SUPPOSITORIA
A. PENGERTIAN SUPPOSITORIA
a.
Menurut FI edisi III hal 32
Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya
berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak atau meleleh pada suhu tubuh.
b.
Menurut FI edisi IV hal 16
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot bentuk, yang
diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau
melarut pada suhu tubuh.
c. Menurut Formularium
Nasional hal 333
Suppositorium adalah sediaan padat, melunak, melumer dan larut pada suhu
tubuh, digunakan dengan cara menyisipkan kedalam rektum, berbentuk sesuai
dengan maksud penggunaan, umumnya berbentuk terpedo.
d. Menurut Ilmu Meracik Obat hal 158
Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur berbentuk
terpedo, dapat melunak, melarut, atau meleleh pada suhu tubuh.
B. BENTUK-BENTUK SUPPOSITORIA DAN
UKURANNYA
a.
Menurut RPS 18 th hal 1609
1.
Suppositoria rektal
USP membuat Suppositoria rektal untuk dewasa, runcing pada salah satu atau
kedua ujungnya, biasanya berbobot 2 gram. Untuk anak ½ dari suppositoria
dewasa. Obat ini memberikan efek sistemik seperti sedatif, penenang dan
analgesia dilakukan secara suppositoria rektal. Bagaimanapun penggunaanya
secara tungggal mungkin sebagai penggobatan pada sembelit. Dibagi dalam
beberapa tahap berat 2 gram dibuat suppositoria rektal biasanya digunakan basis
Oleum Cacao ketika basis yang lainya digunakan berat mungkin besar atau lebih 2
gram.
2.
Suppositoria vaginal
USP membuat Suppositoria vaginal biasanya bentuk bundar atau oval dengan
berat ± 5 gram. Obat untuk vaginal tersedia dalam berbagai bentuk psikis.
Misalnya krim cair yang berasal dari konsep dasar Suppositoria.
3.
Suppositoria uretra
Biasanya dibuat bagian tidak didefenisikan dengan jelas, baik tentang
bobot, ukuran, nilai tradisional berasal dari lemak coklat sebagai basis,
bentuk silindrisnya sebagai berikut diameter 55mm, panjang untuk wanita 50 mm,
berat 2 gram untuk wanita dan pria 4 gram.
b. Menurut
Ansel hal 576-577
1.
Suppositoria rektal
Berbentuk silindris dan kedua ujungnya tajam, peluru, torpedo atau
jari-jari kecil. Ukuran panjangnya ± 32 mm (1,5 inchi). Amerika menetapkan
beratnya 2 gram untuk orang dewasa bila oleum cacao yang digunakan sebagai
vasis. Sedangkan untuk bayi dan anak-anak ukuran dan beratnya ½ dari ukuran dan
berat orang dewasa, bentuknya kira-kira seperti pensil.
2.
Suppositoria vagina
Biasanya berbentuk bola lonjong atau seperti kerucut sesuai dengan
kompendik resmi, beratnya 5 gram, apabila basisnya oleum cacao, sebab lagi
tergantung pada macam basis dan masing-masing pabrik yang membuatnya.
3.
Suppositoria uretra (Bougie)
Bentuk ramping seperti pensil, gunanya untuk dimasukan kedalam lambung
urine/saluran urine pria atau wanita 1 garis tengah 3-6 mm dengan panjang ± 140 mm. Walaupun ukuran ini masih
bervariasi antar yang satu dengan yang lain apabila basisnya dari oleum cacao,
maka beratnya ± 4 gram untuk wanita panjang dan beratnya ½ dari ukuran untuk
pria. Panjang kurang lebih 78 mm dan beratnya 2 gram inipun bila oleum cacao
sebagai basisnya.
c.
Menurut Dom Hoover hal 163
1.
Suppositoria rektal
Biasanya berbentuk silinder, bulat atau terpedo, bentuk silinder berdiameter
¼ dari jarak dasar dan biasanya mengecil pada ujungnya dan bentuk ini meruncing
setelah dimasukan kedalam rektum, memiliki ukuran yang bervariasi untuk dewasa
berat normalnya 2 gram, sedangkan untuk anak-anak kurang dari 2 gram.
2.
Suppositoria vagina
Bentuk oval biasanya beratnya berkisar 5 gram, tetapi tergantung dari
produksinya. Obat ini dimetabolisme didalam vagina dimaksudkan untuk efek lokal
dan efek sistemik.
3.
Suppositoria uretra
Memiliki tiga rute dalam kerjanya, rute ini menghsilkan aksi lokal,
biasanya denga anti injeksi, suppositoria ini panjang dan bulat, panjangnya
sekitar 60 mm dan diameternya 4,5 mm.
d.
Menurut Parrot hal 382
1.
Suppositoria rektal
Bentunya kerucut atau silindris dan lonjong, rektal suppo beratnya 1,2 gram,
panjang ± 30 mm, berdiameter 10 mm.
2.
Suppositoria vagina
Berbentuk bundar atau oval, beratnya bervariasi dari 3 – 9 gram.
e.
Menurut Dom Martin hal 844 – 845
1.
Vagina Suppositoria
Berbentuk globular dan ukuran berat sekitar 5 gram contoh komersil adalah
besarnya bervariasi sesuai dengan bentuk dan ukurannya. Penggunaan dari
Suppositoria vaginal adalah biasanya dimaksudkan untuk memperoleh efek lokal.
Zat aktif yang mana merupakan kebiasaan dalam cara memasukan pada keadaan
infeksi. Walaupun rute ini hampir setiap digunakan untuk absorbsi sistemik dari
obat ini menjaga pikiran bahwa absorbsi sistemik dapat terjadi.
2.
Uretra Suppositoria
Seperti rute dari suppositoria dalam United states adalah lewat uretra.
Sebagai mana dengan suppositoria vagina, rute dibatasi untuk obat aksi lokal
biasanya untuk obat anti infeksi pada keadaan ini, basis untuk Suppositoria
uretra adalah PEG dan cairan gliserin dan gelatin. Suppositoria ini adalah
runcing, berbentuk batang, ukuran tubuh 5 mm dengan panjang diameter dan
panjang 60 mm.
f.
Menurut FI edisi IV hal 16 – 17
1.
Suppositoria rektal
Untuk dewasa berbentuk lonjong pada satu atau kedua ujungnya dan biasanya
berbobot ± 2 gram.
2.
Suppositoria vaginal
Umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot ± 5 gram.
g.
Menurut Lachman hal. 564
Suppositoria rektal untuk dewasa berbobot sekitar 2 gram dan biasanya
diruncingkan bentuk torpedo. Suppositoria anak-anak berbobot sekitar 1 gram dan
menyerupai bentuk torpedo. Suppositoria anak-anak berbobot sekitar 1 gram dan
mempunyai ukuran kecil.
