II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan tentang Garcinia Mangostana Linn.
2.1.1 Klasifikasi tumbuhan Garcinia Mangostana Linn.
Tumbuhan Garcinia
Mangostana Linn termasuk ke dalam (Tjitrosoepomo,
2010):
Divisio :
Spermatophyta
Subdivisio :
Angiospermae
Kelas :
Dicotyledone
Ordo :
Guttifernales
Family :
Guttiferae
Genus :
Garcinia
Spesies :
Garcinia Mangostana Linn
2.1.2 Morfologi spesies Garcinia Mangostana Linn.
Tumbuhan ini berupa pohon dengan tinggi 6 – 20
m. Batangnya tegak dengan pokok jelas dan mempunyai kulit batang coklat yang
mengeluarkan getah berwarna kuning. Tangkai daun ramping dengan panjang 1,5 – 2
cm. Daun tunggal berbentuk elips memanjang dengan ukuran 12-23 x 4,5-10 cm dan
permukaan daun licin.
Bunga
tersusun menggarpu, terdapat pada ujung batang dengan garis tengah 5-6 cm,
mempunyai empat daun kelopak, dua daun kelopak terluar berwarna hijau kuning,
dua daun terdalam lebih kecil dengan tepi merah, melengkung kuat dan tumpul.
Mahkota memiliki empat daun mahkota, berbentuk telur terbalik, berdaging tebal,
berwarna hijau kuning dan tepinya berwarna merah. Benang sarinya mandul
(staminodia) dan biasanya berkelompok. Putik memiliki bakal buah beruang 4 – 8
dan kepala putik berjari-jari 4 – 8 cm.
Buah berbentuk bola tertekan dengan diameter 3,5 – 7 cm,
berwarna ungu tua, kepala putik tetap, kelopak tetap, dinding buah tebal,
berdaging, ungu dengan getah kuning. Biji berjumlah 1 – 3 buah diselimuti oleh
selaput biji yang tebal
berair, putih dan dapat dimakan (Rukmana, 2003).
2.1.3 Bagian-bagian buah
Garcinia Mangostana Linn.
Buah manggis
adalah buah yang selalu dihasilkan dari bunga betina tanpa mengalami persarian
(apomiksis). Buah berbentuk bola diameter 3,5-7 cm, dengan kepala putik duduk
tetap melekat di kulit buah, dan kelopak tetap yang berasal dari kelopak bunga.
Kulit berdinding tebal lebih dari 9 mm, berdaging warna ungu. Daging buahnya
tersusun dalam beberapa segmen atau juring (Rukmana, 2003).
Gambar 1. Bagian-bagian
buah manggis (Rukmana, 2003)
2.1.4 Kegunaan Garcinia mangostana Linn.
Kulit buah G.
mangostana Linn telah digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati
infeksi kulit dan luka di Asia Tenggara selama bertahun-tahun. Xanthon dari
kulit buah diambil sebagai sumber agen kemopreventif dan terapeutik
karena aktivitas biologikal yang mengandung aktivitas anti-bakteri,
anti-inflamasi, anti-kanker, penghambatan sintesis prostaglandin E2
(Nakatani et al, 2002), antioksidan
(Jung et al, 2006), dan antijerawat
(Chomnawang, Surassmo, Nukoolkarn,
& Gritsanapan., 2005).
Di India, Cina,
Thailand dan beberapa
negara di Asia
menggunakan serbuk kering dari
kulit buah G. mangostana Linn sebagai
antimikroba dan antiparasit dalam
mengobati disentri (Ji & Khan, 2007).
2.1.5 Kandungan kimia Garcinia mangostana Linn.
Tanaman G. mangostana
Linn mengandung tanin (Abbiw, 1990), sakarosa, dekstrosa (Jayaweera, 1981),
antosianin glikosida, senyawa benzofenon, dan senyawa xanthon (Khare, 2007).
Bijinya dilaporkan mengandung vitamin C
(Quisumbing, 1978) dan daunnya mengandung terpenoid, xanthon, dan
hidrokarbon rantai panjang (Khare, 2007). Ditemukan pula senyawa utama xanthon
yaitu α-mangostin, β-mangostin dan γ-mangostin (Jung et al., 2006; Suksamrarn, Suwannapoch, Ratananukul, Aroonlerk,
& Suksamrarn., 2002; Peres, Nagem, & Oliveira., 2000). Lebih dari 60 senyawa xanthon lain
yang telah diisolasi dari beberapa bagian tanaman manggis, antara lain
β-mangostin, 1-isomangostin, 3-isomangostin, 9-hidroksikalabaxanthon,
8-deoksigartanin, demetilkalabaxanthon, garcinon B, garcinon D, garcinon E, gartanin,
mangostanol, mangostanin, dan mangostinon (Chaverri, et al., 2008; Ji &
Khan, 2007).
