Showing posts with label penyakit. Show all posts
Showing posts with label penyakit. Show all posts

Sunday, July 12, 2015

ULKUS DEKUBITUS



ULKUS DEKUBITUS
A.Batasan
Ulkus dekubitus adalah suatu nekrosis seluler dan kerusakan vaskular pada daerah tertentu karena tekanan pada dasar yang keras (terutama pada daerah tubuh yang ada tonjolan/bengkak) (Damadipura dkk., 2008). Hal ini dikarenakan pasien tidak sanggup untuk melakukan mobilisasi, kelainan neurologi, efek sedasi berat, atau ketidak sanggupan bagian tubuh untuk mengubah posisi bagian tubuh terhadap daerah yang tertekan untuk mengurangi tekanan. Lama kelamaan hal ini akan menyebabkan terjadinya atropi otot atau jaringan lunak (Anonim, 2013).

B.Patofisiologi
Dengan adanya penekanan dari luar (seperti tempat tidur pasien, kursi roda) terutama pada daerah yang terjadi luka (termasuk luka gesekkan) atau benjolan, maka terjadilah peningkatan tekanan kapiler yang mengarah ke terjadinya iskemia, iskemia memicu terjadinya inflamasi dan anoxia pada jaringan. Anoxia pada jaringan menyebabkan terjadinya kematian sel, nekrosis dan ulserasi.

C.Diagnosa
Pada pemeriksaan klinis pasien dilakukan:
a.       Anamnesis
b.      Pemeriksaan fisik:
                                i.            Umum
                              ii.            Lokal: adanya tanda-tanda terjadinya tekanan yang lama pada daerah tubuh yang luka/menonjol. Gejala yang timbul sesuai stadium/lama proses penekanan:
Stadium I  : Hiperemi
            Stadium II : Iskemi
            Stadium III: Nekrosis
            Stadium IV: Ulserasi
Lalu dicari faktor yang menadasari terjadinya ulkus dekubitus seperti:
-          Adanya gangguan kesadaran pada pasien
-          Gangguan sensibilitas
-          Perawatan yang kurang baik
-          Malnutrisi
-          Anemia
Untuk pemeriksaan laboratorium dilakukan cek darah lengkap
                                                                                    (Damadipura dkk., 2008)
D.Penatalaksanaan
            Hal pertama dalam terapi ulkus dekubitus adalah mengurangi atau menghindarkan terjadinya paparan daerah yang bengkak/luka terhadap tekanan pada dasar yang keras dapat dilakukan dengan cara merubah posisi tidur setiap 2 jam atau alas tidur diganti dengan yang empuk. Daerah yang terluka dan kulit sekitarnya harus dijaga untuk tetap bersih untuk menghindari terjadinya infeksi/kontaminasi terhadap bakteri (Anonim, 2013).
            Dilakukan juga koreksi kepada pasien yang mengalami malnutrisi, anemia. (Anonim, 2013) Pasien juga diusahakan untuk melakukan mobilisasi aktif guna menghindari terjadinya paparan yang terlalu lama terhadap permukaan yang keras. Dapat dilakukan rawat luka atau debridement bahkan amputasi jika dibutuhkan.Pada pasien post-op diharapkan jahitan dipertahankan lebih lama, benang yang digunakan juga tahan lama dan monofilamen (Damadipura dkk., 2008).

HIDROSEFALUS



HIDROSEFALUS
A. Batasan
Hidrosefalus adalah penumpukkan aktif cairan serebrospinal dalam ventrikel otak (Darmadipura dkk.,2008)
B. Patofisiologi
Hidrosefalus terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara proses produksi, sirkulasi dan penyerapan cairan serebrospinal. Secara umum hidrosefalus dibagi atas :
a. Hidrosefalus obstruktif (intraventricular obstruktif/ IVOH atau extraventricular obstruktif/ EVOH)
b. Communicating hidrosefalus (CH)
c. Normal pressure hydrocephalus (NPH)
d. Hydrosefalus ex vacuo(Rowlandet al., 2010).

C. Communicating Hydrocephalus (CH)
Hidrosefalus communicating (CH) didiagnosa ketika tidak ada ditemukannya obstruksi pada otak, adanya sekresi yang berlebihan dari CSF, ketidaksanggupan ruang arachnoid untuk melakukan absorpsi CSF. Kapasitas absorpsi dari ruang subarachnoid adalah 3x dari laju formasi CSF normal yaitu 0,35mL/menit. Laju formasi meningkat sampai 1mL/menit akan menyebabkan hidrosefalus. Secara klinis papilloma plexus koroind adalah penyebab utama terjadinya hidrosefalus akibat sekresi berlebihan dari CSF (Rowlandet al., 2010).