Suppositoria vaginal berbobot sekitar 3 sampai 5 gram dan biasanya dicetak
globular atau bentuk oval atau dikempa sebagai tablet menjadi bentuk kerucut
atau adifikasi.
Suppositoria uretra kadang disebut bougies, berbentuk pensil dan dituliskan
untuk maksud tertentu. Suppositoria uretra untuk pria berbobot sekitar 4 gram
tiapnya dan panjangnya 100-150 mm, untuk wanita 2 gram tiapnya dan biasanya
60-75 mm.
C. EFEK TERAPI SUPPOSITORIA
a.
Menurut Ansel hal 16 – 17
1.
Aksi lokal
Begitu dimasukKan, basis suppositoria meleleh, melunak atau melarut
menyebarkan bahan obat yang dibawahnya kejaringan-jaringan didaerah tersebut
obat ini bisa dimaksudkan untuk ditahan dalam ruang tersebut untuk efek kerja
lokal atau bisa juga dimaksudkan agar diabsorbsi untuk mendapatkan efek
sistemik. Suppositoria rektal dimaksudkan untuk kerja lokal dan paling sering
digunakaan untuk menghilangkan konstipasi dan rasa sakit, iritasi rasa gatal
dan radang sehubungan dengan wasir atau kondisi anarektal lainnya. Suppositoria
vagina yang dimaksudkan untuk efek lokal, digunakan terutama sebagai antiseptik
pada higiene wanita dan sebagai zat khusus untuk memerangi dan menyerang
penyebab penyakit.
2.
Aksi sistemik
Untuk efek sistemik, membran mukosa rektum dan vagina memungkinkan absorbsi
dan kebanyakan obat yang dapat larut walaupun rektum sering digunakan sebagai
tempat absorbsi secara sistemik, vagina tidak sering digunakan untuk tujuan
ini. Untuk mendapatkan efek sistemik, atau pemakian melalui rektum mempunyai
beberapa kelebihan dari pada pemakian secara oral, yaitu :
1)
Obat yang rusak atau tidak dibuat tidak aktif oleh pH atau aktifitas enzim
dan lambung.
2)
Obat yang merangsang lambung dapat diberikan tanpa menimbulkan rangsangan.
3)
Merupakan cara yang efektif dalam perawatan pasien yang suka muntah, dan
lain sebagainya.
b.
Menurut Lachman hal 1184 – 1186
1.
Suppositoria untuk efek sistemik
Pemilihan basis suppositoria yang mungkin dikehendaki harus dibuat misalnya
dengan memilih basis-basis yang disarankan. Avaibilitas dan harga basis
suppositoria harus diperhitungkan sebelum pengerjaan formulasi digunakan.
2.
Suppositoria untuk efek lokal
Obat-obat yang dimaksudkan untuk efek lokal umumnya tidak diabsorbsi
misalnya obat-obat untuk wasir, anastetik lokal, antipiretik, basis-basis, yang
digunakan untuk obat ini sebenarnya tidak diabsorbsi. Lambat meleleh dan lambat
melepaskan obat-obat sistemik. Efek lokal umumnya terjadi terjadi dalam waktu ½
jam (30 menit) paling sedikit empat.
c.
Menurut Dom Hoover hal 167
1.
Aksi lokal
Obat-obat pada pemakian dubur biasanya ditujukan pada pengobatan heporoid.
Sekarang seperti pruritus, infeksi bakteri, dan suppositoria digunakan untuk
berbagai keadaan radang kronik dan biasanya efek sediaan suppositoria rektal
dimaksudkan untuk aksi lokal meliputi anestesi lokal, adstrigen, antiseptik,
dan lain-lain.
2.
Aksi sistemik
Rektum merupakan jalur untuk
peredaran obat-obat dengan aksi sistemik, terjadi suplai darah dan difusi yang
lambat dari obat melalui rektal dan adsorbsi obat.
d.
Menurut Scoville’s hal 968
Suppositoria tidak hanya digunakan untuk aksi lokal, tetapi juga memberikan
obat untuk menghasilkan efek sistemik ketika bahan obat dihasilkan dalam betuk suppositoria
diabsorbsi secara lambat dan menghasilkan aksi terapeutik lebih panjang masa
waktunya. Contoh bahan yang diberikan secara rektal untuk aksi sistemik
termasuk sulfanamid, merkurium dan opium antispasmodik seperti aminophylin dan
pelicin lebih disukai kombinasi dari aksi lokal obat, sulfonomida untuk
mencegah formasi pelicin dari organisme kolon.
D. FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI
a.
Menurut Ansel hal 579
1.
Faktor Fisiologi
Rectum manusia panjangnya ± 15 – 30 cm. Pada waktu kosong, rectum hanya
berisi 2 – 3 ml cairan mukosa yang inert. Dalam keaadan istirahat, rectum tidak
ada gerakan vili dan microvili pada mukosa rectum. Akan tetapi terdapat
vaskularisasi adsorbsi obat dan rectum adalah kandungan kolon, jalur sirkulasi
dan pH serta tidak adanya kemampuan mendapat cairan rectum.
a)
Kandungan Kolon
Apabila diinginkan efek sistemik dari suppositoria yang mengandung obat
absorbsi yang lebih besar, lebih banyak terjadi pada rectum yang kosong dan
rectum yang dikembungkan oleh fases ternyata obat lebih mengabsorbsi dimana
tidak ada fases.
b)
Jalur Sirkulasi
Obat yang diabsorbsi melalui rectum tidak seperti obat yang diabsorbsi
setelah pemberian secara oral. Tidak melalui sirkulasi porta, sewaktu didalam
perjalanan sirkulasi yang lazim. Dalam hal ini obat dimungkinkan dihancurkan
didalam hati.
c)
pH
Tidak adanya kemampuan mendapat dari cairan rektum karena cairan rectum
pada dasarnya pada pH 7 – 8 dan kemampuan mendapat tidak ada, maka bentuk obat
yang digunakan lazimnya secara kimia tidak berubah oleh lingkungan rectum.
2. Faktor Fisika – Kimia
a) Kelarutan lemak – air
Suppositoria berlemak dengan konsistensi rendah memiliki kecenderungan yang kurang untuk melepaskan diri dari kedalam cairan
sekelilingnya. Dibandingkan jika tidak ada bahan hidrofilik pada bahan/basis
berlemak dalam batas-batas untuk
mendekati jenuhnya.
b) Ukuran Partikel
Semakin kecil ukuran partikel, semakin mudah larut dan lebih besar
kemungkinan untuk lebih cepat diabsorbsi.
c)
Sifat basis
Basis harus mampu mencair, melunak atau melarut supaya pelepasan kandungan
obatnya untuk diabsorbsi. Apa bila terjadi interaksiantara basis dengan lelehan
lepas, maka adsorbsi akan terganggu atau malah dicegah.
b.