Kulit buah dari G.
mangostana Linn mengandung senyawa
turunan xanthon seperti α-mangostin, β-mangostin, γ-mangostin, dan
isomangostin, sebagai senyawa utamanya (Khare, 2007). Turunan xanthon lain
seperti 1,7-dihydroxy-2-(3-methylbut-2-enyl)-3-methoxyxanthone, garcinone A,
garcinone B, garcinone C, garcinone D, tovophyllin B, mangostanol, mangostenol,
dan mangostinon terkandung dalam kulit buahnya (Suksamrarn et al, 2003).
2.2 Senyawa α-mangostin
Senyawa α-mangostin adalah salah satu senyawa turunan xanthon yang penting. Senyawa α-mangostin ini
merupakan serbuk kristal kuning muda, tidak berbau, sukar larut dalam air,
mudah larut dalam etil asetat dan metanol, tapi tidak larut dalam n-heksan.
Senyawa ini mempunyai jarak leleh 181-182⁰C (Malathi, Kabaleeswaran,
& Rajan., 2000; Ghazali, Lian & Ghani., 2010).
Hasil pemeriksaan spektum UV senyawa α-mangostin dalam metanol memperlihatkan
memperlihatkan serapan maksimum pada panjang gelombang 243,5 nm dan 316,5 nm (Roberts, 1961).
Senyawa α-mangostin tersebar pada
berbagai species Garcinia family Guttiferae diantaranya pada kulit batang dan
kulit buah Garcinia mangostana, kulit
batang Garcinia cowa, kulit batang Garcinia parvifolia, dan lain-lain.
Gambar 2. Struktur
α-mangostin (Ghazali et al., 2010)
2.2.1 Khasiat senyawa α-mangostin
Dari penelusuran literatur telah
dilaporkan bahwa senyawa α-mangostin memiliki aktivitas farmakologi yang
beragam diantaranya sebagai antikanker (Sukramrarn, et al., 2006), antimikroba (Sakagami, Linuma, Piyasena, & Dharmaratne., 2005), depresan sistem saraf pusat
(Shankaranarayan, Gopalakrishnan,
& Kameswaran., 1979),
antijamur (Gopalakrishnan,
Banumathi, & Suresh.,
1997), antiinflamasi, antimalaria, dan antioksidan (Chaverri, et al., 2008).
2.3
Metoda ekstraksi
Metode ekstraksi dapat dibagi
menjadi:
2.3.1 Ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Departemen Kesehatan RI,
1979; Departemen Kesehatan RI,
2000)
1.
Cara dingin
Ekstraksi dengan cara dingin terdiri dari :
- Maserasi adalah proses mengekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur kamar. Cara ekstraksi dengan metoda maserasi adalah sebagai berikut: Masukkan 10 bagian simpilsia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam sebuah bejana, tuangi dengan 75 bagian cairan penyari, tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, serkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Enap tuangkan atau saring.
- Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahapan maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/ penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
2.
Cara panas
- Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan proses pengulangan pada residu sampai terekstraksi sempurna.
- Soklet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi yang kontiniu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
- Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontiniu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, umumnya dilakukan pada temperatur 40 – 500 C.
- Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidik, temperatur terukur 96 – 980 C) selama 15 – 20 menit.
- Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.
2.3.2 Cara ekstraksi lainnya (Departemen Kesehatan, 2000)
1. Ekstraksi berkesinambungan
Proses ekstraksi yang dilakukan berulangkali dengan
pelarut yang berbeda. Proses ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi (jumlah
pelarut) dan dirancang untuk bahan dalam jumlah besar yang terbagi dalam
beberapa bejana ekstraksi.
2. Superkritikal karbondioksida
Penggunaan prinsip superkritik untuk ekstraksi
serbuk simplisia pada umumnya digunakan gas karbondioksida. Dengan variabel
tekanan dan temperatur akan diperoleh spesifikasi kondisi polaritas tertentu
yang sesuai untuk melarutkan golongan senyawa kandungan tertentu. Penghilangan
cairan pelarut dengan mudah dilakukan karena karbondioksida menguap dengan
mudah, sehingga hampir langsung diperoleh ekstrak.
