Klasifikasi
zat pengawet (1, 7, 11, 22)
a.
Zat pengawet organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai
dari pada zat pengawet anorganik karena bahan ini lebih mudah didapat. Bahan
organik ini digunakan dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Bahan
pengawet yang sering dipakai adalah : asam asetat, asam benzoat, asam
propionat, asam sorbat dan senyawa epoksida.
Ø
Asam asetat ( CH3-COOH ), yang
digunakan sebagai pengawet adalah larutan asam asetat 4 % dalam air, bahan ini
sering digunakan sebagai pengawet pembuatan roti untuk mencegah pertumbuhan
kapang. Asam asetat tidak dapat mencegah pertumbuhan ragi.
Ø
Asam benzoat ( C6H5-COOH
), merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya, misalnya untuk bahan
makanan yang asam. Bahan ini bermanfaat untuk mencegah pertumbuhan jamur dan
bakteri. Asam benzoat efektif pada pH 2,5 – 4,5. asam benzoat sukar larut dalam
air, karena itu digunakan dalam bentuk garamnya yang mudah larut dalam air.
Garam benzoat yang biasa digunakan adalah natrium benzoat. Garam benzoat dalam
larutan akan menjadi asam benzoat yang tidak terdisosiasi. Dalam tubuh terjadi
mekanisme detoksifikasi terhadap asam benzoat, karena asam benzoat akan
bereaksi dengan glisin menjadi asam hipurat dan akan dikeluarkan dari tubuh
bersama dengan urine. Departemen Kesehatan RI mangatur batas maksimum
penggunaan asam benzoat dalam pengawet makanan dan minuman yang dapat dilihat
pada table berikut.
Ø
Asam propionat ( CH3-CH2-COOH
), tidak dapat dimetabolisir oleh mikroba sedangkan manusia dan hewan tingkat
tinggi dapat seperti asam lemak biasa.
Ø
Asam sorbat ( CH3-CH=CH-CH=CH-COOH ),
tergolong asam lemak monokarboksilat yang berantai lurus dan mempunyai ikatan
tidak jenuh (a
- diena). Bentuk garamnya yang sering digunakan adalah Na dan K sorbat. Sorbat
terutama digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan kapang. Sorbat
bekerja aktif pada pH maksimum 4,5 dan keaktifannya akan menurun dengan
meningkatnya pH. Mekanisme kerja asam sorbat dalam menghambat pertumbuhan
mikroba adalah dengan menghentikan kerja enzim dehidrogenase terhadap asam
lemak.
Ø
Senyawa epoksida seperti etilen
oksida dan propilen oksida bersifat membunuh mikroba termasuk spora dan virus.
Mekanisme kerja epoksida belum diketahui, tetapi diduga gugusan hidroksil etil
mengadakan reaksi alkalisasi terhadap senyawa antara sehingga merusak sistim
metabolisme pertumbuhan mikroba. Etilen oksida dan propilen oksida digunakan
sebagai fumigant tarhadap bahan-bahan kering seperti rempah-rempah, tepung dan
lain-lain. Etilen oksida lebih efektif dibandingkan dengan propilen oksida, tetapi
etilen oksida lebih mudah menguap, terbakar dan meledak karena itu biasanya
diencerkan dengan larutan gas CO2 sehingga terbentuk campuran 10 %
etilen oksida.
b. Zat
pengawet anorganik
Zat pengawet anorganik yang
sering digunakan adalah sulfit, nitrat dan nitrit.
Ø
Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam
Na atau K- sulfit, bisulfit dan meta bisulfit. Bentuk efektif sebagai pengawet
adalah asam sulfit yang tidak berdisosiasi dan terutama terbentuk pada pH di
bawah 5. Molekul sulfite lebih mudah menembus dinding sel mikroba, bereaksi
dengan asetaldehid membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim.
Ikatan disulfide bereaksi dengan keton menghasilkan hidroksi sulfonat yang
dapat menghambat mekanisme pernafasan mikroba.
Ø
Garam nitrat dan nitrit umumnya dipergunakan
dalam proses curing daging untuk
memperoleh warna daging yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba.
Mekanismenya belum diketahui tetapi diduga bahwa nitrit bereaksi dengan gugus
Sulfihidril (-SH) dan membentuk garam yang tidak dapat dimetabolisme oleh
mikroba dalam keadaan anaerob. Dalam daging, nitrit akan membentuk nitroksida
yang dengan pigmen daging akan menjadi nitoso mioglobulin yang berwarna merah
cerah. Pembentukan nitroksida akan terlalu banyak bila hanya menggunakan garam
nitrit, karena itu biasanya digunakan campuran garam nitrit dan garam nitrat.
Garam nitrat akan tereduksi oleh bakteri sehingga menghasilkan nitrit.
Dari
penelitian yang telah dilakukan, didapat bahwa nitrat tidak dapat mencegah
kebusukan, bahkan akan mempercepat kebusukan dalam keadaan aerobik. Penggunaan
natrium nitrit sebagai pengawet untuk mempertahankan warna daging dan ikan,
ternyata menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan, karena nitrit dapat
berikatan dengan amino dan amida membentuk turunan nitrosamine yang bersifat
toksis. Reaksi pembentukan nitrosamine dalam pengolahan atau dalam perut yang
bersuasana asam adalah sebagai berikut :
Nitrosamin
ini dapat menimbulkan kanker pada hewan percobaan. Dari hasil penelitian yang
telah dilakukan jumlah nitrosamin yang terbentuk belum sampai pada tingkat yang
membahayakan meskipun demikian pemakaiannya harus dengan hati-hati (22, 24, 38
).
No comments:
Post a Comment