Menurut Lachman hal 1184 – 1186
1.
Faktor fisiologis
a) Sirkulasi darah
Sejumlah obat tidak dapat dibiarkan secara oral oleh karena obat-obat
tersebut dipengaruhi oleh getah pencernaan atau aktivitas terapeutiknya diubah
oleh hati setelah diabsorbsi. Setelah obat diabsorbsi dari usus halus akan dibawah oleh vena porta hepatika ke
hati. Hati mengubah sebagian besar obat yang sama dapat diabsorbsi dalam daerah
anarektal dengan nilai terapeutiknya masih dipertahankan. Vena hemoroid yang
lebih atas tidak berhubung dengan porta yang menuju hati. Dilaporkan bahwa
lebih separuh 50-70% obat yang diberikan secara rektal tarabsorbsi secara
langsung ke dalam sirkulasi umum.
b) pH
Mempunyai peranan dalam mengendapkan laju absorbsi obat yang berarti
schaneler melaporkan bahwa kolon tikus mempunyai pH kira-kira 6,3 suatu pH yang
sedikit lebih asam dari semula. Hal ini mengakibatkan obat-obat yang terlarut
menentukan pH di daerah anorectal. Schaneler mengatakan bahwa asam dan basa
yang lebih akan lebih lemah , akan lebih mudah terionisasi.
c) Keadaan fisiologi kolon
Jumlah dan sifat kimia cairan-cairan dan padatan-padatan yang ada
mempengaruhi absorbsi obat. Jika kandungan dubur banyak diabsorbsi obat akan
lambat.
d) Keadaan membran mukosa rectal
Dinding membran diselubungi oleh lapisan mukosa yang relatif kontinyu/tebal
yang bertindak sebagai penghalang mekanik untuk jalannya obat melalui pori-pori
dimana terjadi absorbsi melalui usus kecil dan usus besar hampir tidak berbeda
dengan obat yang diabsorbsi obat melalui usus kecil dan besar , rasanya tidak
memungkinkan suatu obat yang telah melewati usus kecil dan akan diabsorbsi
secara bermakna melalui kolon.
2.
Faktor Fisika-Kimia
Urutan peristiwa menuju absorbsi obat melalui daerah anorectal adalah obat
dalam pembawa masuk dalam obat dalam cairan hal ini cairan kolon kemudian diabsorbsi oleh mukosa
rectal. Agar obat dapat diabsorbsi obat tersebut harus dilepas dari
suppositoria dan didistribusikan oleh cairan disekitarnya pada tempat-tempat
absorbsi dengan melarutkan dalam cairan maka terdapat kontak yang luas dan obat
dengan dinding lumen sehingga shingga meningkatkan kontak obat dengan sebagian
besar tempat-tempat absorbsi.
a) Sifat basis
Suppositoria yang dipengaruhi oleh adsorbsi obat.
b) Bahan penambahan/adjuvan
Didalam formula suppositoria dapat mempengaruhi adsorbsi obat melalui
perubahan sifat reologi dari basis tersebut pada temperatur kamar. Atau dengan
mempengaruhi disolusi obat dalam dalam media sedian obat tersebut, dalam basis
tipe emulsi, terlihat bahwa pelepasan sejumlah obat yang larut dalam air
meningkat dengan meningkatnya kandungan air dari basis tersebut. Dan bahwa laju
obat yang dilepaskan dapat diperpanjang dengan penambahan suatu polimer, air,
penambahan koloid silikon, oksida yang hidrofilik pada Suppositoria dengan
basis berlemak. Mengubah sifat reologi massa tersebut. Salisilat ternyata dapat
memperbaiki adsorbsi rectal dari antibiotika yang larut dalam air dalam basis
hidrofilik.
c.
Menurut Dom Hoover hal 165 – 166
1.
Faktor fisiologi
Rectum merupakan pintu terakhir dari usus dimulai dari sigmoid dan diakhiri
di anus. Panjang 15 cm, normalnya dalam keaadaan kosong sejumlah kecil dari
mukosa yang mana rata-rata sekitar 2 ml dan pHnya 7,4. Rectum diabsorbsi dari
jonjot usus halus/vili. Akan tetapi terdisfusi dengan cepat dan melewati secara
berlaha-lahan masuk kedalam tubuh pada umumnya cairan limpa yang diterima yang
diterima lebih lambat daripada aliran vena. Kemudian tidak berdifusi untuk
mengangkut obat dari rectum, akan tetapi dalam hal ini ditemukan sulfonamida
sedikit lebih disirkulasi melalui limpa dinding vena dari rectum ada 3 yaitu :
a) Vena hemoroid infektor yang dekat dengan ahalstingter
b) Vena hemoroidal tengah yang menerima darah dari pembulu kapiler pada bagian
tengah dari rectum.
c) Vena hemoroidal superior yang berada pada rectum pada bagian atas.
2.
Faktor Fisika – Kimia
Dalam pemilihan tipe dari basis suppositoria yang digunakan untuk banyak
bahan partikel terapeutik. Faktor kelarutan lemah air harus dipertimbangkan
karena berhubungan dengan pelepasan dan intensitas lokal. Umumnya obat larut
minyak dicampurkan dalam basis berminyak sehingga laju adsorbsi kurang lebih
dibandingkan dengan bila berada dalam basis yang larut air. Obat-obat yang
larut minyak cenderung untuk melarut sebagian didalam minyak dengan
menghasilkan dari pencairan suppositoria dan memiliki tundensi yang minimal
untuk keluar dari medium cairan dan sekresi mukosa dan tempat dimana dan akan
diabsorbsi. Obat-obat yang larut cenderung untuk melewati lebih cepat dari fase
minyak menuju fase air. Oleh karena itu bila kecepatan opset aksi adalah cepat,
maka kelarutan dalam air dan obat dalam basis dari minyak harus diseleksi.
E. ALASAN PENAMBAHAN BAHAN
a.
Menurut Parrot hal 382
Berdasarkan keaadan pasien, yaitu pada pasien yang tidak dapat menelan obat
secara oral dan lainya.
b.
Menurut Ansel hal 578
Dalam berbagai obat terdapat bahan yang dirusak oleh lambung sehingga tidak
dapat memberi efek.
c.
Menurut Ansel 579 – 581
Bahan obat yang masuk tidak mengalami metabolisme dihati.
d.
Menurut Lachman hal 1148 – 1149
1.
Sediaan Suppositoria memberikan lebih cepat.
2.
Sediaan ini mengiritasi saluran pencernaan.
F. PEMBAGIAN BASIS
a.