3. Ekstraksi ultrasonik
Getaran ultrasonik (>20.000 Hz) memberikan efek
pada proses ekstrak dengan prinsip meningkatkan permeabilitas dinding sel,
menimbulkan gelembung spontan (cavitation) sebagai stres dinamik serta
menimbulkan fraksi interfase. Hasil ekstraksi tergantung pada frekuensi
getaran, kapasitas alat dan lama proses ultrasonikasi.
4. Ekstraksi energi listrik
Energi listrik digunakan dalam bentuk medan
listrik, medan magnet serta “electric-discharges” yang dapat mempercepat proses
dan meningkatkan hasil dengan prinsip menimbulkan gelembung spontan dan
menyebarkan gelombang tekanan berkecepatan ultrasonik.
2.4 Kromatografi lapis tipis (KLT/ TLC)
Kromatografi lapis tipis
adalah metoda pemisahan fisiko kimia. Kromatografi lapis tipis
preparatif banyak digunakan,
karena metoda ini hanya memerlukan
investasi yang kecil untuk perlengkapan dan kebutuhan ruangan yang minimum,
menggunakan waktu yang singkat untuk pengerjaannya, memerlukan jumlah cuplikan
yang sedikit dan penanganannya sederhana (Stahl,1985).
2.4.1
Fasa diam (lapisan penyerap)
Penyerap yang umum adalah
silika gel, aluminium oksida, kieselgur,
selulosa dan turunannya, poliamida, dan lain-lain. Dapat dipastikan silika gel
sering digunakan karena silika gel ini memberikan efek pemisahan yang baik,
dapat dipakai untuk memisahkan senyawa yang bersifat lipofil maupun hidrofil.
Ukuran plat kromatografi biasanya 20 x 20 atau 20 x 40 cm.
Beberapa fasa diam yang biasa
digunakan dalam KLT adalah sebagai berikut (Watson, 1999):
·
Gel
silika G: merupakan gel silika dengan rata-rata ukuran partikel 15 μm
mengandung lebih kurang 13 % bahan pengikat kalsium sulfat. Digunakan dalam
banyak pengujian farmakope. Dalam praktik, pelat-pelat komersial dapat
digunakan yang mengandung jenis pengikat yang berbeda.
·
Gel silika
GF254: merupakan gel silika G dengan penambahan bahan
berfluoresensi. Jenis penerapan yang sama seperti silika G dengan visualisasi
dilakukan di bawah cahaya UV.
·
Selulosa:
merupakan serbuk selulosa yang berukuran partikel kurang dari 30 μm. Selulosa biasa
digunakan untuk identifikasi tetrasiklin.
·
Keiselguhr
G: merupakan tanah diatom yang mengandung sulfat pengikat kalsium sulfat.
Digunakan sebagai penyangga padat untuk fase diam seperti parafin cair yang
digunakan dalam analisis minyak lemak.
2.4.2
Fasa gerak (lapisan pengembang)
Fasa gerak ialah medium angkut
dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Ia bergerak dalam fasa diam,
karena adanya gaya kapiler. Contoh fasa gerak biner yang sangat sering dipakai
pada pemisahan KLT ialah : n-heksan, etil asetat, aseton, klorofom, metanol,
etanol, dicklorometan, asetonitril. Penyusunan sistem pelarut dapat dipilih
sesuai dengan kemampuannya membentuk ikatan hidrogen dari hidrofil ke hidrofob.
Kombinasi pelarut yang mempunyai sifat yang berbeda memberikan fase gerak yang
cocok (Stahl, 1985).
Beberapa fasa gerak yang biasa
digunakan dalam KLT yaitu heksan, toluen, dietileter, diklorometan,butanol,
aseton dan metanol (Watson, 1999).
2.4.3 Prinsip KLT
Secara prinsip, kromatografi
lapis tipis merupakan kromatografi absorpsi. Kromatogarfi absorpsi sendiri adalah gejala timbulnya konsentrasi zat yang akan lebih besar pada bidang
perbatasan antara dua fase dari pada dalam masing-masing fase. Terjadinya pemisahan
adalah akibat gaya tarik stasioner yang kuat terhadap komponen yang harus
dipisahkan. Daya tarik yang kuat ini disebabkan oleh interaksi campuran yang
dipisahkan berupa larutan yang kemudian ditotolkan akan berupa bercak atau
pita. Setelah plat atau lapisan ditaruh didalam bejana tertutup rapat yang
berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama
perambatan kapiler (pengembangan) dan pada akhir pengembangan pelarut dibiarkan
menguap dari plat dan bercak yang tersisa dilokalisir dan diidentifikasi dengan
cara-cara fisika kimia. Harga Rf didefinisikan sebagai berikut:
Jarak yang di tempuh oleh bercak
Rf =
Jarak yang di
tempuh oleh pelarut
Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya
dapat diturunkan dua desimal
2.4.4 Faktor yang mempengaruhi gerakan noda
Faktor yang mempengaruhi
gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf adalah (Sastroamidjodjo,1983):
- Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan
- Sifat dari penyerap dan derajat aktivitasnya
- Tebal dan keratan dari lapisan penyerap
- Pelarut dan derajat kemurnian fasa bergerak
- Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembang yang digunakan
- Jumlah cuplikan yang digunakan
- Suhu
- Kesetimbangan
- Teknik percobaan
2.4.5
Deteksi senyawa hasil KLT
Untuk melihat senyawa yang tak
berwarna pada lempeng, biasanya digunakan metode berikut (Silverstein, Bassler,
& Morril., 1986):
1.