D. Tanda dan Simptom
Pada anak-anak balita, tanda paling nyata adalah adanya perbesaran rangka kepala dan kepala melebar dan cembung. Ukuran wajah seolah-olah tampak kecil walaupun sebenanya normal karena ukuran kepala yang membesar, mata sembab, gerakan bola mata tanpa disadari, mata tidak sanggup memandang ke arah kiri kanan, retraksi penglihatan (Rowlandet al., 2010).
Pada anak-anak dan usia dewasa dengan sutura yang sudah tertutup tanda-tandanya:
-          Sakit kepala
-          Mual muntah
-          Kejang
-          Hiper refleksi
-          Penurunan fisus
-          Gangguan perkembangan fisik dan mental
-          Penurunan kesadaran(Damadipura dkk., 2008)

E. Diagnosa
1.    Gejala Klinis
2.    Radiologi :
a.       Foto Polos Kepala (Tulang tipis, sutura, clanfontanela melebar, disproporsi cranio facial, impresio digitati dan pelebaran cella tursica).
b.      USG kepala dengan syarat sutura atau fontanella masih terbuka: pelebaran ventrikel dengan penipisan mantel otak.
c.       CT Scan kepala (Gold standard, keuntungannya gambar yang diperoleh lebih jelas, non-traumatik, kemungkinan etiologi dapat dilihat, prediksi prognosis penderita)
d.      MRI kepala. Hasilnya lebih bagus dari CT scan terutama pada kasus hidrosefalus dengan tumor otak sebagai penyebabnya, tetapi biayanya lebih mahal dan diperlukan tindakan pembiusan.
3. Laboratoris:
a. Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan cara aseptic melalui pungsi ventrikel, fontanela mayor atau dari chamber selang. Tujuannya untuk menghitung sel PMN, eritrosit, kultur kuman dan uji sensitifitas antibiotic.
b. Torch digunakan untuk mencari penyebab CH
                                                                                                      (Damadipura dkk., 2008)
F. Penatalaksanaan
     Menurut Hydrocephalus association, untuk penatalaksanaan hidrosefalus pada umumnya adalah dengan melakukan operasi yaitu
a.    melakukan draining dengan pemasangan implant alat yang bernama shunt, yaitu sebuah tube bersistem katup untuk menguras CSF ke bagian lainnya dalam tubuh.
b.    Endoscopic Third Ventriculostomy (ETV)
ETV adalah alat yang digunakan/dipasangkan dalam otak untuk menusuk membran otak untuk membentuk saluran dan CSF mengalir ke saluran yang baru dibentuk.
Pemasangan drain ventrikel (shunt) adalah metode yang paling banyak dilakukan pada pasien pediatrik. (Damadipura dkk., 2008).
                                                                            
G. Penggunaan Antibiotik dalam Operasi Pemasangan Shunt
Infeksi pada shunt (shunt infection) adalah salah satu resiko paling besar yang terjadi pada operasi yang dilakukan untuk pasien hidrosefalus dan paling banyak terjadi pada pediatrik. Telah banyak laporan menyatakan bahwa sekitar 10% operasi shunt CSF terjangkit infeksi dan membutuhkan antibiotik untuk pasien rawat inap dan diganti dengan shunt baru (Duhaime, A.C., 2006).
Bakteri penyebab infeksi pada umumnya adalah Staphylococcus epidermidis (paling sering terjadi) (Kestle, J.R., 2006), Staphylococcusaureus setelah pembedahan (Duhaime, A.C., 2006). Oleh karena itu harus diberi terapi antibiotik dan sebaiknya antibiotik yang akan diberikan mampu menembus sawar otak.
Jenis operasi dalam pemasangan shunt adalah operasi bersih. Menurut AHFS Report pada tahun 2013, antibiotik profilasksis direkomendasikan kepada pasien dewasa maupun anak-anak yang akan melakukan craniotomi ataupun prosedur pembedahan yang berhubungan dengan rangka kepala (termasuk otak). Dalam sebuah meta analisis ditemukan bahwa pasien yang menerima antibiotik profilaksis memiliki resiko yang lebih rendah dan signifikan terhadap terjangkit infeksi (Bratzler et al, 2013).
Antibiotik profilaksis diberikan 30 menit sebelum operasi. Pilihan antibiotik yang digunakan adalah yang dapat menembus sawar otak sefalosporin golongan III terutama ceftriaxone (Mistry, 2012 dan Sarguna, 2006) dan sedangkan menurut AHFS Report, pilihan utamanya adalah B-Laktamase seperti cloxacillin, oxacillin, cefazolin, cefuroxime, cefotaxime, sulfamethoxazole-trimethoprim, cefazolin, penicillin G dan amoxicillin clavulanat, clindamycin (untuk bakteri-bakteriyang ada pada kulit seperti P. acnes) (Bratzler et al, 2013).
Terapi antibiotik empiris yang digunakan adalah sefalosporin golongan III (ceftriaxone, cefuroxime, cefepime), aminoglikosida (amikasin, gentamicin), penicillin (amoxicillin clavulanat, oxacillin, cloxacillin, penisilin G), metronidazol, quinolon (ciprofloxacin) tergantung dengan sensitivitas dari bakteri penginfeksi (Anonim, 2012).