Menurut Ansel hal 582 – 589
1.
Basis berminyak atau berlemak
Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai, karena pada
dasarnya olium cacao termasuk kelompok ini, utama dan kelompok ketiga merupakan
golongan basis-basis lainya. Diantara bahan berminyak atau berlemak lainya yang
biasa digunakan sebagai basis Suppositoria. Macam-macam asam lemak yang
dihidrogenesis dari minyak nabati seperti minyak palem dan minyak biji kapas,
juga kumpulan basis lemak yang mengandung gabungan minyak gliserin dan asam
lemak dengan berat molekul tinggi, seperti asam palmitat dan asam stearat,
mungkin ditemukan dalam basisi Suppositoria berlemak. Campuran yang dimikian
seperti gliserol dan monostearat merupakan contoh dari kelompok ini.
2.
Basis yang larut dalam air dan basis yang bercampur dengan air
Air merupakan kumpulan yang penting dari kelompok ini adalah gelatin dan
gliserin dan basis policahenilikol, basis gelatin, gliserin paling sering
digunakan dalam pembuatan Suppositoria vagina dimana memang diharapkan efek setempat yang cukup lama usus.
3.
Basis Lainnya
Dalam kelompok basis ini termasuk campuran bahan bersifat seperti lemak
yang larut dalam air dan bercampur dengan air, bahan-bahan ini mungkin memebentuk zat kimia atau campuraan fisika.beberapa
diantaranya berebentuk emulsi, umumnya dan tipe air dalam minyak atau mungkin
dapat menyebar dalam cairan besar. Salah satu dari bahan ini adalah polioksil
40 starat suatu zat aktif pada permukaan digunakan dalam sejumlah basis
Suppositoria dalam perdaganggan.
b.
Menurut R. Voight hal 283
1.
Minyak coklat
Diperoleh dari pergeseran biji masak tanpa bungkus dari Theobroma cacao. Lemak coklat bersifat netral secara kimia dan
fisiologi serta
banyak digunakan, mengingat daerah suburnya (31-34ºC) pada suhu kamar.
Mentega coklat merupakan campuran trigliserol, kira-kira 78% adalah
gliserol-1-palmiat-2-oleat-3-stearat, gliserol-1-3-stearat-2-oleat, dan
gliserol-3-palmiat-2-oleat, sisanya adalah komposisi berbagai campuran
trigliserol. Suppositoria coklat memiliki tampak luas yang menarik, cepat lebur
pada suhu tubuh.
2.
Lemak keras
Lemak keras ini terdiri atas campuran mono-di-dan trigliserida asam-asam
lemak jenuh C80H21COOH sampai C10H10COOH.
Untuk membuatnya digunakan lemak tumbuhan dari butir
kelapa sawit yang mempunyai kandungan asam lemak tumbuhan yang tinggi. Produk
semi sintetik ini didominasi oleh asam lemak berwarna putih, mudah patah, tidak
berbau, tidak terasa dan tidak memiliki kecenderungan yang amat rendah untuk
menjadi tengik (angka iod untuk lemak coklat 35 – 39 ). Harga viskositas
leburan lemak coklat terletak sedikit lebih tinggi daripada lemak keras,
massanya padat larut air, melebar pada suhu 33,5 – 35,5 ºC.
3.
Polietilenglikol C massa melebur suhu tinggi (larut air)
Kelarutan Polietilenglikol berdasarkan atas pembentukan jembatan hidrogen
antara oksigen eter dengan molekul air. Polietilenglikol yang melebur jauh
diatas suhu tubuh harus larut dalam air usus yang terdistribusi diatas 16 – 20
cm panjang rectum. Massa Polietilenglikol dengan daerah lebar rendah (47 – 49
ºC) dan terlarutkan yang paling baik dimiliki oleh komposisi campuran
Polietilenglikol 1000 (Suppositoria) dengan PEG 4000 (Suppogen 0).
4.
Gliserol-Gelatin (Massa clastin larut air)
Gelatin adalah makromolekul amfoter (protein) yang dibangun dari asam
amino. Asam aminonya adalah glikol, alanin, sifat gelatin dibawah titik
isoelektrisnya atau kation aktif diatasnya bersifat anion aktif. Gelatin
mengembang dalam air, larut dalam pemanasan dan membentuk gel elastis.
c.
Menurut Scoville’s hal 371
1.
Theobroma 0,1 (Lemak Cacao)
Basis ini sering digunakan untuk Suppositoria rectal, berasal dari tanaman Theobroma
cacao atau tanaman coklat, lemak coklat kering. Ketika lemak coklat
meleleh atau meleleh kemudian memadat, titik lelehnya berada beberapa derajat
dibawah normal dan suhu proses pmenjadi tengik, mencair ketika bercampur dengan cairan tubuh.
2.
Polietilenglikol
Polietilenglikol dibentuk dari polimerisasi etil oksida, dalam rantai
panjang Polietilenglikol dengan berat molekul yang berbeda bercampur
menghasilkan Suppositoria yang dapat larut dengan air dan cepat disekresikan
kedalam mukosa.
3.
Basis lain
Minyak hidrogenal seperti biji palem hydrogenal, biji kapas atau minyak
kacang adalah lemak putih semi padat digunakan sebagai suppositoria pada
keadaan basis lembut karena kenaikan tempertur dihasilkan dengan penambahan
spermacetil
d.
Menurut Lachman hal 1168 – 1172
1)
Minyak Coklat
Minyak coklat merupakan basis suppositoria yang paling banyak digunakan,
minyak coklat seringkali digunakan dalam resep-resep pencampuran baha-bahan
obat bila basisnya tidak dinyatakan apa-apa, sebagian besar sejak minyak coklat
memenuhi persyaratan basis ideal karena minyak ini tidak berbahaya, lunak dan
tidak reaktif, serta meleleh pada temperatur tubuh. Minyak coklat merupakan
trigliserida dengan rantai-rantai trigliserida
utama yaitu oleoval mitosfearin dan oleo distearin, minyak coklat
berwarna putih kekuningan, padat, merupakan lemak antara 30 ºC dan 35 ºC (85 –
95 ºF). Angka idealnya antara 34 – 38 ºC harus disimpan ditempat dingin, kering
dan terlindung dan angka asamnya lebih dari 4 karena minyak coklat mudah
mencair dan menjadi tengik maka harus terlindung dari cahaya.
2)
Pengganti Minyak Coklat
Mekanisme pembuatan suppositoria seperti kelemahan yang menjadi sifat
coklat, telah merangsang penelitian pengganti minyak coklat yang sesuai memuaskan
dapat mempertahankan sifat minyak coklat yang dikehendaki dan melakukan upaya
untuk menghapuskan kelemahannya.
