Saturday, July 4, 2015

KASUS 10



1.         TINJAUAN KASUS
Keluhan Utama:
Seorang pasien wanita 33 tahun masuk KB IGD pada tanggal 24/12/12 pukul 20.00 WIB dengan keluhan utama nyeri pinggang  menjalar ke ari-ari sejak 4 jam yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
·         Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 4 jam yang lalu.
·         Keluar lendir campur darah dari kemaluan sejak 4 jam yang lalu.
·         Keluar air yang banyak dari kemaluan (-)
·         Keluar darah yang banyak dari kemaluan (-)
·         Tidak haid sekitar 9 bulan yang lalu.
·         HPHT: 30/3/12, TP: 7/1/2013
·         Gerak anak dirasa sejak 4 bulan yang lalu.
·         Pasien menderita HIV (+) sejak 9 bulan yang lalu. Berobat teratur ke klinik dengan hasil viraload terakhir dan CD4 = 425
Riwayat Penyakit Dahulu:
Tidak pernah menderita penyakit keturunan, hipertensi, jantung, hati, dan ginjal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada menderita penyakit keturunan dan menular.
Riwayat Pekerjaan, social, ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan:
Riwayat perkawinan :
·         1 x tahun 2000 (Suami sudah dikenal Infeksi Oportunistik)
·         2 x tahun 2011 (suami dikenal IO dan berobat terakhir)
Riwayat Kehamilan :
·         2001, perempuan, cukup bulan, spontan, di bidan, meninggal di usia 4 tahun karena sakit.
·         2003, laki-laki, cukup bulan, 2500 gram, di RSS, hidup.
Pemeriksaan Umum:
Kesadaran: CMC
Keadaan umum : sedang
Tekanan darah : 120/80
Keadaan gizi : sedang
Nadi : 88 /menit
Tinggi : 160 cm
Pernapasan : 20x/menit
Berat : 65 kg, sebelum hamil: 53kg
Laboratorium Rutin:
·         Hb: 10,2 g/dl
·         Leukosit : 20.200 / mm3
·         Trombosit : 259.000 /mm3
·         CD4 : 425
Ringkasan:
G3P2A0H1 aterm 39-40 minggu + bekas SC dengan Infeksi Oportunistik HIV+
Janin hidup tunggal intra uteri

Pemeriksaan Labor: Hematologi (25/12/12)
No.
Parameter
Hasil
Sat
Remarks
Rujukan Nilai
1
Hemoglobin
10,6
g/l
Rendah
12,00 – 14,20
2
Hematokrit
33
%
Rendah
37,00 – 43,00
3
Leukosit
23,2
103/mm3
Tinggi
5,00 – 10,00
4
Eritosit
3,4
106/ mm3
Rendah
4,00 – 5,00
5
Trombosit
284
103/mm3

150,00 – 400,00
6
MCH
31,2
Pq

27 – 31
7
MCV
96
µm3

82 – 92
8
MCHC
32,4
g/dl

32 – 36

FOLLOW UP PASIEN:
24/12/12
Diagnosa G3P2A0H1 partusien aterm 39 – 40 minggu kala I fase laten + bekas SC a.i IO
Janin hidup tunggal intrauterine pres keb H 1-11
Subjek:
·      Kontrol KU dan VS
·      Cek darah rutin
·      Siapkan darah PMI
·      Lapor OK dan siapkan anestesi
·      Kontrol perinatologi
Jam 02.00
Dilakukan SC opp
Lahir bayi dengan:
berat badan 3026 gram
panjang 49 cm
Perawatan RR:
·      Tidur terlentang dengan bantal
·      Control KU, KV
·      Injeksi ceftriaxone 2 x 1 gram
·      Pronalgess Supp k/p
·      Puasa sampai buang angin
·      Cek Hb post op, jika kurang dari 10 g/dl lakukan tranfusi.
25/12/12
Anamnesa:
Demam (-), Asi (+), BAK (+), BAB (+)
Pemeriksaan fisik:
KU : sedang, Kes : CMC, TD : 120/80
Nadi : 88, Nafas : 20, T : 37oC
Diagnosa: P3A0H1 post SC opp a.i bekas SC + IO HIV
Ibu dan anak dalam perawatan.
Subjek:
·      Kontrol KV, VS, PPV
·      Diet MB
·      R/  Antalgin 3x500mg
Ceftriaxon 2x1gram
Benovit C 1x1
SF 2 x 1
26/12/12
Anamnesa:
Demam (-), Asi (+), BAK (+), BAB (+)
Diagnosa: P3A0H1 post SC opp a.i bekas SC + IO HIV
Ibu dan anak dalam perawatan.
Subjek:
·      Kontrol KV, VS, PPV
·      Diet MB
·      R/  Antalgin 3x500mg
Ceftriaxon 2x1gram
Benovit C 1x1
SF 2 x 1


