahan
4. Dopamin
·
Sebagai
obat inotropik untuk mengatasi curah jantung rendah persisten yang refrakter
terhadap terapi cairan
·
Pengobatan
hipotensi, perfusi perifer yang buruk, atau renjatan dengan volume
intravaskular yang cukup, dan irama jantung yang stabil
·
Dapat
menyebabkan takiaritmia dan tidak boleh diberiakn bersama larutan Na bikarbonat
·
Dosis
2-20 mg/kgbb/mnt, dosis awal 5-10 mg/kgbb/mnt dititrasi sampai tercapai efek
yang diinginkan. Bila tidak
berhasil, pikirkan pemakaian obat adrenergik lain, misalnya infus epinefrin
(drip)
·
Dosis
rendah (2-5 mg/kgbb/mnt) dapat meningkatkan aliran
darah ke ginjal, splangnik, koroner, dan serebral melalui stimulasi reseptor
dopaminergik.
·
Bila
> 10 mg/kgbb/mnt, akan meningkatkna
vasokontriksi karena efek adrenergik alfa dan mungkin menurunkan pasokan O2
ke jaringan.
·
Dosis
> 20 mg/kgbb/mnt à menyebabkan
aritmania (aritmogenik)
5. Dobutamin
·
Merupakan
obat inotropik yang efektif dengan efek minimal terhadap denyut jantung dan
vasokontriksi parifer. Anak sering memerlukan dosis tinggi untuk mencapai
perubahan nyata pada tekanan arterial rata-rata atau curah jantung
·
Pengobatan
renjatan, terutama bila terdapat resistensi vaskular sistemik yang tinggi
(misalnya gagal jantung kongestif atau renjetan kardiogenik), volume
intravaskular adekuat, dan normotensi
·
Paling
efektif untuk gagal jantung kongestif berat atau renjetan kardiogenik, terutama
bila disebabkan oleh kardiomiopati
·
Dapat
menyebabkan/memperbeat hipotensi à takiaritmia
·
Dosis
5-20 mg/kgbb/mnt, dosis awal 5-10 mg/kgbb/mnt, ditingkatkan secara bertahap
sebesar 2-5 mg/kgbb/mnt sampai dosis maksimum
6. Isoproterenol
·
Merupakan
agonis adrenergik beta murni à tekanan darah diastole ¯
·
Pengobatan
bradikardia yang disebabkan heart block yang tidak responsif terhadap
atropin (atau segera timbul kembali setelah pemberian atropin)
·
Dapat
difikirkan untuk bradukardia simtomatik yang tidak responsif terhadap
oksigenasi, ventilasi, epinefrin
·
Dosis
0,1-1 mg/kgbb/mnt, dititrasi ditingkatkan
bertahap 0,1 mg/kgbb/mnt sampai efek yang diinginkan
tercapai (hentikan pemberian bila timbul takikardia > 200 x/mnt atau
disritmia)
·
Jangan
diberiakn dalam lrutan alkali atau sebelumnya telah mendapat epinefrin
7. Norepinefrin
·
Merupakan
agonis adrenoseptor a dan b (terutama b-1)
·
Meningkatkan
tekanan darah pada hipotensi yang tidak berespons terhadap resusitas cairan dan
pemberian dopamin/dobutamin
·
Pada
syok septik akan meningkatkan tekanan darah dan resistensi vaskular sistemik
tanpa banyak mempengaruhi curah jantung, serta meningkatkan kontaraksi
miokardium
·
Dosis
0,05 mg/kgbb/mnt ditingkatkan bertahap tiap 15
mnt sampai 0,15 mg/kgbb/mnt
dikombinasikan dengan
·
dobutamin
5 mg/kgbb/mnt untuk meningkatkan tekanan
darah, perfusi ginjal dan splangnik
Kejutan Listrik
(defibrilasi)
1. Jarang digunakan pada anak, akan tetapi
bila diperlukan akan dapat menyelamatkan nyawa pada penderita pasca operasi
jantung dan korban tenggelam dalam hipotermia berat(< 300C).
Defibrilasi tanpa pemantulan EKG tidak dianjurkan.
2. Untuk fibrilasi ventrikel/takikardia
ventrikel dengan nadi tidak teraba (pulseless)
§ Diberikan 2 joule/kgbb dengan unsynchronize
mode. Bila tidak berhasil à bolus lidokain 1 mg/kgbb i.v. ulang defibrilasi
setiap 30 –60 detik dengan dosis 2-4 joule/kgbb
§ Dapat dicoba bretilium tosilat 5 mg/kgbb
i.v dosis pertama, dan 10 mg/kgbb dosis ke 2 untuk kasusu refrakter (bila
lidokain tidak berhasil mengembalikan irama sinus)
3. Untuk takikardia ventrikel dengan
hemodinamik tidak stabil/takiaritmia (takikardia supraventikular, takikardia
ventrikular, fibrilasi atrial, atau geletar atrial) diberikan kardioversi,
dengan dosis 0,5 joule/kgbb synchronize mode, bila tidak berhasil,
berikan bolus lidokain 1 mg/kgbb, dan dosis kardioversi dapat dinaikkan
bertahap sampai dosis maksimum 1 joule/kgbb
Evaluasi dan Pemantauan
1. Setelah melakukan ventilasi dan kompresi 1
mnt (10siklus pada bayi/anak kecil, 4 siklus pada anak lebih besar/dewasa),
evaluasi lagi nadi (5-10 detik). Jika tidak ada nadi, mulai lagi dengan ventilasi diikuti kompresi jantung.