3)
Basis Suppositoria Khusus
Karakteristik tertentu yang biasanya dipertimbangkan dalam memilih suatu
basis suppositoria adalah :
a)
Interval yang sempit, antara titik leleh dan titik memadat.
b)
Kisaran leleh yang tinggi ( 37 ºC – 41 ºC).
c)
Kisaran meleleh lebih rendah ( 30 ºC – 34 ºC) bila zat tersebut ditambahkan
dengan basis suppositoria atau sejumlah besar zat padat lokal yang merupakan
karakteristik yang penting bagi suppositoria dengan shelf-life yang lama.
4)
Basis Suppositoria Hidrofilik
a)
Suppositoria Gliserin
Formula ini sering kali digunakan dalam suppositoria vaginal. Yang
dimaksudkan untuk penggunaan efek lokal dari zat anti mikroba suppositoria
melarut perlahan untuk memperpanjang aktifitas obat tersebut karena gliserin
bersifat higroskopik, maka suppositoria dikemas dalam bahan yang dapat
melindunginya dari kelembaban disekelilingnya. Suppositoria gelatin yang
mengandung gliserin membantu pertumbuhan bakteri atau jamur, karena itu
suppositoria disimpan dalam tempat dinggin dan sering kali mengandung zat-zat
yang menghambat pertumbuhan mikroba.
b)
Berbagai Polietilenglikol
Suppositoria Polietilenglikol dapat dibuat dengan pencetakan maupun metode
kompressi dengan suatu campuran 6% Heksatiesol 1.2.6 dengan polietilenlikol
1540 dan 12 % polimer. Polietilen oksida 4000 merupakan basis yang sesuai
terutama untuk teknik kompressi dingin.
G. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN
SUPPOSITORIA
Keuntungan :
1.
Menurut R.Voight hal 282
·
Tidak merusak lambung
·
Tanpa rasa yang tidak enak
(kemualan)
·
Mudah dipakai bahkan pada saat
pasien tidak sadarkan diri, sulit menelan dan sebagainya.
·
Pemakaian suppositoria pada
umumnya tidak menimbulkan rasa sakit.
2.
Menurut Ansel hal 579
·
Obat yang masuk dibuat tidak
aktif oleh pH atau aktivitas enzim dalam lambung atau perlu dibawa untuk masuk
ke dalam lingkungan merusak ini.
·
Obat yang merangsang lambung
dapat dibiarkan tanpa menimbulkan perangsangan.
·
Obat yang dirusak dalam partal
dapat melewati hati setelah diabsorbsi pada rectum.
·
Cara ini lebih sesuai
digunakan oleh pasien dewasa dan anak-anak yang tidak dapat atau tidak mau
menelan obat.
3.
Menurut FI edisi IV hal 16
Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung-pelindung ditempat sebagai
pembawa zat terapeutik yang bersifat lokal dan sistemik.
4. Menurut Scoville’s hal 3086
·
Suppositoria tidak hanya
digunakan aksi lokal terapi juga dari pemberian obat untuk efek sistemik.
·
Pada dosis yang sedikit pada
rektum menghasilkan penyerapan dari bahan-bahan yang dapat larut dengan efek
yang masuk lambung ke dalam sirkulasi vena.
·
Obat dalam bentuk sediaaan ini
sangat berguna dalam keadaan dimana obat tidak dapat ditoleransi dengan mulut
sebab pasien menjadi lemah atau muntah dengan beberapa alasan ini pemberian
lokal ini memberikan kontra indikasi.
5. Menurut Lachman hal 1148
Suppositoria rectal juga digunakan untuk efek sistemik dalam kondisi dimana
pemberian obat secara oral tidak akan ditahan atau diabsorbsikan dengan cepat
seperti dalam keadaan mual yang hebat dan muntah pada palalisys ileus.
6. Menurut RPS 18th hal 1609
Suppositoria dalam khusus pemberian obat yang tepat kepada yang tua dan
muda.
Kerugian
1.
Menurut Lachman hal 1151-1153
·
Dinding membran diliputi suatu
lapisan mukosa yang relatif konstan yang dapat bertanduk sebagai pengahalang
mekanik untuk jalannya obat melalui pori-pori.
·
Suatu obat yang sangat sukar
larut larut dalam minyak.
2.
Menurut R. Voight
Harus dalam kondisi penyimpanan yang tepat (kering , dingin) tidak
dilindungi dari cayaha, bebas udara disimpan dalam bentuk terpasang tidak
sebagai barang santai untuk memperpanjang stabilitasnya.
3.
Menurut Ansel hal 579
Dosis obat yang digunakan melalui rectum mungkin lebih besar atau lebih
kecil daripada yang dipakai secara oral tergantung pada faktor-faktor kedalam
tubuh pasien. Sifat fisika kimia obat dari kemampuan obat melewati penghalang
fisiologis , untuk diabsorbsi dan sifat
basis suppo yang dimaksudkan untuk obat-obat sistemik efek lokal umumnya
terjadi dengan bentuk/waktu setengah jam sampai sedikit 4 jam.
4.
Menurut RPS hal 14
Kecuali bila terpaksa dan diperlukan untuk hal-hal tersebut untuk pemberian
obat dalam sentuk suppositoria untuk mendapat efek sistemik kurang merugikan
karena :
·
Absorbsi obat dari
suppositoria tidak konsisten
·
Cairan dalam rectum relatif
sedikit dibandingkan dengan cairan saluran cerna (lambung dan usus) kekurangan
cairan dalam rectum menghambat proses desintegrasi dan absorbsi.
·
Difusi /absorbsi obat melalui
mukosa rectum terbatas.
H. SYARAT BASIS YANG IDEAL
a. Menurut Scoville’S hal 370-371
Dari segi pandang pada formulasi basis suppositoria ideal
seharusnya : stabil, mudah dalam penuangan, menjadi keras pada pendinginan
dengan cepat, tidak membutuhkan lubrikan pencetakan, mempunyai penampilan yang
baik, cocok dengan semua obat. Dari sudut pandang dari absorbsi obat pada basis
seharusnya netral dalam reaksi, tidak iritasi, kehadiran dari obat dalam
mengabsorbsi bentuk sangat mudah, melunak lengkap atau larut pada suhu tubuh
dalam rektum dengan 30 mm dan tidak bocor pada rektum.
b.
Menurut R. Voight hal 283-284
·
Secara fisiologis netral tanpa
menimbulkan rangsangan pada usus ini dapat ditimbulkan dalam massa fisiologi
atau ketagihan kekerasan terlalu besar , tetap juga peracikan dari bahan obat
yang tidak cukup terhaluskan.
