Thursday, July 2, 2015

KASUS 7



ILUSTRASI KASUS


Identitas Pasien
Nama                   : Tn. Isk
No.MR                : 00XX2800
Jenis kelamin       : Laki-laki
Tanggal Lahir      : 1/7/1958
Alamat                 : Air Haji kel. Lingo sari baganti
Pekerjaan             : Tani
Keluhan:
Benjolan pada leher kanan sejak 1 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit sekarang:
·         Benjolan pada leher kanan sejak 1 bulan yang lalu
·         Benjolan makin lama makin besar
Riwayat Penyakit Terdahulu:
-
Riwayat Keluarga:
-
Diagnosa:
Carcinoma thyroid metastase kelenjar getah bening dextra
Pemeriksaan Umum
Kesadaran       : CMC ( compos mentis cooperation)
TD                   : 120/80
Nadi                : 88/menit
Pernapasan      : 21x/menit

Pemeriksaan Laboratorium

Kimia klinik (13/10/2012)
No.
Parameter
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
1
Asam Urat (darah)
6,1
mg/dl
2.60 – 6,00
2
Glukosa darah puasa
80
mg/dl
0,00 – 126,00
3
Glukosa darah 2 jam pp
0
mg/dl
0,00 – 200,00
4
SGOT
29
u/l
0,00 – 31,00
5
SGPT
43
u/l
0,00 – 34,00
6
Ureum darah
30
mg/dl
21,00 – 43,00
7
Kreatinin darah
1,1
mg/dl
0,60 – 1,20
8
Kolesterol total
206
mg/dl
<200
9
Kolesterol LDL
147
mg/dl
<150
10
Kolesterol HDL
34
mg/dl
Pr:>65
11
Trigliserida
125
mg/dl
<150


Hematologi (13/10/12)
No
Parameter
Hasil
Sat
Remarks
Rujukan Nilai
1
APTT (Massa Tromboplastin Parsial)
34,1
Detik

29,20 – 39,40
2
PT
11,3
Detik
rendah
10,00 – 13,6
3
IMR
1
INR

<1,2
4
Hemoglobin
14,1
g/l

12,00 – 14,20
5
Hematokrit
41
%

37,00 – 43,00
6
Leukosit
8700
/mm
tinggi
5,00 – 10,00
7
Basofil
0
%

0 – 1
8
Eusinofil
14
%

1 – 3
9
Netrofil batang
1
%

2 – 6
10
Netrofil segmen
59
%

50 – 70
11
Trombosit
322
103/mm3

150 – 400
12
LED
37
Mm/jam
Tinggi
0,00 – 15,00
13
Limfosit
25

Monosit
2


Hematologi  (17/10/12)
No.
Parameter
Hasil
Sat
Rujukan Nilai
1
Hemoglobin
12,5
g/l
12,00 – 14,20
2
Hematokrit
38
%
37,00 – 43,00
3
Leukosit
12,2
103/mm3
5 – 10
4
Trombosit
146
103/mm3
150 – 400



Imunologi / serologi (23/10/2012)
No.
Parameter
Hasil
Satuan
Remarks
Nilai Rujukan
1
T3
1,67
Mmol/L

0,9 – 2,5
2
TSH
0,39
uUi/ml

0,25 - 5


Imunologi / serologi (8/11/2012)
No.
Parameter
Hasil
Satuan
Remarks
Nilai Rujukan
1
FreeT4
9,87
pmol/L