ANALISA KASUS

Sesuai dengan Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2003, ada beberapa hal yang harus diperhatikan pasca persalinan, antara lain :
1.      Kontrasepsi
Bila bayi tidak disusui, maka efek kontraseptif laktasi akan hilang, sehingga pasangan tersebut harus memakai kontrasepsi untuk menghindari atau menunda kehamilan berikutnya. Seorang ODHA sudah harus menggunakan alat kontrasepsi paling lambat 4 minggu post partum.
2.      Menyusui
Bagi ibu yang belum diketahui status serologinya, dianjurkan menyusui bayinya secara ekslusif selama 6 bulan, dan dapat dilanjutkan sampai 2 tahun atau lebih. Makanan alternatif diberikan sejak bayi berusia 6 bulan.
Bagi ibu dengan HIV positif tidak dianjurkan menyusui bayinya, sebab dapat terjadi penularan HIV antara 10 – 20%, apalagi bila terdapat lecet pada payudara, atau terdapat mastitis.
Sebaliknya bila tidak menyusui, bayi akan beresiko untuk salah gizi dan mudah terserang penyakit infeksi termasuk HIV. Pada keadaan dimana ibu tidak bisa membeli susu formula, lingkungan yang tidak memungkinkan seperti tidak tersedianya air bersih dan sosiokultural, bila pemberian susu formula tidak dapat diterima, tidak menguntungkan, tidak terjangkau, tidak berkesinambungan, tidak aman, maka bayi dapat diberi ASI ekslusif sampai usia 4 – 6 bulan, selanjutnya segera disapih.
Sekitar 50 – 75% dari bayi yang disusui ibu ODHA, terinfeksi HIV pada 6 bulan pertama kehidupannya, tetapi bayi yang disusui secara ekslusif selama 6 bulan mempunyai resiko lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang mendapat makanan tambahan. Pada bayi yang mendapat makanan tambahan pada usia < 6 bulan, dapat terjadi stimulasi imunologis dini akibat kontak dengan makanan yang terlalu dini sehingga terjadi gangguan pencernaan yang mengakibatkan peningkatan permiabilitas usus, yang dapat merupakan tempat masuknya HIV.
Pemberian ASI ekslusif selama 4 – 6 bulan mengurang morbiditas dan mortalitas akibat infeksi selain HIV. Pemberian makanan tambahan juga berkaitan dengan resiko mastitis, akibat ASI yang terakumulasi pada payudara ibu. Cara lain menghindari penularan HIV, dengan menghangatkan ASI di atas 66° C untuk membunuh virus HIV dan mnyusui hanya dilakukan pada bulan – bulan pertama saja.
PASI (Pengganti Air Susu Ibu) dapat disiapkan dari susu hewan seperti sapi, kerbau, kambing. Susu hewan murni mengandung terlalu banyak protein, sehingga dapat merusak ginjal dan menganggu usus bayi, maka susu tersebut harus dicairkan dengan air, dan ditambahkan gula untuk energi. PASI sebaiknya diberikan dengan cangkir, sebab lebih mudah dibersihkan dibandingkan botol. Pemberian makanan campuran seperti susu, makanan, jus, dan air tidak diperkenankan sebab dapat meningkatkan resiko penularan dan peningkatan angka kematian bayi.
Bila dimungkinkan, diberikan susu formula, bila tidak, dapat dilakukan pemberian ASI secara ekslusif selama 6 bulan penuh, selanjutnya segera disapih.
3.      Terapi antiretroviral dan imunisasi
Sebelum mendapat pengobatan antiretroviral, ibu perlu mendapatkan konseling. Sesuai protokol ARV, minimal 6 bulan sudah harus periksa CD4. Pengobatan antiretroviral semakin penting setelah ibu melahirkan, sebab ibu harus merawat anaknya sampai cukup besar. Tanpa pengobatan antiretroviral dikhawatirkan usia ibu tidak cukup panjang.
Bayi harus mendapat imunisasi seperti bayi sehat. Tes HIV harus sudah dikerjakan saat bayi berusia 12 bulan, dan bila positif diulang saat berusia 18 bulan.



TINJAUAN PASIEN
Seorang pasien wanita 33 tahun (HIV+) masuk KB IGD pada tanggal 24/12/12 pukul 20.00 WIB dengan keluhan utama nyeri pinggang  menjalar ke ari-ari sejak 4 jam yang lalu. Pada pukul 02.00 WIB tanggal 25/12, pasien melahirkan seorang anak perempuan secara SC dengan berat badan 3026 gram dan panjang 49 cm.
Menurut WHO, terdapat 4 (empat) prong yang perlu diupayakan untuk mencegah terjadi­nya penularan HIV dari ibu ke bayi. Prong tersebut yaitu (1) Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduksi, (2) Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif, (3) Mencegah penularan HIV dari ibu HIV positif ke bayi yang dikandungnya, (4) Memberikan dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi dan ke­luargan­ya. Prong keempat ini adalah lanjutan dari tiga prong sebelumnya.
Kasus ini termasuk dalam prong 3, karena ibu mengetahui dirinya terinfeksi HIV menjelang persalinan. Hal ini disebabkan diagnosis yang terlambat sehingga intervensi yang dapat dilakukan meliputi: (1) pelayanan kesehatan ibu dan anak yang komprehensif, (2) layanan konseling dan tes HIV secara sukarela, (3) pemberian antiretroviral untuk mencegah penularan dari ibu ke janin (4) konseling tentang HIV dan makanan bayi serta pemberian makanan bayi, (5) persalinan seksio sesaria karena dapat menurunkan transmisi ke janin hingga 87%, bila diberikan bersama ARV.
Post partum, pasien diberi antibiotik ceftriaxone sebagai profilak post operasi, untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka bekas operasi. Sulfas ferosus untuk meningkatkan Hb ibu setelah melahirkan, Benovit C sebagai multivitamin post partus, dan asam mefenamat sebagai analgetik, penghilang nyeri pada luka bekas operasi.
Untuk terapi ODHA, dengan melanjutkan obat yang sudah diberikan selama kehamilan, yaitu mevinal dan duviral yang dikombinasikan sebagai terapi selama kehamilan. Pada tanggal 27/12, pasien sudah diperbolehkan pulang dan bayi tidak boleh mendapatkan ASI dari dokter.

No comments:

Post a Comment