·
Secara kimia netral (tanpa
tidak tersatunya bahan obat)
·
Tanpa alotropisme (modifikasi
yang tidak stabil)
·
Interval yang rendah antara
titik lebur dan titik beku (dengan ini pembentukan yang cepat dan massa dalam
pembentukan kontrasibilitas yang baik , pencegah suatu pendingin es dalam
pembentuk.
·
Interval yang rendah antara
titik lebur mengalir dengan titik lebur jernih.
·
Viskositas yang memadat
(pengurangan lebih lanjut dari sedimentasi bahan obat tersuspensi, tinggi
ketetapan tekanan)
·
Sebaiknya suppositoria dalam
beberapa menit melebur pada suhu tubuh atau melarut (persyaratan untuk kerja
obat)
·
Pembebasan obat yang baik dan
reabsorbsinya.
·
Daya tahan dan daya
penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan pewarnaan, pengerasan, ketetapan bentuk
dan daya patah yang baik).
c.
Menurut Lachman , hal 1168
·
Telah mencapai kesetimbangan
kristalivitas dimana komponen mencair dalam temperatur rectum (360C)
·
Tidak toksik dan tidak
mengiritasi jaringan yang peka dan meradang
·
Dapat bercampur dengan
berbagai jenis obat.
·
Basis suppositoria tersebut
tidak mempunyai bentuk meta stabil (tidak berubah bentuk dalam keadaan semula
pada saat pelelehan)
·
Basis suppositoria tersebut
menyusut secukupnya pada pendinginan
·
Basis suppositoria mempunyai
sifat membasahi dan mengemulsi
·
Basis suppositoria tidak
merangsang
·
Angka air tinggi maksudnya
persentase air yang tinggi dapat dimaksudkan kedalamnya.
·
Stabil pada penyimpanan
maksudnya warna, bau dan pola pelepasan obat
·
Tidak mempunyai efek obat
·
Dapat dibuat suppositoria
dengan tangan mesin kompressi atau akstruksi
d.
Menurut RPS 18th hal 1610
·
Basis compatible dengan
beberapa obat.
·
Meleleh atau tidak larut dalam
cairan rektal.
·
Harus stabil pada penyimpanan
tidak harus mengikat tapi melepas atau absorbsi obat.
·
Tidak beracun dan tidak
teriritasi dalam membran mukosa
·
Cepat bercampur dengan
berbagai macam obat.
e.
Menurut Ansel , hal 581
Basis selalu padat dalam suhu ruangan tetapi akan melunak , melebur atau
melarut mudah pada suhu tubuh sehingga obat yang dikandungnya dapat sepenuhnya
didapat setelah dimaksukkan.
f.
Menurut FI edisi III 32
Bahan dasar harus dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh.
I. METODE PEMBUATAN SUPPOSITORIA
a.
Menurut Lachman hal 1179
1.
Metode dengan Tangan
Metode pembuatan suppositoria yang paling sederhana dan yang paling tua
adalah dengan tangan. Yakni dengan menggulung basis suppositoria yang telah dicampur
homogen dan mengandung zat aktif menjadi bentuk yang dikehendaki. Mula-mula
basis diiris, kemudian diaduk dengan bahan aktif dengan menggunakan atau
dilarutkan dengan air, atau kadang-kadang dicampur atau dengan sedikit lemak
bulu domba untuk mempermudah penyatuan basis suppositoria. Kemudian massa
digulung menjadi satu barang silinder dengan garis tengah dan panjang yang
dikehendaki atau menjadi bola-bola vaginal sesuai dengan berat yang diinginkan.
Batang silinder dipotong menjadi beberapa bagian kemudian salah satu ujungnya
diruncingkan.
2.
Mencetak kompressi
Suppositoria yang lebih seragam dengan cara farmasetik dapat dibuat dengan
mengkompressi larutan massa dingin menjadi suatu bentuk yang dikehendaki, suatu
roda tangan berputar menekan suatu bistor pada massa suppositoria yang diisikan
dalam silinder sehingga massa terdorong masuk ke dalam cetakan.
3.
Metode Tuang
Metode yang paling umum digunakan pada suppositoria skala kecil dan skala
besar adalah pencetakan. Pertama-tama bahan basis diletakkan sebaiknya di atas
penangas air atau penangas uap untuk menghindari pemanasan setempat yang
berlebihan. Kemudian bahan-bahan aktif diemulsikan atau disuspensikan ke
dalamnya.
4.
Metode Pencetak Otomatis
Pelaksanaan pencetakan (penanganan, pendinginan) dan pemindahan dapat
dilakukan dengan mesin. Seluruh pengisian, pengeluaran dan pembersihan cetak
semua dijalankan secara otomatis. Pertama-tama massa yang telah disiapkan
diisikan ke dalam suatu corong pengisi dimana massa tersebut secara kontinyu
dicampur dan dijaga pada temperatur konstan.
b.
Menurut Ansel hal 585
1.
Pembuatan dengan cara cetak
Langkah-langkah dengan cara percetakan termasuk :
·
Melebur basis
·
Mencampur bahan obat yang
diinginkan
·
Membiarkan leburan menjadi
dingin dan membuat menjadi suppositoria
·
Melepaskan suppositoria
2.
Pembuatan dengan Cara Kompressi
·
Suppositoria dapat dibuat juga
dengan massa yang terdiri dari campuran basis dengan bahan obatnya dalam
cetakan khususnya memakai alat mesin pembuat suppositoria dan bahan lainnya.
Dalam formula dicampur/diaduk dengan baik. Pergeseran pada proses menjadikan
suppositoria lembek seperti kental pasta. Proses kompressi khususnya cocok
untuk pembuatan suppositoria yang mengandung bahan obat yang mengandung
sebagian besar bahan yang tidak larut dalam basis.
·
Dalam pembuatan suppo dengan
media kompressi adonan suppositoria dimasukkan ke dalam sebuah selinder yang
kemudian ditutup dengan cara menekan salah satu ujung secara mekanis atau
dengan memutarkan rodanya maka adonan tadi terdorong keluar pada ujung lainnya
dan masuk ke dalam celah-celah cetakan ketika cetakan terisi penuh. Sebuah
lempeng yang bergerak di ujung bagian belakang cetakan dilepaskan dan pada saat
tambahan tekanan diberikan kepada adonan yang ada dalam selinder. Suppositoria
yang telah dibentuk tadi akan lepas dari cetakan.
·
Pembuatan secara menggulung
dan membentuk tangan. Dengan tangan terdapat cetakan suppositoria dalam
macam-macam ukuran dan bentuk. Pengolahan suppositoria dengan tangan oleh ahli
farmasi sekarang rasanya hampir tidak perlu dilakukan lagi. Namun demikian
melihat dan membentuk suppositoria dengan tangan merupakan bagian dari sejumlah
seni para ahli farmasi.
c.
Menurut RPS 18th hal 1611-1612
1.