9-20


Kimia Klinik (17 Nov 2012)
No.
Parameter
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
1
pH
7,41
-
Arteri: 7,37 – 7,43
Vena:7,32 – 7,38
2
pCO2
42
mmHg
Arteri: 36 – 44
Vena: 42 – 50
3
pO2
63
mmHg
92,00 – 96,00
4
Na+
132
mmol/L
135,00 – 145,00
5
K+
4,1
mmol/L
3,5 – 4,5
6
Ca2+
0,63
mmol/L
1,12 – 1,32
7
HCT
37
%
36,00 – 38,00
8
Temp-corected
37,0
C
0,00 – 0,00
9
Ca2+(7,4)
0,63
mmol/L
0,00 – 0,00
10
HCO3-
26,6
mmol/L
0,00 – 0,00
11
HCO3 Std
26,1
mmol/L
0,00 – 0,00
12
TCO2
27,9
mmol/L
0,00 – 0,00
13
BEecf
2,0
mmol/L
0,00 – 0,00
14
BE (B)
1,7
mmol/L
0,00 – 0,00
15
SO2C
92
%
0,00 – 0,00
16
THbc
11,5
g/dl
0,00 – 0,00
17
THb
12,5
g/dl
0,00 – 0,00


PEMERIKSAAN PENUNJANG

DAFTAR MASALAH (DIAGNOSA)
1.      Carcinoma Thyroid Metastase Kelenjar Getah Bening

TERAPI
1.      Total thyroidectomy dan radical neck dissection standar

FOLLOW UP PASIEN
Tanggal 12/11/12
TD : 140/70
N : 72x/menit
P : 20x/m
T :36,5oC
Tumor Thyroid Kelenjar Getah Bening
Advice:
Menunggu Jadwal Operasi
Tanggal 14/11/12

Carsinoma Thyroid (benjolan thyroid) dengan Metastase Kelenjar Getah Bening
Advice:
·         Menunggu Jadwal Operasi
·         Pasien dioperasi sabtu 17/11/12
Tanggal 15/11/12
TD:120/70
N :77x/m
P:28x/m
-
Tanggal 16/11/12
TD : 120/80
N :75
P :20
T :36,6
-




Tanggal 17/11/12
Selesai dilakukan total tiroidektomi + diseksi kelenjar getah bening dalam general anastesi.

Pasien Dioperasi
Instruksi post operasi:
·         Rawat di RR bedah
·         Awasi ketat vital sign
·         Awasi luka operasi
·         Awasi Drainase
·         IVFD RL 20gtt/1
·         Cek Hb dan kalsium post operasi
·         Transfuse Hb apabila < 10gr/dl
·         R/ Ceftriaxone            2 x 1g
Ketorolac     2 x 1g
Ranitidine    2 x 1 amp
Vitamin K   3 x 1 amp
Vitamin C    3 x 1 amp
Kalnex         3 x 1 amp
Methycobal 3 x 1 amp
Dexamethasone 3 x 1 amp
Tanggal 18/11/12
KU : Sedang
Kesadaran:CMC
Nadi : 90
TD: 172/80
Advice:
·         Cek kadar Ca besok pagi
·         R/ Ceftriaxone            2 x 1g
Ketorolac     2 x 1g
Ranitidine    2 x 1 amp
Vitamin K   3 x 1 amp
Vitamin C    3 x 1 amp
Kalnex         3 x 1 amp
Methycobal 3 x 1 amp
Dexamethasone 3 x 1 amp
Ca Glukonas iv 1 ampul
Tanggal 19/11/12
S: Sesak nafas (+) demam (-) kram (-), suara tidak bias keluar.
Pemeriksaan fisik
-    Keadaan umum: sedang
-    Kesadaran : CMC
-    Nadi x/menit : 88 x/m
-    Nafas x /menit : 24x/m

Pemeriksaan Ca Darah:
8.5 mg/dl (8,6-10,3)
Advice:
·         Cek ulang kalium darah
·         Rontgen torak
·         Awasi vital sign
·         Diet ML
·         IVFD RL 20 gtt/1
·         R/ Ceftriaxon 2 x 1g
Ketorolac 2 x 1g
Kalnex 3 x 1g
Vitamin C 3 x 1g
Methycobal 3 x 1 ampul
Dexametason 3 x 1 ampul
Ambroxol 3 x 1cth
·         Boleh pindah ke CP
20/11/12
S: nyeri berkurang, demam (-), sesak (-), suara belum keluar.







