Monday, May 4, 2015

BAB 2 OPTIMASI EKSTRAKSI MANGOSTIN DARI KULIT BUAH MANGGIS



II.                TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan tentang Garcinia Mangostana Linn.
2.1.1 Klasifikasi tumbuhan Garcinia Mangostana Linn.
Tumbuhan  Garcinia Mangostana Linn termasuk ke dalam  (Tjitrosoepomo, 2010):
Divisio             : Spermatophyta
Subdivisio       : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledone
Ordo                : Guttifernales
Family             : Guttiferae
Genus              : Garcinia
Spesies             : Garcinia Mangostana Linn

2.1.2 Morfologi spesies Garcinia Mangostana Linn.
            Tumbuhan ini berupa pohon dengan tinggi 6 – 20 m. Batangnya tegak dengan pokok jelas dan mempunyai kulit batang coklat yang mengeluarkan getah berwarna kuning. Tangkai daun ramping dengan panjang 1,5 – 2 cm. Daun tunggal berbentuk elips memanjang dengan ukuran 12-23 x 4,5-10 cm dan permukaan daun licin.
Bunga tersusun menggarpu, terdapat pada ujung batang dengan garis tengah 5-6 cm, mempunyai empat daun kelopak, dua daun kelopak terluar berwarna hijau kuning, dua daun terdalam lebih kecil dengan tepi merah, melengkung kuat dan tumpul. Mahkota memiliki empat daun mahkota, berbentuk telur terbalik, berdaging tebal, berwarna hijau kuning dan tepinya berwarna merah. Benang sarinya mandul (staminodia) dan biasanya berkelompok. Putik memiliki bakal buah beruang 4 – 8 dan kepala putik berjari-jari 4 – 8 cm.
Buah berbentuk bola tertekan dengan diameter 3,5 – 7 cm, berwarna ungu tua, kepala putik tetap, kelopak tetap, dinding buah tebal, berdaging, ungu dengan getah kuning. Biji berjumlah 1 – 3 buah diselimuti oleh selaput biji yang tebal
berair, putih dan dapat dimakan (Rukmana, 2003).

2.1.3 Bagian-bagian buah Garcinia Mangostana Linn.
Buah manggis adalah buah yang selalu dihasilkan dari bunga betina tanpa mengalami persarian (apomiksis). Buah berbentuk bola diameter 3,5-7 cm, dengan kepala putik duduk tetap melekat di kulit buah, dan kelopak tetap yang berasal dari kelopak bunga. Kulit berdinding tebal lebih dari 9 mm, berdaging warna ungu. Daging buahnya tersusun dalam beberapa segmen atau juring (Rukmana, 2003).


Gambar 1. Bagian-bagian buah manggis (Rukmana, 2003)


2.1.4 Kegunaan Garcinia mangostana Linn.
Kulit buah G. mangostana Linn telah digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati infeksi kulit dan luka di Asia Tenggara selama bertahun-tahun. Xanthon dari kulit buah diambil sebagai sumber agen kemopreventif dan  terapeutik  karena  aktivitas  biologikal yang  mengandung aktivitas  anti-bakteri,  anti-inflamasi, anti-kanker, penghambatan sintesis prostaglandin E2 (Nakatani et al, 2002), antioksidan (Jung et al, 2006), dan antijerawat (Chomnawang, Surassmo, Nukoolkarn, & Gritsanapan., 2005).
Di  India,  Cina,  Thailand  dan  beberapa  negara  di  Asia  menggunakan serbuk  kering  dari  kulit  buah  G.  mangostana Linn  sebagai  antimikroba  dan antiparasit  dalam  mengobati  disentri  (Ji & Khan,  2007).

