Sunday, July 12, 2015

Penanganan Demam Pada Anak



Penanganan Demam Pada Anak
A. Definisi Demam
Demam merupakan reaksi akibat kenaikan set point akibat infeksi atau oleh adanya ketidakseimbangan antara produksi panas dan pengeluarannya. Demam pada infeksi terjadi akibat mikroorganisme merangsang makrofag atau PMN membentuk PE (faktor pirogen endogenik) seperti IL-1, IL-6., TNF, dan IFN. Zat ini bekerja pada hipotalamus dengan bantuan enzim COX yang berperan dalam produksi prostaglandin. Prostaglandin akan meningkatkan set point  hipotalamus, Semakin muda usia bayi, semakin kecil kemampuan untuk mengubah set point dan memproduksi panas (Ismoedijanto, 2000)
Pengukuran temperatur diukur melalui aksila, oral, rektal, maupun pada membran timpani. Pengukuran temperatur melalui rektal secara umum dianggap yang paling mendekati suhu sentral. Namun, ketika temperatur sentral berubah secara tiba-tiba, temperatur rektal berubah lebih lama dan dapat berbeda dari temperatur sentral. Pemeriksaan rektal tidak direkomendasikan pada pasien keganasan, bayi baru lahir, pasien diare,  atau neutropenia  (Lubis dan Lubis, 2011).


B.Metode Fisik dalam Penurunan Temperatur Tubuh Anak
Metode fisik seperti memandikan, mengelap badan, pemaparan dengan air dingin, penggunaan selimut dingin atau kantung es, dan menggosokkan tubuh dengan alkohol tidak menguntungkan pada anak demam karena dampaknya terbatas dan sementara, dan tidak berpengaruh terhadap mekanisme pusat pengendali temperatur tubuh. Penggunaan metode fisik lebih direkomendasikan pada kasus hipertermia, karena suhu pasien meningkat sendiri tanpa pengaruh kerja pusat pengendali suhu (seperti pada heat stroke dan sunstroke) (Lubis dan Lubis, 2011).

C. Antipiretik
Obat antipiretik yang disetujui untuk digunakan pada anak adalah parasetamol dan ibuprofen. Penggunaan asetilsalisilat sangat tidak dianjurkan pada anak <15 tahun karena risiko Sindrom Reye. Steroid tidak dapat digunakan pada anak dengan demam karena rasio keuntungan-kerugian yang rendah. Ibuprofen memiliki risiko terkecil terhadap efek samping gastrointestinal. Metaanalisis dari 12 studi memberikan hasil yang tidak meyakinkan bahwa parasetamol memiliki efikasi antipiretik yang lebih baik dibandingkan dengan plasebo  (Lubis dan Lubis, 2011). Beberapa golongan antipiretik, dapat menurunkan suhu bila anak demam namun tidak menyebabkan hipotermia bila tidak ada demam, seperti asetaminofen, asetosal, dan ibuprofen. Obat lain yang dapat digunakan adalah metamizol. Obat ini dapat mengurangi menggigil namun dapat menyebabkan hipotermia dan hipotensi (Ismoedijanto, 2000).
Menurut pedoman NICE, antipiretik tidak bisa digunakan secara rutin pada penanganan anak dengan demam, walaupun dapat digunakan pada anak yang menunjukkan gejala ketidaknyamanan, termasuk menangis berkepanjangan, iritabilitas, aktivitas yang
berkurang, selera makan menurun, dan gangguan tidur. Sebaliknya pedoman WHO menganjurkan penggunaan parasetamol apabila suhu tubuh >39°C. Dan dokumen terbaru dari WHO tidak menganjurkan penggunaan rutin antipiretik pada anak, terutama pada situasi keluarga harus menanggung biaya pengobatan dan juga karena peran obat antipiretik pada anak dengan malaria, sepsis atau malnutrisi kronik masih belum ditetapkan  (Lubis dan Lubis, 2011).
Pemberian parasetamol secara oral lebih baik digunakan daripada secara rektal karena absorbsi lebih konstan dan lebih memungkinkan untuk memberikan dosis sesuai dengan berat badan. Pemberian parasetamol rektal hanya dipertimbangkan bila anak muntah atau pemberian oral tidak memungkinkan. Penggunaan ibuprofen pada pasien dengan dehidrasi sebaiknya berhati-hati dikarenakan meningkatnya risiko gagal ginjal. Penggunaan ibuprofen tidak direkomendasikan pada pasien dengan varisela karena berpotensi meningkatkan risiko superinfeksi pada kulit dan jaringan lunak dan infeksi streptokokus invasif. Penggunaan ibuprofen harus dihindari pada pasien Kawasaki yang telah mendapat asam asetilsalisilat karena menghambat efek akhir dari anti agregasi trombosit. Parasetamol merupakan satu-satunya antipiretik yang direkomendasikan pada neonatus  (Lubis dan Lubis, 2011).Parasetamol oral, dosis standar 10-15 mg/kg diberikan 4-6 kali sehari. Dosis ibuprofen oral, dosis standar ialah 10 mg/kgBB diberikan 3 atau 4 kali sehari (Lubis dan Lubis, 2011)

D. Kejang Demam
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah bangkitan kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38°C akibat suatu proses ekstra kranial. Insiden kejang demam 2,2%-5% pada anak di bawah usia 5 tahun. Anak lai-laki lebih sering daripada perempuan dengan perbandingan 1,2-1,6 : 1.
Penggolongan kejang demam menurut kriteria National Collaborative Perinatal Project adalah kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang lama kejangnya kurang dari 15 menit, umum, dan tidak berulang pada suatu episode demam. Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang lebih lama dari 15 menit baik bersifat lokal atau multipel. Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu episode demam.

E.Tata Laksana Kejang demam
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah:
1.      Mencegah kejang demam berulang
2.      Mencegah status epilepsi atau mental retardasi
3.      Normalisasi kehidupan anak dan keluarga
Pengobatan pada fase akut yaitu membebaskan jalan nafas dan memantau fungsi vital tubuh. Diazepam intravena atau rektal merupakan obat pilihan utama. Profilaksis intermiten dapat diberikan ketika pasien demam yaitu dengan diazepam oral/rektal. Sedangkan profilaksis terus menerus dapat diberikan fenobarbital atau asam valproat tiap hari untuk mencegah berulangnya kejang demam (Deliana, 2002).


No comments:

Post a Comment