Wednesday, July 29, 2015

TEB ANTIDIARE



TEKNIK EVALUASI AKTIVITAS  ANTIDIARE

Diare adalah suatu keadaan  yang  ditandai  pengeluaran feses cair atau seperti bubur berulang kali (lebih dari tiga kali sehari). Pada penyakit usus halus atau usus besar bagian atas akan dihasilkan feses dalam jumlah  banyak dan mengandung air dalam jumlah besar, penyakit pada kolon bagian distal menyebabkan diare dalam jumlah sedikit (Mutcshler,1991, Wattimena, 1989).
Diare yang berkepanjangan sangat melemahkan penderitanya karena tubuhnya kehilangan  banyak energi, cairan dan elektrolit  tubuh, sehingga memerlukan terapi pengganti dengan cairan dan elektrolit serta kalori, obat antibakteri atau antiamuba tergantung penyebab diare maupun obat-obat lain yang bekerja memperlambat peristaltik usus, menghilangkan spasme dan nyeri, menenangkan (Goodman, 1991, Katzung,1989).
Penggunaan oleum ricini untuk  penginduksi  diare  pada hewan percobaan dalam penelitian  ini  adalah karena  oleum  ricini mengandung trigliserida dari asam ricinoleat yang dihidrolisis dalam usus oleh enzim lipase pankreas  menjadi  gliserin dan asam ricinoleat sebagai  surfaktan  anionik,  zat  ini bekerja mengurangi absorbsi netto cairan dan elektrolit serta menstimulasi peristalsis usus. Kerja  tersebut  merupakan khasiatnya sebagai laksansia (Goodman, 1991,  Wattimena, 1989).

1. Alat, Bahan dan Hewan percobaan
Alat-alat :  pisau,  gelas  ukur, jarum oral, mistar, mortir dan stamper, timbangan hewan, timbangan elektrik,  seperangkat alat bedah hewan dan meja bedah hewan.
Bahan-bahan :  Sampel uji, norit, Na CMC, oleum ricini,  loperamid  HCl  dan air suling.

Hewan percobaan : mencit putih jantan yang sehat dengan  berat  20 – 25 gram. Hewan yang memenuhi syarat untuk percobaan  ini adalah naif, selama waktu aklimatisasi berat badan naik atau menurun tidak lebih dari 10 % serta menunjukkan tingkah laku normal.
Hewan terseleksi dikelompokkan secara acak sesuai jumlah variasi dosis yang  akan  diberikan,  setiap  kelompoknya terdiri  dari  3  ekor   untuk   penelitian   pendahuluan (orientasi penentuan dosis) dan 5 ekor  untuk  penelitian yang sebenarnya.
Makanan hewan diberikan makanan khusus yang  dapat  dibeli di tempat penjualan makanan hewan.

2. Prosedur Penelitian
a. Persiapan dosis,
Untuk menentukan dosis yang akan diberikan kepada  setiap kelompok  hewan  percobaan,  terlebih   dahulu   dilakukan orientasi untuk melihat adanya efek dengan rentang dosis yang cukup besar. Kemudian untuk  dosis  yang  memberikan efek  pada  percobaan  pendahuluan  di   atas   dilakukan pemberian dosis dengan rentang yang  lebih  kecil  secara kelipatan dua,  baik  untuk  dosis  menaik  maupun  dosis menurun. Setiap mencit mendapatkan volume yang sama yaitu 1% BB (1 ml/100g BB) dengan dosis yang sesuai.

b. Pengujian Aktivitas Antidiare
Penentuan lama waktu lintas marker suspensi norit
Suspensi marker norit dibuat dengan mensuspensikan 5% norit dalam 20% Gom. Suspensi marker norit diberikan dengan volume 1% BB secara oral kepada tiga kelompok hewan percobaan. Kemudian  hewan dikorbankan tiap kelompok dengan rentang waktu tertentu, yaitu 10, 20 dan 30 menit. Keluarkan isi usus  dan paparkan di meja operasi dengan tanpa peregangan.  Diukur persentase usus yang dilewati marker norit  dalam waktu tertentu. Waktu yang dipakai  untuk  percobaan  yang  sebenarnya adalah waktu disaat mana  lintas  intestinal  mencapai besar dari 50% kecil dari 100%. Misalnya diperoleh waktunya 20 menit.



