Sunday, July 12, 2015

TUBERKULOSIS MILIER



TUBERKULOSIS MILIER

1.         BATASAN
Tuberkulosis Milier adalah suatu bentuk Tuberkulosa paru dengan terbentuknya granuloma. Granuloma yang merupakan perkembangan penyakit dengan ukuran kurang lebih sama kelihatan seperti biji ‘milet’ (sejenis gandum), berdiameter 1-2 mm.  Tuberkulosis jenis ini bisa terjadi pada semua golongan umur, namun sebagian besar penderita berumur kurang dari 5 tahun (Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke 8, 2009).

2.         PATOGENESIS
Pada anak dan orang dewasa, Tuberkulosis Milier terjadi bila fokus di paru pecah dan masuk ke dalam arteri atau vena sehingga terjadi bakterimia. Kuman penyebab penyakit kronis seperti tuberkulosa ini sering menyebabkan berbagai macam reaksi imunologi, yang akibatnya bisa lebih parah dari pada akibat erosif kuman. Dalam hal tuberkulosis terbentuk granuloma-granuloma yang berbatas tegas oleh sifat kronis penyakit tuberkulosis dan reaksi imunologik penderita. Apabila bakteri pirogen memasuki pembuluh darah, artinya terjadi septisemia. Maka reaksi antara septisemia dan reaksi imunologik ini menentukan apakah nantinya tanda dan gejala penyakit akan menjadi ringan atau berat. Begitu pula dengan prognosisnya baik atau buruk, serta apakah penyebaran basil tuberkulosis terkendali atau tidak (Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke 8, 2009).

3.         GAMBARAN KLINIS
Gejala TBC Milier timbul perlahan-lahan dan sifatnya tidak spesifik. Gejala bisa berupa : febris, letargi, keringat malam, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun. Febris yang bersifat turun naik sampai 40 C dan berlangsung lama adalah gejala yang paling sering dijumpai. Di negara berkembang TBC milier harus dicurigai, bila setelah menderita campak, batuk rejan atau infeksi interkuren lainnya, anak sakit-sakitan dan berat badanya menurun. Walaupun terdapat febris, penderita TBC Milier biasanya tidak tampak sakit berat. Batuk biasanya tidak ada atau ringan saja. Sesak nafas dan sianosis mungkin dijumpai pada kasus yang berat. Pada pemeriksaan paru sering tidak didapatkan kelainan. Krepitasi mungkin terdengar bila anak disuruh bernafas dalam. Limpa biasanya membesar, sedang hepar tidak selalu. Pemeriksaan funduskopi mata sering menunjukkan gejala patognomonik pada sebagian besar kasus, yaitu ditemukannya tuberkel koroid. Dan pada sebagian penderita bisa ditemukan tanda-tanda meningitis (Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke 8, 2009).

4.         PEMERIKSAAN
4.1.      Pemeriksaan Darah
Tidak ada perubahan hematologi yang spesifik pada TBC Milier. Laju enap darah tidak informatif. Anemia biasanya ringan, namun pada kasus lama dan berat mungkin dijumpai anemia berat. Sering ditemui lekopeni, kadang-kadang lekositosis dan monositosis.
Dalam pemeriksaan sumsum tulang didapatkan tuberkel-tuberkel dan gambaran darah tepi dapat menyerupai leukemia berupa leukositosis dan lekosit-lekosit muda, anemia leukoeritroblastik berupa lekosit muda dan normoblas. Kadang-kadang terdapat gambaran hematologik anemia aplastik berupa pansitopenia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke 8, 2009).
4.2.      Tes Tuberkulin (Mantoux)
Hasil tes tuberkulin biasanya positif kuat. Pada sebagian penderita mungkin positif lemah bahkan negatif. Tetapi bila diulang satu bulan kemudian setelah mendapatkan pengobatan, praktis semua berubah menjadi positif (Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke 8, 2009).
4.3.      Pemeriksaan Radiologi
Gambaran patologik pada pemeriksaan radiologi tidak selalu dijumpai pada kasus TBC Milier. Oleh karenanya gambaran radiologi normal belum pasti menyingkirkan diagnosa TBC Milier. Gambaran normal radiologi mungkin disebabkan oleh :
- fokus di paru memecah ke cabang vena, yang menyebabkan tidak terjadinya infiltrat di paru.
- ukuran infiltrat yang sangat kecil.
- atau karena pemeriksaan dilakukan pada fase dini dari penyakit.
Dalam hal demikian sebaiknya pemeriksaan diulang setelah 1-4 minggu.
Gambaran klasik Rongent foto dari TBC Milier adalah gambaran badai salju. Infiltrat-infiltrat yang halus berukuran beberapa mm, tersebar di kedua lapangan pandang paru. Namun perlu diketahui bahwa gambaran badai salju juga bisa ditemukan pada kasus lain seperti : fungosis paru, sarkoidosis, hemosiderosis, dan histositosis X. Gambaran radiologik juga bisa berupa lesi paru yang lebih besar, yaitu berupa infiltrat lober atau linfadenopati hilus. Disamping itu dapat ditemukan pula efusi pleura, penebalan pleura dan kavitasi. Pada anak biasanya didapat gambaran campuran (Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke 8, 2009).

