Saturday, September 12, 2015

PARADIGMA BARU PROFESI FAMASIS



PARADIGMA BARU PROFESI FAMASIS
International Pharmaceutical Federation mengidentifikasi Sebagai berikut ;
** Profesi adalah kemauan individu farmasis untuk melakukan praktek kefarmasian sesuai syarat legal minimum yang berlaku serta memenuhi standar profesi dan etik kefarmasian.
Setiap profesi harus disertifikasi secara formal oleh suatu lembaga keprofesian untuk tujuan diakuinya keahlian pekerjaan keprofesiannya.
Kegiatan keprofesian merupakan implikasi dari kompetensi , otoritas, teknikal dan moral profesi sehingga seorang profesional memiliki posisi hirarkial dalam masyarakat. 
PROFESI MEMILIKI CIRI CIRI SEBAGAI BERIKUT
1. Memiliki tubuh pengetahuan yang berbatas jelas
2. Pendidikan khusus berbasis “ keahlian “ pada jenjang pendidikan tinggi.
3. Memberi pelayanan kepada masyarakat , praktek dalam bidang keprofesian
4.
Memiliki perhimpunan dalam bidang keprofesian yang bersifat otonom
5. Memberlakukan kode etik keprofesian
6. Memiliki motivasi altruistik dalam memberikan pelayanan
7. Proses pembelajaran seumur hidup
8. Mendapat jasa profesi
Pekerjaan profesi ditandai oleh adanya otoritas melakukan pekerjaan yang melekat pada diri pribadi pelaku profesi masing masing. Pada profesi dalam melakukan pekerjaannya enyangkut suatu pekerjaan tertentu yang diperoleh dari prosespendidikan di perguruan tinggi. Untuk farmasis pekerjaan tersebut didefinisikan sebagai pekerjaan kefarmasian yang diperolehnya dari negara sebagai otoritas keahlian sehingga sebelum melaksanakan pekerjaan kefarmasian , farmasis perlu disumpah terlebih dahulu.      
       Pada profesi melekat keahlian khusus yang menghasilkan produk dan produk profesinya tersebut dapat dilayankan kepada client, sehingga client mendapatkan kepuasan dan kenikmatan atas produk profesi tersebut. Sebaliknya client akan membayar atas produk pelayanan tersebut, yang menjadi penghasilan bagi pelaku profesi. Pekerjaan profesi dilakukan berdasarkan atas standar profesi yang diatur oleh organisasi profesinya, serta tata cara lain yang menjamin keseragaman dalam pelaksanaan pekerjaannya.
       Sebagai pekerjaan profesi terdapat hubungan khusus diantara sesama pelaku profesi yang diatur melalui praktek organisasi profesi serta berlakunya etike profesi.  
Etika profesi yaitu suatu aturan yang mengatur suatu pekerjaan itu boleh atau tidak dilakukan oleh pelaku profesi sewaktu menjalankan praktek profesinya.
       Pilosofi profesi farmasi adalah “ Pharmaceutical Care “  yang perlu diterjemahkan kedalam visi, misi dan seterusnya.Misi dari praktek farmasi adalah menyediakan obat dan alat alat kesehatan lain dan memberikan pelayanan yang membantu orang atau masyarakat untuk menggunakan obat maupun alat kesehatan dengan cara yang benar.
       Pelayanan kefarmasian yang komprehensif meliputi dua kegiatan yaitu memberikan rasa aman karena kesehatannya menjadi lebih baik dan menghindarkan masyarakat dari sakit dan penyakit. Dalam proses pengobatan penyakit berarti menjamin mutu obat dan proses penggunaan obat untuk dapat mencapai pengobatan maksimum dan terhindar dari efek samping.
       Memperoleh dan menggunakan obat yang tidak tepat dapat mengakibatkan timbulnya kasus kesalahan obat. Kasus kesalahan obat tidak hanya terjadi di negara berkembang tetapi terjadi juga dinegara maju. Kondisi ini dipertajam dengan kemajuan teknologi yang pesat dan pola kehidupan masyarakat yang menuju kemandirian sehingga memicu tumbuhnya budaya baru berupa pengobatan mandiri.
        Tersedianya obat efektif yang meruah di pasaran menyulit- kan masyarakat dalam mengambil keputusan untuk memilih obat yang terbaik pada saat memerlukan. Untuk itu masyarakat membutuhkan pendamping seorang ahli, yaitu farmasis.
        Suatu kewajiban moral bagi farmasis untuk memberdayakan masyarakat dalam penggunaan obat secara mandiri dengan aman dan efektif. Pemberdayaan masyarakat dalam penggunaan obat menjadi lebih bermakna dalam mensukseskan terapi dengan meningkatnya kesadaran masyarakatakan hak asasinya, karena obat merupakan salah satu modalitas penyembuhan terapi yang dapat digunakan pasien sendiri.
       Advokasi terhadap masyarakat tidak terbatas pada pengobatan mandiri melainkan juga pada saat menderita sakit dan harus ditolong ditempat pelayanan kesehatan
Dengan keterlibatan farmasis secara langsung maupun tidak langsung dalam pelayanan klinik diharapkan dapat meningkat-kan kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan kemandirian masyarakat dalam penggunaan obat, penulisan resep oleh dokter dan pengetahuan perawat mengenai obat.      
       Asuhan kefarmasian merupakan proses perbaikan yang berkesinabungan dalam proses kolaborasi antara farmasis dan tenaga kesehatan lain dengan pasien untuk mencapai tujuan terapi optimal bagi pasien. Menghormati hak hak asasi pasien, menjaga kerahasian , melaksanakan kode etik dan menghargai kemampuan tenaga kesehatan yang terlibat merupakan syarat mutlak dalam melaksanakan proses kolaborasi tersebut.