2.1.5 Kandungan kimia Garcinia mangostana Linn.
Tanaman G. mangostana Linn mengandung tanin (Abbiw, 1990), sakarosa, dekstrosa (Jayaweera, 1981), antosianin glikosida, senyawa benzofenon, dan senyawa xanthon (Khare, 2007). Bijinya dilaporkan mengandung vitamin C  (Quisumbing, 1978) dan daunnya mengandung terpenoid, xanthon, dan hidrokarbon rantai panjang (Khare, 2007). Ditemukan pula senyawa utama xanthon yaitu α-mangostin, β-mangostin dan γ-mangostin (Jung et al., 2006;  Suksamrarn, Suwannapoch, Ratananukul, Aroonlerk, & Suksamrarn., 2002; Peres, Nagem, & Oliveira., 2000). Lebih dari 60 senyawa xanthon lain yang telah diisolasi dari beberapa bagian tanaman manggis, antara lain β-mangostin, 1-isomangostin, 3-isomangostin, 9-hidroksikalabaxanthon, 8-deoksigartanin, demetilkalabaxanthon, garcinon B, garcinon D, garcinon E, gartanin, mangostanol, mangostanin, dan mangostinon (Chaverri, et al., 2008; Ji & Khan, 2007).
Kulit buah dari G. mangostana Linn mengandung senyawa turunan xanthon seperti α-mangostin, β-mangostin, γ-mangostin, dan isomangostin, sebagai senyawa utamanya (Khare, 2007). Turunan xanthon lain seperti 1,7-dihydroxy-2-(3-methylbut-2-enyl)-3-methoxyxanthone, garcinone A, garcinone B, garcinone C, garcinone D, tovophyllin B, mangostanol, mangostenol, dan mangostinon terkandung dalam kulit buahnya (Suksamrarn et al, 2003).

2.2 Senyawa α-mangostin
Senyawa α-mangostin adalah salah satu senyawa turunan  xanthon yang penting. Senyawa α-mangostin ini merupakan serbuk kristal kuning muda, tidak berbau, sukar larut dalam air, mudah larut dalam etil asetat dan metanol, tapi tidak larut dalam n-heksan. Senyawa ini mempunyai jarak leleh 181-182C (Malathi, Kabaleeswaran, & Rajan., 2000; Ghazali, Lian & Ghani., 2010). Hasil pemeriksaan spektum UV senyawa α-mangostin dalam metanol memperlihatkan memperlihatkan serapan maksimum pada panjang gelombang 243,5 nm dan 316,5 nm (Roberts, 1961).
            Senyawa α-mangostin tersebar pada berbagai species Garcinia family Guttiferae diantaranya pada kulit batang dan kulit buah Garcinia mangostana, kulit batang Garcinia cowa, kulit batang Garcinia parvifolia, dan lain-lain.                                                      

Gambar 2. Struktur α-mangostin (Ghazali et al., 2010)

2.2.1 Khasiat senyawa α-mangostin
            Dari penelusuran literatur telah dilaporkan bahwa senyawa α-mangostin memiliki aktivitas farmakologi yang beragam diantaranya sebagai antikanker (Sukramrarn, et al., 2006), antimikroba (Sakagami, Linuma, Piyasena, & Dharmaratne., 2005), depresan sistem saraf pusat (Shankaranarayan, Gopalakrishnan, & Kameswaran., 1979), antijamur (Gopalakrishnan, Banumathi, & Suresh., 1997), antiinflamasi, antimalaria, dan antioksidan (Chaverri, et al., 2008).

2.3  Metoda ekstraksi
Metode ekstraksi dapat dibagi menjadi:
2.3.1 Ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Departemen Kesehatan RI, 1979; Departemen Kesehatan RI, 2000)
1.      Cara dingin
Ekstraksi dengan cara dingin terdiri dari :
  • Maserasi adalah proses mengekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur kamar. Cara ekstraksi dengan metoda maserasi adalah sebagai  berikut: Masukkan 10 bagian simpilsia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam sebuah bejana, tuangi dengan 75 bagian cairan penyari, tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, serkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Enap tuangkan atau saring. 
  • Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahapan maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/ penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
2.      Cara panas
  • Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan proses pengulangan pada residu sampai terekstraksi sempurna.
  • Soklet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi yang kontiniu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
  • Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontiniu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, umumnya dilakukan pada temperatur 40 – 500 C.
  • Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidik, temperatur terukur 96 – 980 C) selama 15 – 20 menit.
  • Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.


2.3.2   Cara ekstraksi lainnya (Departemen Kesehatan, 2000)
1.  Ekstraksi berkesinambungan
Proses ekstraksi yang dilakukan berulangkali dengan pelarut yang berbeda. Proses ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi (jumlah pelarut) dan dirancang untuk bahan dalam jumlah besar yang terbagi dalam beberapa bejana ekstraksi.

2.   Superkritikal karbondioksida

Penggunaan prinsip superkritik untuk ekstraksi serbuk simplisia pada umumnya digunakan gas karbondioksida. Dengan variabel tekanan dan temperatur akan diperoleh spesifikasi kondisi polaritas tertentu yang sesuai untuk melarutkan golongan senyawa kandungan tertentu. Penghilangan cairan pelarut dengan mudah dilakukan karena karbondioksida menguap dengan mudah, sehingga hampir langsung diperoleh ekstrak.