4.4.      Pemeriksaan Diagnostik Spesifik
Dari uraian di atas terlukis sulitnya menegakkan diagnosa TBC Milier, dan lebih sulit lagi bila anak sudah mendapatkan vaksinasi BCG, karena:
- Vaksinasi BCG merubah reaksi imunologi penderita.
- Vaksinasi BCG mengurangi nilai diagnosa tes tuberkulin.
Pemeriksaan diagnostik spesifik berupa :
1. Pemeriksaan BTA sputum
Hanya 75 % kasus TBC Milier positif dalam pemeriksaan BTA sputum.
2. Pemeriksaan bilasan lambung
Karena sulitnya mendapatkan sputum pada bayi dan anak, maka bisa dilakukan pemeriksaan bilasan lambung. Dalam hal ini ternyata hanya ditemukan 34,8 – 56 % yang positif.
3. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
TBC Milier sering disertai Meningitis yang kadang-kadang asimtomatik, oleh karenanya perlu dipertimbangkan punksi lumbal untuk memeriksa cairan cerebrospinal. Gambaran yang didapat adalah : pleiositosis, kadar glukosa rendah dan atau kadar protein yang tinggi. Hasil biakan positif hanya didapat pada 18,2 % kasus.
4. Pemeriksaan biopsi
Angka positif tergantung dari jaringan yang didapat. Hanya 60 % kasus positif dari pemeriksaan kelenjar limfa dengan granuloma yang mengeju dan yang tidak mengeju (Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke 8, 2009).

5.         DIAGNOSA
Diagnosa ditegakkan bila memenuhi kriteri minimal :
1. Anamnesa : ada riwayat kontak dengan penderita TBC dewasa dan aktif.
2. Mantoux test positif.
3. Ditemukan TBC extra paru (Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke 8, 2009).



6.         PENATALAKSANAAN TERAPI
Pengobatan TBC Milier pada prinsipnya sama dengan pengobatan TBC pada umumnya, yaitu perpaduan dari beberapa jenis antituberkulosa baik yang bakteriostatik maupun bakterisid, yaitu :
1. Isoniasid (H): Selama 6-12 bulan
a.       Dosis terapi: 5-10 mg/kgBB/hari diberikan sehari sekali
b.      Dosis Profilaks: 5-10 mg/kgBB/hari diberikan sehari sekali
c.       Dosis maksimum: 300 mg/hari
2. Rifampisin (R): selama 6-12 bulan
a.       Dosis: 10-20 mg/kgBB/hari sehari sekali
b.      Dosis maksimum: 600 mg/hari
3. Pirasinamid (Z): selama 2-3 bulan
a.       Dosis: 23-35 mg/kgBB/hari ddiberikan sehari dua kali
b.      dosis maksimum: 2 g/hari
4. Streptomisin (S): selama 1-2 bulan pertama
a.       dosis: 15-40 mg/kgBB/hari diberikan sehari sekali intamuskular
b.      dosis maksimum: 1 g/hari
5. Etambutol (E): selama 2-3 bulan pertama
a.       dosis: 15-20 mg/kgBB/hari diberikan 1-2 kali sehari
b.      dosis maksimum: 1250 mg/hari
6. Prednison
Kortikostreroid diberikan pada keadaan khusus seperti TB millier. Dosis yang diberikan 1-2 mg/kgBB/hari selama 1-2 bulan.
(PDT, Ilmu Kesehatan Anak, 2010)

No comments:

Post a Comment