Advice:
·         Awasi Vital sign
·         Awasi luka pada post operasi
·         Diet ML
·         IVFD RL 20 gtt/1
·         R/ Ceftriaxon 2 x 1g
Kalnex 3 x 500mg
Vitamin C 3 x 1 ampul
Methycobal 3 x 1 ampul
Dexametason 3 x 1 ampul
21/11/12
S: nyeri berkurang, demam (-), sesak (-), suara serak.
TD: 110/80
N: 72x/m
P: 20x/m
T:36,10C
Advise:
·         Redresi
·         Diet ML
·         R/ Ceftriaxon 1 x 2g
Kalnex 3 x 1
Methycobal 3 x 1 ampul
Dexametason 3 x 1 ampul
Ambroxol 3 x 1cth
Tramadol 3x1 amp
Tanggal 22/11/12
Subjektif: demam (-) nyeri (-)
TD:140/100
N:81x/m
P:24x/m
T:36,10C
Advice:
·         Diet ML
·         Mobilisasi
·         R/ Ceftriaxon 1 x 2g
Tramadol 2 x 1 amp
Methycobal 3 x 1 ampul
Dexametason 3 x 1 ampul
Ambroxol 3 x 1cth
Kalnex 3 x 500mg iv
Tanggal 23/11/12
Subjektif: demam (-) nyeri (-)

Advice:
·         Pasien boleh pulang
·         Control poli ke dokter onkologi
·         R/ Ciprofloxacin 2 x 1
Asam mefenamat 3x1
Methycobal 2 x 1 tab
Ambroxol 3 x 1cth


Penggunaan Obat Bersamaan
Obat-obatan
Dosis
Rawatan
17
18
19
20
21
22
Ceftriaxone
2 x 1g













1 x 2 g















Ketorolac
2 x 1g












Ranitidine
2 x 1 amp









Vitamin K
3 x 1 amp














Vitamin C
3 x 1 amp











Kalnex (Tranexamic acid)
3 x 1 amp





3 x 500 mg















Ambroxol Syr
3 x 1 cth






Methycobal (Methyl cobalamine)
3 x 1 amp


Dexamethasone
3 x 1 amp


Tramadol
3 x 1 amp














Ca Gluconas
1 amp


















Obat Pulang:
R/   Ciprofloxacin           2 x 1 tab
       Asam mefenamat     3 x 1 tab
       Ambroxol syr           3x1cth
       Methycobal              2 x 1 tab