Melihat
kromatogram dibawah sinar ultraviolet (254 nm dan 365 nm)
2.
Deteksi
dengan menggunakan pereaksi semprot yang menghasilkan warna. Peeaksi warna yang
digunakan harus mencapai plat KLT dalam bentuk tetesan yang sangat halus
sebagai aerosol, dan bukan sebagai semprotan kasar (digunakan penyemprot serba
kaca)
3.
Metode
deteksi biologi
Untuk mendeteksi secara khas senyawa yang
mempunyai aktivitas fisiologi tertentu, digunakan prosedur uji biologi.
Prosedur tersebut meliputi deteksi langsung pada plat KLT, dan pengerokan
bercak kromatogram yang kemudian diikuti pengalihan deteksi biologi.
Umumnya dibuat kromatogram pada lempeng silica gel dengan berbagai jenis fase gerak yang
sesuai dengan golongan kandungan kimia sasaran analisis. Evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan pereaksi penampak noda yang sesuai dengan
kandungan senyawa identitas atau dengan absorbsi- refleksi pada panjang
gelombang tertentu sesuai dengan komponen yang diketahui (Departemen Kesehatan RI, 2000).
2.4.6
Pengembangan plat KLT
Pengembangan adalah proses
pemisahan campuran cuplikan akibat pelarut pengembang merambat naik dalam
lapisan. Pengembangan plat KLT preparatif biasanya dilakukan dalam bejana
pengembang yang terbuat dari gelas atau logam. Bejana dijaga tetap jenuh dengan
pelarut pengembang dengan bantuan kertas saring yang tercelup ke dalam
pengembang (Gritter, Bobbitt,
& Scharwarting., 1991).
2.5 TLC scanner
Kromatografi lapis tipis telah
dikembangkan menjadi suatu teknik yang sangat canggih. Saat ini, KLT tidak
hanya digunakan untuk analisa kualitatif, namun dengan kombinasi antara KLT dan
alat densitometri seperti TLC scanner, KLT dapat digunakan untuk analisa
kuantitatif (Pothitirat & Gritsanapan, 2008a; Misra, 2009). Prinsip kerja TLC
scanner adalah mengukur tingkat kepekatan/ kekelaman atau intensitas warna yang terdapat pada suatu permukaan (bidang
datar). Sehingga TLC scanner dapat
digunakan untuk menghitung komponen dalam sampel pada basis fluoresensi atau
serapan cahaya UV (Watson, 1999).
Sebuah plat TLC diterangi dengan
sinar UV dan disalurkan lewat komputer, akan menghasilkan multi-spektral scan,
dan kurva kalibrasi. Pada pantulan yang diukur
adalah sinar yang dipantulkan, yang dapat menggunakan sinar tampak maupun
ultraviolet. Sementara itu, cara transmisi dilakukan dengan menyinari bercak
dari satu sisi dan mengukur sinar yang diteruskan pada sisi lain. Kurva baku
dibuat untuk setiap lempeng dan kadar senyawa dihitung seperti pada metode
instrumental yang lain. Presisi penetapan termasuk penotolan cuplikan,
pengembangan kromatogram, dan pengukuran adalah 2-5%. Sistem fluoresensi
biasanya lebih disenangi jika senyawa itu dapat dibuat berfluoresensi. Batas
deteksi sistem ini lebih rendah dan kelinieran respon dan selektifitasnya lebih
tinggi. Gangguan fluktuasi latar belakang juga lebih rendah. Bercak yang diukur
dengan sistem fluoresensi, serapan ultraviolet, atau sinar tampak dapat
ditetapkan lebih teliti daripada bercak yang disemprot dengan pereaksi warna.
Faktor keseragaman pada penyemprotan merupakan hal yang sangat menetukan
(Ganjar & Abdul, 2007).
No comments:
Post a Comment