Suppositoria Gulung ( yang dibentuk oleh tangan)
Suppositoria gulung metode tertua dan tersimpel dalam penyiapan bentuk
dosis ini, manipulasi membutuhkan keterampilan yang banyak. Natrium menghendaki
komplikasi panas dan preparat cetakan proses secara umum dapat digambarkan
sebagai berikut :
Proses umum
Ambil jumlah yang ditentukan pada zat kimia, yang berhubungan dengan
obat-obatan dan jumlah yang cukup pada minyak theobroma yang diparut/menciut
dalam sebuah lesung/lumpang mengurangi bahan-bahan obat-obatan pada sebuah
bubuk halus atau jika disusun dengan sari-sari, lunak dan alkohol yang
ditambahkan air dan digosok sampai pasta lambat terbentuk jumlah tepat minyak,
theobroma yang menciut kemudian ditambah dan sebuah massa menyerupai sebuah
massa pil yang dibuat sepenuhnya melalui penggabungan bahan-bahan dengan alat
penumbuk, kadang-kadang dengan bantuan sejumlah kecil lemak wol. Ketika massa
menjadi belastik dibawah peremasan yang liat alat penumbuk, dengan cepat ini
dilepaskan atau dilonggarkan dari lesung dengan spatalase sepotong kertas
penyaring yang disimpan antara massa dan tangan-tangan selama prosedur
peremasan dan penggulungan. Dengan cepat, gerakan perputaran tangan, massa
yangf digulung kesebuah bola yang dengan segera ditempatkan diatas ubin pil
silinder suppositoria dibentuk melalui penggulungan massa pada ubin dengan
sebuah papan lurus, sebagian dibantu oleh telapak tangan lain jika kondisi
memungkinkan “pipa” suppositoria sering kali akan menunjukkan kecenderungan
untuk retak dipusat, pengembangan inti lem atau lubang. Ini terjadi ketika massa
tidak diremas dan dilembutkan secukupnya
dengan hasil bahwa tekanan papan penggulung tidak dibawah secara keseluruhan
massa tetapi didesak terutama pada permukaan panjang silinder biasanya
disamakan sekitar 4 spasi pada ubin pil setiap suppositoria. Jadi pembuatan
potongan, ketika dipotong hampir suppositoria dengan sudah selesai seandainya
pembentukan point (titik) ketika silinder telah dipotong sejumlah pot organ
yang tepat dengan spatula, atau dibeberapa kasus bahkan dengan pembentukannya
dengan jari-jari untuk memproduksi sebuah titik yang dibulatkan.
2.
Pengempaan Suppositoria Cetak (Lebur) – Metode Preparat
Suppositoria ini juga menghindari panas massa suppositoria, seperti
campuran minyak dan obat theobroma yang menciut, dipaksa kesebuah cetakan
dibawah tekanan menggunakan alat pemeras yang dioperasikan oleh roda-roda massa
dipaksa kepembukaan cetakan, tekanan dilepaskan. Cetakan pada sebuah mesin
pengempaan dingin berskala besar dioperasikan secara hedrolik. Jaket air untuk
pendinginan dan tekanan diterapkan melalui seber (pengisap) untuk memadatkan
atau memampatkan massa menjadi pembukaan cetakan.
d.
Menurut R. Voight hal 291-293
Menurut teknik pembuatannya maka dibedakan antara cara tuang dan cara
cetak.
1.
Cara Tuang
Terjadi paling sering untuk penggunaan setelah massa dilebur dan disatukan
dengan bahan obat maka, mereka dituang dalam pembentuk untuk menjamin suatu
pembekuan yang cepat dan untuk mengurang satu sedimentasi dan bahan obat lebih
lanjut. Mak pada peleburan massa diperhatikan bahwa suhu tidak boleh naik
terlalu tinggi dan yidak dijumpai leburan jernih, seharusnya banyak dari massa
pada penuangan sedapat mungkin menunjukkan visikositas tinggi dan memiliki
suatu suhu, yang terletak hanya sedikit diatas titik bekunya. Itu dicapai
melalui pemanasan yang sangat berhati-hati (misalnya dengan penyinar infra
merah) penting atau bahwa dengan ini massa diaduk intensif secara tetap. Pada
penuangan sebaliknya terdapat satu campuran sejenis krim artinya didalam massa
sebaliknya terdapat bahan yang melebur pendampingan. Metode ini dinyatakan
sebagai cara dileburkan dan lebur jernih, yang hanya dapat diperlukan pada
penggabungan besar-besaran adalah lebih disuka, penanganan dari penggabungan
suppositoria kecil-kecilan diambil tuang tunggal artinya setiap lubang
pembentuk suppositoria diisikan berturut-turut. Pada pembuatan semi industri
berlangsung suatu pengisian serempak seluruh lubang dari pembentuk dengan
menggunakan perlengkapan berbentuk corong uang cocok sehingga dikatakan suatu
ruang massa.
2.
Cara Cetak
Pada cara cetak dikerjakan dengan dasar suppositoria terparut, dengan
dicampurkan bahan obat yang diserbuk halus, materi awal yang disiapkan
sedemikian diisikan dalam sebuah pencetak suppositori (misalnya pencetak suppositoria
universal) dengan menggunakan sebuah torak, yang digunakan melalui sebuah
pembuka kecil menjadi bentuknya. Diindustri, peralatan cetak yang digunakan
bekerja dengan 10 Mpa (100 cc). Massa suppositoria yang telah dikenal yang umum
diperdagangkan semuanya lebih atau kurang cocok untuk pembuatan dari pembuatan
suppositoria cetak. Jika dijumpai kesulitan, maka untuk pengurangan kerapatan
dimasukkan pembuat lunak (parafin cair, lemak bulu domba).
J.
EVALUASI SUPPOSITORIA
Menurut Lachman hal 1191-1194
1.
Uji Kisaran Leleh
Uji ini disebut juga uji kesaran meleleh makro dan uji merupakan salah satu
ukuran waktu yang diperlukan suppositoria untuk meleleh sempurna bila
dicelupkan dalam penangas air dengan temperatur tetap (370C).
Sebaiknya uji kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang diukur dalam pipa
kapiler hanya untuk basis lemak.
2.
Uji Pencahar
Uji Pencahar atau uji waktu melunak dari suppositoria rektal suatu
modifikasi yang dikembangkan oleh Krowezyasku adalah uji suppositoria akhir lain
yang berguna. Uji tersebut terdiri dari pipa U yang sebagian dicelupkan kedalam
penangas air yang bertemperatur konstan. Penyempitan pada satu menahan
suppositoria tersebut pada tempatnya dalam pipa.
3.