Penentuan rentang dosis
Kepada empat kelompok mencit yang sudah dipuasakan selama 16-18 jam  sebelumnya  diberikan  secara  oral  1 ml/100g BB masing-masing untuk kelompok kontrol hanya diberikan vehiculum (suspensi Na  CMC),  kelompok  uji diberikan sediaan uji untuk 3 tingkat dosis  yaitu  25 mg/Kg BB, 200 mg/Kg BB dan 800 mg/Kg BB.,
Setelah 45 menit kemudian kepada semua hewan diberikan peroral (1 ml/100g BB) suspensi 5 % norit dalam 20 % gom sebagai marker. Kemudian 20 menit berikutnya semua hewan  dikorbankan  secara  dislokasi  tulang   leher. Dilakukan pembedahan pada bahagian perut, dan bahagian usus dikeluarkan, lalu diujur jarak  yang  ditempuh  marker norit dengan panjang usus seluruhnya.
Misalnya dari percobaan pendahuluan terlihat adanya efek hambatan chimus dengan pemberian ekstrak dosis oral 200 mg/Kg BB, maka  untuk percobaan  yang  sebenarnya   dibuat   rentang   dosis berkelipatan  dua  menaik  dan  menurun  (Malon, 1977).   Dosis ekstrak yang diberikan tersebut untuk setiap  kelompok adalah : suspensi Na  CMC (kelompok kontrol),  kelompok  uji diberikan sediaan uji dengan 4 tingkat dosis (50, 100, 200 dan 400) mg/Kg, sedangkan kelompok pembanding diberikan loperamid HCl   5  mg/kg  BB.
Setelah 45 menit kemudian kepada semua hewan diberikan peroral (1 ml/100g BB) suspensi 5 % norit dalam 20 % gom sebagai marker. Kemudian 20 menit berikutnya semua hewan  dikorbankan  secara  dislokasi  tulang   leher, keluarkan ususnya secara hati-hati tanpa  menegangkannya, lalu diukur  panjang  usus  yang  dilalui  marker norit mulai dari pilorus sampai ke ujung akhir usus  yang berwarna hitam. Diukur juga  panjang  usus  seluruhnya dari masing masing hewan mulai  dari  pilorus  sampai rektum. Dievaluasi perbedaan antar  kelompok  hewan  dari rata-rata  perbandingan  jarak  yang  ditempuh  marker norit dengan panjang usus seluruhnya.

Pengamatan Pola Defekasi, (Metode Proteksi Terhadap Diare Oleh Oleum Ricini).
Kepada tiap kelompok mencit yang sudah  dipuasakan 16-18 jam sebelumnya diberikan peroral 1 ml/100g BB masing-masing untuk kelompok kontrol  hanya  diberikan vehiculum, kelompok uji diberikan sediaan uji untuk  4 tingkat  dosis  dan  kelompok   pembanding   diberikan Loperamid HCl 5 mg/kg BB.  Satu jam berikutnya  kepada semua hewan diberikan peroral 0,5  ml/20g  BB  oleum ricini. Kemudian diamati respon dari tiap  hewan  dengan selang 30 menit selama 4 jam. Parameter  yang  diamati berupa jumlah/berat  feses, frekuensi/kekerapan diare dan konsistensi feses.

3. Pengolahan Data
Untuk melihat pengaruh pemberian sampel uji  terhadap  proteksi diare, dilakukan analisa data secara Anova dan untuk  melihat tingkat  dosis  yang  memberikan  efek   serta   kekuatannya terhadap  obat  pembanding  dilanjutkan  dengan  uji  Ttest  (Schepler, 1987).

4. Catatan
Prosedur di atas juga dapat dilakukan untuk pengujian aktivitas sampel uji yang bekerja laksansia. Waktu yang dipakai  untuk  percobaan  aktivitas laksansia adalah waktu disaat mana  lintas  intestinal  mencapai besar dari 10% kecil dari 50%.

No comments:

Post a Comment