ANALISIS KASUS
1.        Analisis Penatalaksanaan Terapi Ca Thyroid
Pada kasus ini, pasien didiagnosa pappilary ca thyroid dengan metastase kelenjar getah bening. Papillary ca thyroid merupakan ca thyroid yang berdiferensiasi baik (well differentiated). Penatalaksanaan pappilary ca thyroid dengan metastase regional adalah dengan memastikan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi bersifat operable atau inoperable.
Bila inoperable, tindakan yang dipilih adalah dengan radioterapi eksterna atau dengan kemoradioterapi Adriamicin dosis 5060mg/m2 luas permukaan tubuh (BSA).
Bila kasus tersebut operable, dilakukan penilaian infiltrasi KGB terhadap jaringan sekitar. Bila tidak ada infiltrasi, dilakukan tiroidektomi total (TT) dan functional radical neck dissection (RND). Bila ada infiltrasi pada n. ascesorius, dilakukan TT dan RND standar. Bila ada infiltrasi pada vena jugularis interna tanpa infiltrasi pada n. ascesorius, dilakukan TT dan RND modifikasi 1. Bila ada infiltrasi hanya pada m. sternocleidomastoideus, dilakukan TT dan RND modifikasi 2.
Pada kasus ini, termasuk yang operable dengan infiltrasi KGB, sehingga penatalaksanaan yang dipilih adalah TT dan RND standar. TT adalah pengangkatan semua kelenjar tiroid. Pada prakteknya, TT tidak dapat dilakukan sepenuhnya, melainkan hanya sampai pada near TT. Hal ini disebabkan oleh adanya saraf pita suara dan kelenjar paratiroid yang terletak dekat dan menempel pada kelenjar tiroid. Kedua bagian tersebut sangat penting untuk direservasi pada saat pembedahan untuk mempertahankan fungsinya, sehingga membuka celah kemungkinan adanya tiroid yang tersisa pada bagian tersebut. [FU1] RND standar adalah pengangkatan selruh jaringan limfoid di daerah leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan pengangkatan n. ascesorius, v. jugularis ekterna dan interna, m. sternocleidomastoideus dan m. omohyodius, serta kelenjar ludah submandibularis dan tail parotis.
Sebagai follow up post operative, 4 minggu setelah tindakan TT dilakukan whole body scan (WBS) untuk mengetahui ada atau tidak adanya sisa jaringan tiroid normal pasca TT. Pada beberapa literatur dinyatakan bahwa pemeriksaan yang dilakukan berupa thyroid scintigraphy atau sidik tiroid sisa. Bila masih terdapat sisa jaringan tiroid normal, dilakukan ablasio (RAI ablation) dengan I131 untuk ablasi jaringan tiroid yang tersisa dan residu tumor/kanker mikroskopik yang bersifat potensial, sehingga dapat menurunkan resiko rekurensi lokoregional. Ablasi RAI dilanjutkan dengan terapi substitusi/supresi dengan tiroksin sampai kadar TSHs ≤ 0,1 mU/l. Bila tidak terdapat sisa jaringan tiroid normal, dilakukan terapi substitusi/supresi.
Terapi hormon tiroid diberikan dengan dua tujuan, yaitu substitusi hormon tiroid dan supresi thyroid stimulating hormone (TSH), sehingga tercapai kadar hormon tiroid yang normal di jaringan, menghilangkan gejala yang ditimbulkan, dan mengatasi biokimia abnormal yang disebabkan oleh hipotiroid.
Lini pertama yang diberikan adalah levothyroxine (LT4) karena bersifat stabil, relatif tidak mahal, bebas antigenisitas, dan memiliki potensi yang sama.
Supresi TSH dengan LT4 dapat menurunkan progresi metastasis pada pasien ca thyroid dengan resiko tinggi, tetapi tidak menunjukkan efektivitas pada pasien degan resiko rendah. Dosis supresi denga LT4 adalah 2 x 100 µg. [FU3] Pada kasus ini, pasien termasuk kategori resiko tinggi dengan kriteria berdasarkan klasifikasi AMES (age, metastatic disease, extrathyroidal extension, size), yaitu laki-laki umur > 41 tahun dengan karsinoma papilare invasi ekstra tiroid yang luas dan ukuran tumor primer ≥ 5 cm.
Perhitungan dosis supresi dengan LT4:
·         Untuk pasien dengan hipotiroid ringan, dosis LT4 yang diberikan 1,7 mcg/kg/hari atau 100–125 mcg/hari PO, dengan dosis maksimum 300 mcg/hari.
Untuk pasien dengan usia > 50 tahun tanpa gangguan kardiovaskuler (atau < 50 tahun dengan gangguan kardiovaskuler), initial doses yang diberikan 25–50 mcg/hari, dilanjutkan dengan dosis 12,5–25 mcg tiap 6–8 minggu.
Untuk pasien dengan usia > 50 tahun disertai gangguan kardiovaskuler, diberikan initial dose 12,5–25 mcg/hari PO, dilanjutkan dengan dosis 12,5–25 mcg tiap 4–8 minggu hingga kadar thyroid dan TSHs normal. Rentang dosis yang diberikan 100–125 mcg/hari PO.
·         Untuk pasien dengan hipotiroid berat, initial dose yang diberikan 12,5–25 mcg/hari PO, dilanjutkan dengan dosis 25 mcg/hari tiap 2–4 minggu PRN.
Setelah 6 bulan terapi supresi, dilakukan pemeriksaan WBS dengan terlebih dahulu menghentikan terapi substitusi selama 2 – 4 minggu sebelum pemeriksaan guna meniadakan hormon tiroid di dalam tubuh. Bila terdapat metastasis jauh, dilakukan radiasi interna I131, dilanjutkan dengan terapi substitusi. Bila tidak terdapat metastasis, terapi dengan LT4 dilanjutkan sebagai terapi substistusi, WBS diulang setiap tahun selama 2–3 tahun, dan bila setelah 2 tahun berturut-turut hasilnya tetap negatif, maka evaluasi cukup dilakukan 3–5 tahun sekali.
Dalam follow up ca thyroid diferensiasi baik, pemeriksaan kadar human tiroglobulin (Tg) dapat digunakan sebagai indikator tumor untuk mendeteksi kemungkinan adanya residif tumor.



