Monday, August 24, 2015

Hipertensi & Angina pektoris



Batasan (2)
            Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg.
            Angina pektoris adalah suatu keadaan yang terjadi karena terdapatnya ketidak seimbangan antara penyediaan oksigen dan kebutuhan oksigen (insufisiensi koroner), pada keadaan koroner berkurang atau bahkan pada keadaan lanjut tak ada sama sekali.     

2.2 Patofisiologi
A. Hipertensi (2)
            Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1.   Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik.
      Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiostensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraselular, dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.
2.   Hipertensi sekunder atau hipertensi renal.
      Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom.
Peningkatan curah jantung akan mempengaruhi resistensi pembuluh dengan sendirinya menyebabkan kenaikan tekanan darah.
˜ Gangguan pengaturan tekanan darah oleh sistem syaraf simpatis pada SSP, yaitu:
w Terjadi stimulasi berlebihan b1 adrenoreseptor di jantung akan meningkatkanlaju dan kekuatan kontraksi otot jantung.
w Stimulasi berlebih a1 adrenoreseptor terjadi di pembuluh darah mengakibatkanpenciutan pembuluh darah.
˜ Terjadi gangguan sistem renin angiotensin
      Turunnya konsentrasi NA dan volume cairan tubuh akan menyebabkan pembebasan renin. Renin bekerja pada angiotensin I, mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga menyebabkan vasokontriksi dan pembebasan aldosteron oleh ginjal. Pembebasan aldosteron akan menyebabkan resistensi natrium dan air sehingga akan menyebabkan kenaikan tekanan darah.
B. Angina pektoris (3)
            Sebagai organ yang bekerja terus menerus, yang tak dapat mengalami kekurangan oksigen, otot jantung akan bereaksi dengan sangat peka terhadap pasokan oksigen yang kurang. Reaksi ini merupakan keluhan pektanginosa yaitu adanya serangan angina pektoris, pada keadaan ekstrem terjadi infark jantung.
            Kecuali akibat sklerosis koroner, penyebab terpenting angina pektoris adalah pengaturan vegetatif yang salah, aritmia atau insufisiensi jantung atau akibat kebutuhan oksigen yang berlebihan karena jantung yang meningkat (misalnya pada hipertensi, kelainan katup jantung) atau kandungan oksigen darah yang terlalu rendah (misalnya pada anemia, methemoglobinemia, keracunan karbonmonoksida).
            Setelah timbulnya serangan angina pektoris secara klinis dibedakan beberapa tipe berikut:
Y Angina pektoris yang stabil (angina beban)
      Pada angina beban, angina tidak timbul pada keadaan istirahat, akan tetapi jika dibutuhkan aktivitas tubuh yang lebih tinggi atau simpatikus terangsang akibat stimulasi psikis, ini akan menyebabkan penggunaan oksigen meningkat sehingga menimbulkan serangan angiona pektoris.
Y Angina pektoris tak stabil
      Angina ini lebih kompleks, serangan sudah timbul pada beban yang kecil atau bahkan pada keadaan istirahat. Secara patomekanik, penyebabnya diduga skeloris koroner dengan agregasi trombosit serta spasmus koroner pada daerah pembuluh koroner yang besar dengan atau tanpa perubahan aterosklerotik.



2.3 Gejala Klinis
            Peninggian tekanan darah merupakan satu-satunya gejala. Bila demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epitaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, dan pusing (2).
            Bila hipertensi ini telah menyebabkan angina pektoris, gejala yang dirasakan akan lebih spesifik. Serangan angina pektoris dirasakan pasien sebagai rasa tertekan yang khas pada daerah belakang tulang dada, seakan-akan rongga dada dijerat (karena itu istilah angina pektoris yang berarti sempitnya dada). Nyeri akan menyebar sampai pundak dan lengan atas kiri, kadang-kadang rasa nyeri juga terasa pada tengkuk atau daerah selangka atau dirasakan sebagai rasa tak enak pada lambung (1).

2.4 Anamnesis
            Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala-gejala yang berkaitan dengan penyebab hipertensi, perubahan aktivitas atau kebiasaan (seperti merokok), konsumsi makanan, riwayat obat-obatan bebas, hasil dan efek samping terapi antihipertensi sebelumnya bila ada, dan faktor psikososial lingkungan (keluarga, pekerjaan, dan sebagainya) (2).
           