Jika denyut nadi ada, periksa pernafasan (3-5 detik): jika bernafas, awasi
secara ketat Jika tidak bernafas, brikan ventilasi 20xmnt pada bayi atau anak
kecil, 12x/mnt pada anak > 8 th atau dewasa dan awasi denyut nadi secara
ketat. Jika resusitas dilanjutkan, evaluasi ulang respirasi dan nadi tiap
beberapa mnt. Jangan menghentikan resusitas lebih dari 7 detik kecuali dalam
keadaan tertentu
2. Pada saat evaluasi, pemimpin resusitas
memberikan instruksi untuk menyiapkan dan melakukan intubasu endotrakeal bila
belum ada nafas spontan, memasang akses vena, menyiapkan/memberikan
obat-obatan, memasang monitor EKG, dan menyiapkan defibrilator
3. Bila ventilasi tidak efektif karena
distensi lambung, dekompresi harus dilakukan dengan memakai pipa
oro/nasogastrik, atau memiringkan penderita (dalam poisis pemulihan/setengah
telungkup), kemudian berikan tekanan pada epigastrium
4. Pemantauan resusitas meliputi inspeksi,
parpasi dan auskultasi; dimulai dengan melihat gerakan dinding dada selama
ventilasi, meraba nadi pada saat kompresi jantung, dan auskultrasi dinding dada
selama ventilasi. Bila denyut jantung telah timbul kembali, harus dilanjutkan
dengan pemantauan EKG dan tekanan darah dengan sfigmomanometer air raksa atau
alat doppler
5. Bila warna kulit anak sudah kemabali
normal menunjukkan curah jantung sudah kembali adekuat, kompresi jantung sudah
dapat dihentikan walaupun nadi tidak teraba (palpasi nadi sering tidak akurat
karena vasokonstriksi yang timbul akibat pemberian epinefrin atau obat agonis
adrenergik alfa lain), Ventulasi harus dialnjutkan pada anak yang megap-megap
karena pernafasannya belum adekuat.
6. Pada bayi/anak kecil pemeriksaan suhu
rektal sangat penting karena sering terjadi hipitermia yang akan menggangu
resusitas. Pengambiln darah
harus dialakukan secepat mungkin untuk analisis gs, elektrolit, glukosa dan
penapisan keracuan
7. Bila denyut jantung telah timbul kembali, pulse
oxymetri dapat dipakai untuk memantau saturasi O2 dan curah
jantung. Jalur arteri (biasanya aradialis) dapat dipasang perkutan atau melaui
seksio(cutdown) untuk memantau tekanan darah berkesinambungan dan pengambilan
bahan pemerikasaan darah. Akses vena sentral melalui v. jugularis eksterna atau
v. femoralis dapat dipakai untuk pemantaun hemodinamik dan berguna untuk penata
laksanaa renjatan
Stabilisasi
1. Bila denyut jantung telah teraba, sangat
penting untuk mencegah kerusakan akibat asfiksia sekunder atau yang sedang
berlangsung dengan mempertahankan ventilasi dan perfusi, Bila mungkin berikan O2
dengan aliran tinggi, lakukan foto toraks, dan analisis gas darah. Pastikan
semua semua pipa dan saluran infus terpasang dengan baik
2. Perawatan intensif harus segera dilakukan
untuk mengurangi kerusakan SSP yang mungkin terjadi. Penyebab henti
kardiorespirasi yang sudah diketahui harus segera diobati
Menghentikan resusitasi
1. Harus difikirkan bila curah jantung tidak
ditemukan kembali sesudah dilakukan pembebasan jalan nafas, bantuan pernafasan
dan sirkulasi serta telah diberikan obat-obatan resusitas yang adekuat. Bila
otot jantung tidak respons terhadap 3 dosis pertama epinefrin walaupun dengan
dukungan oksigenaasi dan ventilasi yang optimal (biasanya 25-30 mnt sesudah
resusitas dimulai), resusitas biasanya tidak berhasil.
2. Resusitas tidak dilakukan pada stadium
terminal suatu penyakit atau penderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
Bila ragu resusitas kardiopulmonal harus segera dimulai, tidak ada waktu unutk
berdiskusi atau berkonsultasi
3. Penghentian resusitas harus berdasarkan
adanya kematian jantung, bukan kematian otak
4. Kematian jantung terjadi bila denyut
jantung tidak dapat dikembalikan walaupun dengan usaha maksimum selama 30 mnt
Resusitasi darurat dapat dihentikan bila
Sirkulasi/ ventilasi sudah kembali lagi (membaik)
Resusitas sudah diambil alih oleh dokter
Terlalu rendah
Stadium terminal suatu penyakit
Denyut nadi tidak ada ½-1 jamsebelum resusiatas (diketahui kemudian, pada keadaan normotermia
tanpa RJP)
Pengakhiran resusitas dapat dilakuakn pada keadaan
Pasien dinyatakan meninggal, yaitu bila:
Tetap tidak sadar, tidak timbul pernafasan
spontan, tidak ada refleks menelan (gag reflex), dan pupil dialtasi selama >
15-30 mnt resusitas (mati otak), atau
Terdapt tanda-tanda mati jantung, yaitu asistole
ventrikular yang menetap sesudah 30 mnt resusitas dengan terapi adekuat
(langkah ABC resusitas)
PROGNOSIS
Bergantung pada penyakit/ kelainan yang
mendasarinya dan kecepatan mendapat resusitas
SURAT PERSETUJUAN
Dilakukan sesegera mungkin sementara resusitasi
terus dikerjakan
No comments:
Post a Comment