Bagan Follow Up Kanker Tiroid Berdiferensiasi Baik
Dalam kasus ini, pasien baru menjalani operasi dan belum menjalani WBS sehingga belum mendapatkan terapi substitusi/supresi.

2.        Analisis Penatalaksaan Terapi Post Operative
Setelah menjalani pembedahan, pasien diberikan beberapa terapi medikasi untuk recovery dan mengatasi permasalahan yang timbul pasca operasi.
a)        Infeksi post operative pada luka operasi
Infeksi pada luka operasi dapat disebabkan oleh paparan mikroba pada saat pembedahan (intraoperative). Untuk profilaksis infeksi post operative pada TT dan RND, diberikan antibiotik profilaksis cefazolin 2 g atau clindamycin 600 mg pada saat induksi dalam dosis tunggal, dan dapat diulangi setiap 8 jam (selama 24 jam).
Infeksi pada luka operasi juga dapat disebabkan oleh paparan mikroba dari lingkungan pada masa pemulihan luka operasi setelah pembedahan, terutama saat pasien dirawat di rumah sakit (nosocomial infection). Lingkungan rumah sakit yang rentan terhadap serangan infeksi, apalagi mikroba patogen penyebab infeksi yang cenderung lebih berbahaya dan resisten terhadap antibiotik dibandingkan dengan mikroba patogen di luar rumah sakit, menjadi pertimbangan pemberian profilaks infeksi pada luka operasi. Namun, berdasarkan studi literatur yang dilakukan, belum ditemukan standar terapi profilaks infeksi untuk kondisi tersebut.
Pada kasus ini, pasien diberikan ceftriaxone dengan dosis 2 x 1 g, kemudian regimen diganti menjadi 1 x 2 g.
Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan cephalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas (tetapi lebih aktif terhadap bakteri gram negatif)  dan digunakan dalam terapi infeksi nosokomial. Ceftriaxone bekerja menghambat sintesis dinding sel dengan berikatan dengan satu atau lebih protein terikat penisilin sehingga mengganggu sintesis peptidoklikan yang merupakan komponen utama dari dinding sel bakteri.
Ceftriaxone tidak diabsorbsi di saluran pencernaan, sehingga harus diberikan secara parenteral dalam bentuk sediaan injeksi intramuskular atau intravena dengan dosis 1 – 2 g/hari sebagai dosis tunggal atau terbagi dalam 2 dosis.
Pada kasus ini, dosis yang diberikan adalah 2 x 1 g, kemudian diganti menjadi 1 x 2 g, selama 6 hari. Dosis tersebut masuk ke dalam rentang minimum inhibiting concentration (MIC) sehingga secara farmakokinetik relatif efektif dan aman untuk digunakan. Untuk penggantian regimen dosis, tidak ada permasalahan, baik secara farmakokinetik, maupun farmakodinamik, malah mempermudah pemberian terapi dan meningkatkan kenyamanan pada pasien.
Pada saat pasien pulang, antibiotik tersebut diganti dengan ciprofloxacin 3 x 1 tablet. Hal ini disebabkan oleh ketiadaan ceftriaxone dalam bentuk sediaan tablet (yang mudah digunakan pasien dibandingkan dengan injeksi). Selain itu, penggantian obat tersebut juga dengan mempertimbangkan mekanisme kerja obat yang berbeda dengan antibiotik sebelumnya, sehingga diduga dapat menurunkan resiko resistensi mikroba terhadap antibiotik. Ciprofloxacin merupakan antibiotik golongan florokuinolon spektrum luas yang bekerja menghambat DNA-gyrase yang berperan dalam  transkripsi DNA.