2.5 Pemeriksaan
            Pemerikasaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL, dan EKG. Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL,  dan TSH (2).

2.6 Diagnosa
            Diagnosa hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran, hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan tinggi atau gejala-gejala klinis. Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar, setelah beristirahat 5 menit, dengan ukuran pembungkus lengan yang sesuai (menutupi) 80% lengan). Tensimeter dengan air raksa mash dianggap alat pengukur yang terbaik (2).
            Sedangkan diagnosis dari angina pektoris dilakukan dengan EKG, didapatkan depresi segmen ST lebih dari 1 mm pada waktu melakukan latihan/aktivitas dan biasanya disertai rasa sakit dada mirip seperti saat serangan angina (2).

2.7 Penatalaksanaan (2)
1.      Hipertensi
Tujuan terapi adalah mempertahankan tekanan sistolik di bawah 140 mmHg dan tekanan diastolikdi bawah 90 mmHg dan mengontrol faktor resiko. Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya hidup saja, atau dengan obat antihipertensi.
Modifikasi gaya hidup cukup efektif, dapat menurunkan resiko kardiovaskular dengan biaya sedikit, dan resiko minimal. Tata laksana ini tetap dianjurkan meskipun harus disertai obat antihipertensi karena dapat menurunkan jumlah dan dosis obat. Langkah-langkah yang dianjurkan:
1.      Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan
2.      Membatasi alkohol
3.      Meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30-45 menit/hari)
4.      Mengurangi asupan natrium
5.      Mempertahankan asupan kalium yang adekuat
6.      Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat
7.      Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan.
Penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian besar pasien dimulai dari dosis rendah kemudian ditingkatkan sesuai dengan umur, kebutuhan, dan usia. Terapi yang optimal harus efektif selama 24 jam, dan lebih disukai dalam dosis tunggal karena kepatuhan lebih baik, lebih murah, dapat mengontrol hipertensi terus-menerus dan lancar, dan melindungi pasien terhadap berbagai resiko dari kematian mendadak, serangan jantung, atau strok akibat peningkatan tekanan darah mendadak saat bangun tidur. Sekarang terdapat kombinasi obat berisi dosis rendah dua obat dari golongan berbeda. Kombinasi ini terbukti memberikan efektivitas tambahan dan mengurangi efek samping.
2.      Angina pektoris
Penatalaksanaan untuk angina pektoris terdapat beberapa tindakan:
1.      Pengobatan terhadap serangan akut, berupa nitrogliserin sublingual 0,5-1 tablet yang merupakan obat pilihan yang bekerja sekitar 1-2 menit dan dapat diulang dengan interval 3-5 menit.
2.      Pencegahan serangan lanjutan:
·         Long-action nitrat, yaitu ISDN 3x10-40 mg oral
·         β-bloker: propanolol, metoprolol, nadolol, atenolol, dan pindolol.
·         Ca-antagonis: verapamil, diltiazem, nifedipin, nikardipin, atau isradipin.
3.      Tindakan invasif: Percutaneus transluminal coronary angioplasty (PTCA), laser coronary angioplasty, coronary artery bypass grafting (CABG).
4.      Olahraga disesuaikan.


DAFTAR PUSTAKA

1.      Price, S.A., dan L. M. Wilson., Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jilid 1, Edisi 4, Terjemahan Peter Anugerah, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1995. Hal 533-536

2.      Mansjoer, A., Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid I, Media Awsculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2000. Hal 440-441, 518-520.

3.      Anonim, AHFS: Drug Information, American Society of Health System Pharmacists, USA, 1995. Hal.1880, 1987, 2389

4.      Anonim, Clinical Pharmacy and Therapeutics 3rd Ed., Churchill Livingstone, New York, 1996. Hal 254-257

5.      Stockley, I.H., Drug Interactions, Third Edition, Balckwell Science, London, 1994. Hal 72, 660

6.      Formularium Rumah Sakit M. Djamil, Padang, 2003.

No comments:

Post a Comment