Uji Kehancuran
Berbagai larutan sudah diuraikan untuk memecahkan masalah kerapuhan
suppositoria. Uji kehancuran dirancang
sebagai metode untuk mengukur keregasan atau kerapuhan suppositoria. Alat yang
digunakan untuk uji tersebut terdiri dari suatu ruang berbanding rangkap dimana
suppositoria yang diuji ditempatkan. Air pada suhu 370C dipompa
melalui dinding rangkap ruang tersebut. Dan suppositoria diisikan ke dalam
dinding dalam yang kering, menopang lempeng dimana suatu batang diletakkan.
4.
Uji Disolusi
Pengujian laju pelepasan zat obat dari suppositoria secara invitro selalu
mengalami kesulitan karena adanya pelelehan. Perubahan bentuk dan depresi dari
medium disolusi. Pengujian awal dilakukan dengan penetapan biasa dalam gelas
piala yang mengandung suatu medium.
K. SPESIFIKASI UNTUK BASIS SUPPOSITORIA
a.
Menurut Lachman hal 1156-1167
1.
Asal dan Kompressi Kimia
Uraian singkat dari konversi mengungkapkan sumber asal (yakni apakah
benar-benar alami atau sintetis, atau produk yang dimodifikasi). Dan susunan
kimia ketidak tercampuran basis dengan konstituen-konstituen lain secara fisika
atau kimia dapat diramalkan jika komposisi formula yang tepat diketahui,
termasuk pengawet, antioksidant dan pengemulsi.
2.
Kisaran Titik Leleh
Karena basis suppositoria merupakan campuran kompleks trigliserida, maka
basis suppositoria tersebut tidak mempunyai titik leleh tajam. Karakteristik
titik leleh dinyatakan sebagai suatu kisaran yang menunjukkan temperatur dimana
lemak mulai meleleh dan temperatur dimana lemak meleleh seluruhnya.
3.
Solid-Fat Index (SFI)
Dari grafik persentase zat padat terhadap temperatur, seseorang dapat
menentukan kisaran pemadatan dan kisaran leleh basah, basah lemak juga bersifat
leleh, rasa pada permukaan dan kekerasan basis. Basis dengan suhu tetes yang
jelas dalam zat padat dan rentang temperatur pendek terbukti rapuh jika meleleh
terlalu cepat.
4.
Angka Hidroksil
Angka hidroksil merupakan suatu ukuran posisi yang tidak diesterifikasi
pada molekul-molekul gliserida dan mencerminkan kandungan monogliserida dan
diglerisida suatu basis lemak, angka ini menunjukkan miligram KOH yang akan
menetraksir asam asetat yang digunakan untuk mengesetilasi 1 gram lemak.
5.
Titik Memadat
Harga ini meramalkan waktu yang dibutuhkan oleh basis untuk menjadi padat
dan besar adalah cetakan. Pertama-tama sebaiknya diatas penangas air atau
penangas uap untuk menghindari pemanasan setempat yang berlebihan. Kemudian
bahan-bahan aktif diemulsikan atau disuspensikan ke dalamnya.
6.
Mesin Pencetak Otomatis
Pelaksanaan pencetakan (penuangan, pendinginan dan pemindahan) dapat
dilakukan dengan mesin. Seluruh pengisian, pengeluaran dan pembersihan cetakan,
semua dijalankan secara otomatis produksi suatu mesin putar khusus berkisar
antara 3500 sampai 6000 suppositoria per jam.
b.
Menurut Ansel hal 585
1.
Dengan cara mencetak
Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode percetakan termasuk :
-
Melebur basis
-
Mencampurkan bahan obat yang digunakan
-
Menuang hasil leburan ke dalam cetakan
-
Membiarkan leburan menjadi dingin dan mengental menjadi suppositoria
-
Melepaskan suppositoria dengan oleum cacao, gelatin, gliserin,
polieleglikol dan basis suppositoria lainnya yang cocok dibuat dengan cara
mencetak.
2.
Dengan Cara Kompressi
Suppossitoria dapat juga dibuat dengan menekan massa yang terdiri dari,
campuran basis dengan bahan obatnya dalam cetakan khusus memahami obat/mesin
pembuat suppositoria. Dalam pembuatan dengan cara kompressi dalam cetakan.
Basis suppositoria dan bahan lainnya dalam formula dicampurkan atau diaduk
dengan baik, penggeseran pada proses tersebut menjadikan suppositoria lembek
seperti kentalnya pasta.
3.
Secara Menggulung dan Membentuk dengan Tangan
Dengan terdapatnya cetakan suppositoria dalam macam-macam ukuran bentuk.
Pengolahan suppositoria dengan tangan oleh ahli farmasis, sekarang rasanya
hampir tidak pernah dilakukan. Namun demikian melintang dan memuat suppositoria
dengan tangan merupakan bagian dari
rendah sejarah seni ahli farmasi.
c.
Menurut R. Voight hal 289-291
1.
Cara Penuangan
Cara ini paling sering digunakan setelah massa melebur dan disatukan dengan
bahan obat dituang ke dalam cetakannya. Untuk menjamin perlakuan yang cepat
sehingga lebih mengurangi proses sedimentasi bahan obat. Pada saat peleburan
massa harus diperlihatkan bahwa suhu tidak naik terlalu tinggi dan tidak
membentuk leburan yang jernih bila basis tersebut didinginkan dalam cetakan.
Jika interval antara kisaran leleh dan titik memadainya adalah 100C
atau lebih. Maka waktu yang dibutuhkan untuk memadatkan dapat diperpendek
dengan menambahkan pendingin sehingga prosedur pembuatan lebih efisien.
2.
Angka Penyabunan
Jumlah miligram kalium hidroksida yang diperlukan untuk menetralkan
asam-asam bebas dan saponifikasi ester-ester yang dikandung dalam 1 gram lemak
adalah suatu indikasi dari tipe (Mono, di dan tri) gliserida dan juga jumlah
gliserida yang ada.
3.
Angka Iod
Angka ini mengatakan banyaknya garam iod bereaksi dengan 100 gram lemak
atau bahan lain yang tidak jenuh. Peruraian mungkin disebabkan oleh lembab.
Asam-asam dan disigen meningkat dengan harga iod yang tinggi.
4.
Angka Alir
Jumlah garam yang dapat dimasukkan dalam 100 gram lemak dinyatakan dengan
harga ini. “Angka air” meningkat dengan adanya penambahan zat aktif. Permukaan monogliseridsa
dan pengemulsi-pengemulsi lain.
5.
Angka Asam
Banyaknya miligram
kalium hidroksida yang diperlukan utnuk menetralkan asam bebas dalam 1 gram zat
dinyatakan dengan harga ini. Angka asam yang rendah atau tidak adanya asam.
Penting untuk basis suppositoria yang baik.
No comments:
Post a Comment