Dalam pemberian ciprofloxacin (dosis dan lama terapi), harus dipertimbangkan fungsi ginjal pasien karena obat tersebut dieksresikan utama melalui ginjal dan bersifat nefrotoksik.
b)        Hypocalsemia
Pada pasien post operative TT, terdapat kemungkinan terjadinya gangguan fungsi kelenjar paratiroid yang terletak dekat dengan kelenjar tiroid, sehingga menyebabkan hipoparatiroid temporer ataupun permanen. Hipoparatiroid menyebabkan sekresi kalsitonin (hormon yang berperan dalam homeostasis kalsium) menurun, sehingga menyebabkan hipokalsemia.
Pada kasus ini, kadar kalsium pasien post operative rendah, sehingga pasien diberikan ca gluconate iv 1 ampul (10 mL ca gluconate 10% mengandung 1 g calcium gluconate) sebagai dosis tunggal.
Berdasarkan studi literatur yang dilakukan, diketahui bahwa penatalaksaan hipokalsemia akut adalah dengan pemberian elemental calcium 100 – 300 mg (~1 – 3 g ca gluconate) secara iv selama 5 – 10 menit denga kecepatan ≤60 mg/menit untuk elemental calsium). Pemberian initial bolus efektif hanya untuk 1 – 2 jam, sehingga harus dilanjutkan dengan continous infusion dengan elemental calsium (0,5 – 2,0 mg/kgBB/jam) selama 2 – 4 jam, dan dilanjutkan dengan maintenance dose (0,3 – 0,5 mg/kgBB/jam).  
Pada kasus ini, setelah pemberian ca gluconate, kadar kalsium pasien mencapai normal, dan pasien tidak diberikan terapi lanjutan.
c)        Nyeri pada luka post operative
Nyeri dan inflamasi umum terjadi pada luka pasca operasi setelah pasien menjalani TT. Untuk penatalaksaaan nyeri yang diberikan pada kasus ini adalah ketorolac 2 x 1 g secara iv pada hari ke-1 hingga ke-4 post operative, tramadol 3 x 1 ampul (100 mg/2 mL) secara iv pada hari ke-5 dan ke-6, dan asam mefenamat 3 x 1 tablet untuk rawat jalan.
Untuk penatalaksanaan nyeri mengikuti standar penatalaksanaan nyeri kronis yang dimulai dengan pemberian NSAID untuk nyeri derajat ringan, kombinasi dengan opioid ringan (seperti codein) untuk nyeri derajat sedang, dan kombinasi dengan opioid (seperti morfin) untuk nyeri derajat berat. Adjuvant juga dapat diberikan jika perlu.
Pada kasus ini, diberikan ketorolac yang merupakan agen antiinflamasi untuk penatalaksanaan nyeri derajat ringan hingga sedang, dan tramadol untuk nyeri derajat sedang hingga berat.
Ketorolac merupakan agen antiinflamasi yang bekerja menghambat sintesis prostaglandin pada jaringan tubuh dengan inhibisi COX-1 dan COX-2. Selain itu, ketorolac juga menghambat kemotaksis, mempengaruhi aktivitas limfosit, menurunkan aktivitas sitokin proinflamatory, dan menghambat agregasi neutrofil. Ketorolac diindikasikan untuk nyeri pasca bedah derajat ringan-sedang, dan untuk inflamasi akut yang diberikan selama tidak lebih dari. Dosis yang diberikan untuk pasien dengan umur < 65 tahun adalah 120 mg/hari. Bila diberikan dengan injeksi intravena, maka diberikan dalam dosis 15-30 mg setiap 6 jam sekali. Jika diberikan secara intramuskular, 30-60 mg setiap 6 jam. Maksimum pemberian selama 5 hari.