3.   Ekstraksi ultrasonik

Getaran ultrasonik (>20.000 Hz) memberikan efek pada proses ekstrak dengan prinsip meningkatkan permeabilitas dinding sel, menimbulkan gelembung spontan (cavitation) sebagai stres dinamik serta menimbulkan fraksi interfase. Hasil ekstraksi tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas alat dan lama proses ultrasonikasi.

4.   Ekstraksi energi listrik

Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan magnet serta “electric-discharges” yang dapat mempercepat proses dan meningkatkan hasil dengan prinsip menimbulkan gelembung spontan dan menyebarkan gelombang tekanan berkecepatan ultrasonik.

2.4 Kromatografi lapis tipis (KLT/ TLC)
Kromatografi lapis tipis adalah metoda pemisahan fisiko kimia. Kromatografi lapis tipis preparatif banyak digunakan, karena metoda ini hanya memerlukan investasi yang kecil untuk perlengkapan dan kebutuhan ruangan yang minimum, menggunakan waktu yang singkat untuk pengerjaannya, memerlukan jumlah cuplikan yang sedikit dan penanganannya sederhana (Stahl,1985).

2.4.1   Fasa diam (lapisan penyerap)
Penyerap yang umum adalah silika gel, aluminium oksida, kieselgur, selulosa dan turunannya, poliamida, dan lain-lain. Dapat dipastikan silika gel sering digunakan karena silika gel ini memberikan efek pemisahan yang baik, dapat dipakai untuk memisahkan senyawa yang bersifat lipofil maupun hidrofil. Ukuran plat kromatografi biasanya 20 x 20 atau 20 x 40 cm.
Beberapa fasa diam yang biasa digunakan dalam KLT adalah sebagai berikut (Watson, 1999):
·         Gel silika G: merupakan gel silika dengan rata-rata ukuran partikel 15 μm mengandung lebih kurang 13 % bahan pengikat kalsium sulfat. Digunakan dalam banyak pengujian farmakope. Dalam praktik, pelat-pelat komersial dapat digunakan yang mengandung jenis pengikat yang berbeda.
·         Gel silika GF254: merupakan gel silika G dengan penambahan bahan berfluoresensi. Jenis penerapan yang sama seperti silika G dengan visualisasi dilakukan di bawah cahaya UV.
·         Selulosa: merupakan serbuk selulosa yang berukuran partikel kurang dari 30 μm. Selulosa biasa digunakan untuk identifikasi tetrasiklin.
·         Keiselguhr G: merupakan tanah diatom yang mengandung sulfat pengikat kalsium sulfat. Digunakan sebagai penyangga padat untuk fase diam seperti parafin cair yang digunakan dalam analisis minyak lemak.


2.4.2   Fasa gerak (lapisan pengembang)
Fasa gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Ia bergerak dalam fasa diam, karena adanya gaya kapiler. Contoh fasa gerak biner yang sangat sering dipakai pada pemisahan KLT ialah : n-heksan, etil asetat, aseton, klorofom, metanol, etanol, dicklorometan, asetonitril. Penyusunan sistem pelarut dapat dipilih sesuai dengan kemampuannya membentuk ikatan hidrogen dari hidrofil ke hidrofob. Kombinasi pelarut yang mempunyai sifat yang berbeda memberikan fase gerak yang cocok (Stahl, 1985).
Beberapa fasa gerak yang biasa digunakan dalam KLT yaitu heksan, toluen, dietileter, diklorometan,butanol, aseton dan metanol (Watson, 1999).

2.4.3 Prinsip KLT
Secara prinsip, kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi absorpsi. Kromatogarfi absorpsi sendiri adalah gejala timbulnya konsentrasi zat yang akan lebih besar pada bidang perbatasan antara dua fase dari pada dalam masing-masing fase. Terjadinya pemisahan adalah akibat gaya tarik stasioner yang kuat terhadap komponen yang harus dipisahkan. Daya tarik yang kuat ini disebabkan oleh interaksi campuran yang dipisahkan berupa larutan yang kemudian ditotolkan akan berupa bercak atau pita. Setelah plat atau lapisan ditaruh didalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) dan pada akhir pengembangan pelarut dibiarkan menguap dari plat dan bercak yang tersisa dilokalisir dan diidentifikasi dengan cara-cara fisika kimia. Harga Rf didefinisikan sebagai berikut:
                              Jarak yang di tempuh oleh bercak
                Rf =      
                             Jarak yang di tempuh oleh pelarut

Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat diturunkan dua desimal
2.4.4 Faktor yang mempengaruhi gerakan noda
Faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf adalah (Sastroamidjodjo,1983):
  1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan
  2. Sifat dari penyerap dan derajat aktivitasnya
  3. Tebal dan keratan dari lapisan penyerap
  4. Pelarut dan derajat kemurnian fasa bergerak
  5. Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembang yang digunakan
  6. Jumlah cuplikan yang digunakan
  7. Suhu
  8. Kesetimbangan
  9. Teknik percobaan

2.4.5   Deteksi senyawa hasil KLT
Untuk melihat senyawa yang tak berwarna pada lempeng, biasanya digunakan metode berikut (Silverstein, Bassler, & Morril., 1986):
1.        Melihat kromatogram dibawah sinar ultraviolet (254 nm dan 365 nm)
2.        Deteksi dengan menggunakan pereaksi semprot yang menghasilkan warna. Peeaksi warna yang digunakan harus mencapai plat KLT dalam bentuk tetesan yang sangat halus sebagai aerosol, dan bukan sebagai semprotan kasar (digunakan penyemprot serba kaca)
3.        Metode deteksi biologi
       Untuk mendeteksi secara khas senyawa yang mempunyai aktivitas fisiologi tertentu, digunakan prosedur uji biologi. Prosedur tersebut meliputi deteksi langsung pada plat KLT, dan pengerokan bercak kromatogram yang kemudian diikuti pengalihan deteksi biologi.
Umumnya dibuat kromatogram pada lempeng silica gel dengan berbagai jenis fase gerak yang sesuai dengan golongan kandungan kimia sasaran analisis. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi penampak noda yang sesuai dengan kandungan senyawa identitas atau dengan absorbsi- refleksi pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan komponen yang diketahui (Departemen Kesehatan RI, 2000).

2.4.6   Pengembangan plat KLT
Pengembangan adalah proses pemisahan campuran cuplikan akibat pelarut pengembang merambat naik dalam lapisan. Pengembangan plat KLT preparatif biasanya dilakukan dalam bejana pengembang yang terbuat dari gelas atau logam. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang dengan bantuan kertas saring yang tercelup ke dalam pengembang (Gritter, Bobbitt, & Scharwarting., 1991).

2.5 TLC scanner
Kromatografi lapis tipis telah dikembangkan menjadi suatu teknik yang sangat canggih. Saat ini, KLT tidak hanya digunakan untuk analisa kualitatif, namun dengan kombinasi antara KLT dan alat densitometri seperti TLC scanner, KLT dapat digunakan untuk analisa kuantitatif (Pothitirat & Gritsanapan, 2008a; Misra, 2009). Prinsip kerja TLC scanner adalah mengukur tingkat kepekatan/ kekelaman atau intensitas warna yang terdapat pada suatu permukaan (bidang datar). Sehingga TLC scanner dapat digunakan untuk menghitung komponen dalam sampel pada basis fluoresensi atau serapan cahaya UV (Watson, 1999).
Sebuah plat TLC diterangi dengan sinar UV dan disalurkan lewat komputer, akan menghasilkan multi-spektral scan, dan kurva kalibrasi. Pada pantulan yang diukur adalah sinar yang dipantulkan, yang dapat menggunakan sinar tampak maupun ultraviolet. Sementara itu, cara transmisi dilakukan dengan menyinari bercak dari satu sisi dan mengukur sinar yang diteruskan pada sisi lain. Kurva baku dibuat untuk setiap lempeng dan kadar senyawa dihitung seperti pada metode instrumental yang lain. Presisi penetapan termasuk penotolan cuplikan, pengembangan kromatogram, dan pengukuran adalah 2-5%. Sistem fluoresensi biasanya lebih disenangi jika senyawa itu dapat dibuat berfluoresensi. Batas deteksi sistem ini lebih rendah dan kelinieran respon dan selektifitasnya lebih tinggi. Gangguan fluktuasi latar belakang juga lebih rendah. Bercak yang diukur dengan sistem fluoresensi, serapan ultraviolet, atau sinar tampak dapat ditetapkan lebih teliti daripada bercak yang disemprot dengan pereaksi warna. Faktor keseragaman pada penyemprotan merupakan hal yang sangat menetukan (Ganjar & Abdul, 2007).

No comments:

Post a Comment