       Posisi farmasis menjadi sangat strategis dalam mewujud-kan pengobatan rasional bagi masyarakat karena keterlibatan-nya secara langsung dalam aspek aksesibilitas, ketersediaan, keterjangkauan sampai pada penggunaan obat dan perbekalan kesehatan lain, sehingga dimungkinkan terciptanya kese-imbangan antara aspek klinis dan ekonomi berdasarkan kepentingan pasien.  
Peran profesi farmasi telah mengalami perubahan yang cukup signifikan dalam dua puluh tahun terakhir ini dengan berkembangnya ruang lingkup pelayanan kefarmasian. Disaat ini dan masa mendatang farmasis menghadapi tantangan untuk dapat memecahkan berbagai permasalahan dalam sistem pelayanan kesehatan modern dan mengembangkannya sesuai
perkembangan sistem itu sendiri.
Peran farmasis yang digariskan WHO yang dikenal dengan istilah “ SEVEN STAR PHARMACIST “ meliputi ;
1. CARE GIVER
     Farmasis sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan klinis , analitis, teknis, sesuai peraturan perundang undangan. Dalam memberikan pelayanan, farmasis harus berinteraksi dgn pasien secara individu maupun kelompok. Farmasis harus menintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinabungan dan pelayanan farmasi yang dihasilkan harus bermutu tinggi.
2. DECISION MAKER
    Farmasis mendasarkan pekerjaannya pada kecukupan , kemanjuran dan biaya yang efektif dan efisien terhadap seluruh penggunaan sumber daya, misalnya sumber daya manusia, obat, bahan kimia, peralatan, prosedur, pelayanan dan lain lain. Untuk mencapai tujuan tersebut kemampuan dan ketrampilan farmasis perlu diukur untuk kemudian hasilnya dijadikan dasar dalam penentuan pendidikan dan pelatihan yang diperlukan.
3. COMMUNICATOR
      Farmasis mempunyai kedudukan penting dalam berhubungan dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya, oleh karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik. Komunikasi tersebut meliputi komunikasi verbal dan nonverbal, mendengar dan kemampuan menulis, dengan menggunakan bahasa sesuai dengan kebutuhan.  
4. LEADER
Farmasis diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin . Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.
5. MANAGER             
   Farmasis harus efektif dalam mengelola sumber daya { manusia, fisik, anggaran } dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin orang lain dalam tim kesehatan. Lebih jauh lagi farmasis mendatang, harus tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi mengenai obat dan hal hal lain yang berhubungan dgn obat.
6. LIFE LONG LEARNER
Farmasis harus senang belajar sejak dari kuliah dan semangat belajar harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja untuk menjamin  bahwa keahlian dan ketrampilannya selalu baru
  { up date } dalam melakukan praktek profesi. Farmasis juga harus mempelajari cara belajar yang efektif.
7. TEACHER
Farmasis mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan melatih farmasis generasi mendatang. Partipasinya tidak hanya dalam berbagi ilmu pengetahuan baru satu sama lain,
  tetapi juga kesempatan memperoleh pengalaman dan peningkatan ketrampilan. Konsep Seven Star menjadi gambaran profil masa depan farmasis, sedangkan filosofi farmasis yaitu Pharmaceutical  Care, secara identik dengan Good Pharmacy Practice, sehingga dapat dikatakan bahwa Good Pharmacy Practice adalah jalan untuk mengimplentasikan Pharmaceutical Care. 
Empat pilar yang disyaratkan WHO untuk pelaksanaan “ Good Pharmacy Practice “
  1. Farmasis harus peduli terhadap kesejahteraan pasien dalam segala situasi dan kondisi.
  2. Kegiatan inti farmasis adalah menyediakan obat, produk pelayanan kesehatan lain, menjamin mutu, informsi dan saran yang memadai kepada pasien dan memonitor penggunaan obat yang digunakan pasien.
  3. Bagian integral farmasis adalah memberikan kontribusi dalam peningkatan peresepan yang rasional dan ekonomis, serta penggunaan obat yang tepat.
  4. Tujuan tiap pelayanan farmasi yang dilakukan harus sesuai untuk setiap individu, idefinisikan dengan jelas dan dikomukasikan secara efektif kepada semua pihak yang terkait.  
Empat elemen penting yang digariskan oleh WHO dalam “ Good Pharmacy Practice “ adalah :
  1. Kegiatan yang berhubungan dengan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit.
  2. Penyediaan dan penggunaan obat resep dokter dan produk pelayanan kesehatan lain.
  3. Pengobatan mandiri.
  4. Mempengaruhi peresepan dan penggunaan obat.

Empat elemen tambahan yang disarankan meliputi :
  1. Farmasis bekerja sama  dengan tenaga kesehatan masyarakat berupaya mencegah penyalahgunaan obat dan penggunaan obat yang salah terjadi di masyarakat.
  2. Menilai produk obat dan produk pelayanan kesehatan lain secara profesional.
  3. Menyelebarluaskan informasi obat dan berbagai aspek pelayanan kesehatan yang telah dievaluasi.
  4. Terlibat dalam semua tahap pelaksanaan uji klinis.

No comments:

Post a Comment