Tramadol merupakan analgetik yang bekerja dengan berikatan secara parsial dengan reseptor opioid. Pemberian dosis yang dianjurkan 50-100 mg setiap 4-6jam, dimulai 25 mg/hari. Dosis maksimal 400 mg/24 jam untuk nonextended-release dan 300 mg/24jam untuk extended-release.
Asam Mefenamat dosis yang dianjurkan untuk initial dose adalah 500 mg, kemudian 250 mg setiap 6 jam. Maksimum pemberian dosis 1000 mg/hari.
d)       Prevensi stress ulcer
Kondisi pasien, baik psikologis maupun penggunaan obat-obat tertentu pada pasien, dapat menyebabkan stress ulcer dan peptic ulcer. Pada kasus ini, pasien diberikan ranitidine 2 x 1 ampul (1 gram). Ranitidin diberikan sebagai pencegahan terjadinya ulkus lambung karena penggunaan analgetik ketorolac dan tramadol, mencegah terjadinya stress ulcer, dan sebagai antiemetik.
e)        Inflamasi pada luka post operative
Pasca bedah, pasien mengalami sesak nafas. Hal ini diduga disebabkan oleh edema pada trakea dan penumpukan sekret tracheobronchial. Oleh karena itu, perlu diberikan agen antiinflamasi dan mukolitik. Pada kasus ini, pasien diberikan dexamethasone 3 x 1 ampul (8 mg/mL) secara iv pada hari ke-1 hingga ke-6 dan ambroxol syr 3 x 1 cth (30 mg/5 mL).
Sebagai antiinflamasi, steroid dexamethasone bekerja menekan migrasi leukosit polimorfonuklear (PMN) dan mengurangi permeabilitas kapiler. Dexamethasone diberikan preoperative, dan pada 1 – 2 hari post operative jika perlu.
Ambroxol merupakan metabolit bromhexine yang memiliki aktivitas sebagai mukolitik dengan mekanisme kerja meningkatkan kuantitas dan menurunkan viskositas sekret tracheobronchial. Selain itu, diduga memiliki aktivitas sebagai ekspektoran dengan meningkatkan mucociliary transport melalui stimulasi motilitas silia. Berdasarkan literatur, dosis ambroxol (dalam bentuk sediaan ambroxol HCl) untuk sediaan oral adalah 60 – 120 mg yang terbagi dalam 2 dosis.
f)         Prevensi pendarahan post operative
Resiko pendarahan dapat terjadi setelah pembedahan, oleh karena itu perlu diberikan agen yang mencegah pendarahan,  mencegah anemia,  dan membantu proses penyembuhan luka post operative. Pada kasus ini, diberikan kalnex 3 x1 g dan vitamin K 3 x 1 ampul.
Kalnex merupakan agen antifibrinolitik yang berfungsi untuk menghentikan pendarahan setelah operasi. Dosis yang dianjurkan 10 mg/kg 3-4 kali sehari, selama 2-8 hari. Vitamin K diberikan untuk membantu proses pembekuan darah setelah operasi. Dosis yang dianjurkan 10 mg dalam infus lambat.
g)        Terapi cairan
Pasca bedah, pasien diberikan terapi cairan berupa infus IVFD RL 20 gtt/i. IVFD RL merupakan cairan medis yang digunakan untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi. Dosis yang diberikan tergantung pada kondisi pasien.
h)       Terapi suportif lainnya
Vitamin C digunakan untuk membantu proses recovery pasien pasca operasi. Dosis yang diberikan 1000 mg untuk dewasa.
Methylcobal diindikasikan sebagai neuroterapi drug. Dosis yang dianjurkan 1-2 mg sehari salama 1-2 minggu. Pemberian secara intravena diindikasikan bila gejala neurologi timbul. Pada kasus ini, diberikan methycobal 3 x 1 ampul.


No comments:

Post a Comment