KASUS
Seorang
wanita, berusia 72 tahun dengan berat badan 45 kg mendapat diagnosis utama
menderita osteoporosis dan UTI sedangkan diagnosis sekundernya adalah mild CHF. Dari wawancara, diketahui
bahwa wanita tersebut alergi terhadap obat-obatan golongan sulfa dan tidak
mempunyai riwayat sebagai perokok.
R/
Digoxin 0,125 mg no 30
Sq dd1
HCTZ 25
mg no 30
Sq dd1
Ciprofloxacin 400
mg no 14
S2 dd1
CDR no 14
IDENTIFIKASI
MASALAH
1. Informasi
yang perlu diketahui
·
Tekanan darah pasien
·
Denyut jantung pasien
·
Hasil pemeriksaan laboratorium terutama yang berkaitan dengan mikroorganisme penyebab Infeksi Saluran Kemih.
·
Riwayat
obat yang dikonsumsi pasien
2. Masalah
dari resep
a)
Digoxin
·
Digoksin
perhatian terhadap pasien lanjut usia.
·
Digoxin
sediaan yang beredar 0,25 mg dan memiliki indeks terapi kecil.
·
Digoxin
menyebabkan interaksi dengan kalsium yang dapat mencetus aritmia jantung.
b)
Hidroklortiazid
·
Berdasarkan
strukur, HCTz memiliki gugus sulfa (sulfonil) dan pasien alergi terhadap
golongan sulfa.
·
HCTz
berinteraksi dengan digoksin yang dapat meningkatkan toksisitas digoksin
sehingga menyebabkan hipokalemia dan hipomagnesemia.
c)
Ciprofloxacin
·
Seharusnya
data mengenai hasil labor pasien dilampirkan untuk mengetahui dosis penggunaan
ciprofloxacin sehingga dapat diketahui jenis penyakit ini ringan, sedang atau
berat.
·
Untuk
penyakit saluran kemih ringan - sedang : 250 mg 2 x sehari selama 5-10 hari.
·
Untuk
penyakit saluran kemih berat: 500 mg 2 x sehari.
d)
CDR
·
CDR
mengandung Ca rendah yaitu 250 mg dan vitamin D 300 UI, dan kadar vitamin C
tinggi yaitu 1g. Karena pasien di diagnosa menderita osteoporosis, jadi Ca yang
diperlukan lebih dari 1200mg.
3. Usul
terhadap resep
·
Pemakaian
digoxin perhatian terhadap pasien lansia karena digoksin di eliminasi di
ginjal, karena pasien sudah tua maka pasien perlu dilakukan monitoring
kreatinin ginjal dan kadar digoxin di dalam darah.
·
Hidroklortiazid usul di ganti karena
pasien alergi terhadap golongan sulfa. Sebagai pilihan adalah spironolakton karena baik untuk lansia dan merupakan
golongan hemat kalium sehingga menghindari terjadinya hipokalemia
·
Ciprofloxacin diberikan dosis 500 mg
karena untuk penggunaan
peroral 250 - 500 mg 2 x sehari
selama 5 – 10 hari dan penggunaan intravena 200 - 400 mg/hari. Sediaan yang beredar di pasaran 100 mg; 250 mg; 500 mg;
750 mg; 1000 mg. Dari resep yang diperoleh dosis yang digunakan adalah 400 mg 2 x sehari. Hal
ini untuk mempermudah penggunaan obat.
·
Komposisi Ca didalam produk CDR rendah
dan kadar vitamin
C tinggi. Vitamin C larut
didalam air, sehingga kelebihan vit C akan di ekskresikan melalui urin yang
dapat menyebabkan peningkatan volume urin sementara pasien mengalami Infeksi
Saluran Kemih. Pasien yang tidak dapat mengosongkan urin secara sempurna
memiliki resiko yang sangat besar mengalami infeksi pada saluran urin dan lebih
sering mengalami infeksi kembali.
4. Nasehat
kepada pasien
·
Digoxin, Obat ini harus digunakan secara
teratur dan diperlukan tes laboratorium untuk memonitor terapi. Jangan
menggunakan obat melebihi jumlah yang telah diresepkan atau menggunakan obat
lainnya kecuali atas anjuran dokter.
·
Obat ini bisa menimbulkan rasa pusing
dan kelelahan. Misalnya sewaktu bangun tidur sebaiknya duduk terlebih dulu
dipinggiran tempat tidur beberapa menit. Segeralah duduk kembali atau berbaring
bila timbul rasa pusing.
KETERANGAN
OBAT
1. DIGOXIN
a)
Sifat Fisikokimia
·
Merupakan kristal putih
tidak berbau.
·
Praktis tidak larut
dalam air dan dalam eter, sedikit larut dalam alkohol dan dalam kloroform dan
sangat larut dalam piridin.
b)
Indikasi
Payah jantung, pada penderita lansia dengan atau tanpa payah
ginjal, aritmia supraventrikular (terutama atrial fibrasi)
c)
Dosis, Cara dan
Lama Pemberian
Oral, untuk digitalisasi cepat 1 - 1,5 mg
dalam dosis terbagi, bila tidak diperlukan cepat 250 - 500
µg. Dosis pemeliharan 62,5 – 500 µg sehari disesuaikan
dengan fungsi ginjaldan pada atrial fibrilasi tergantung kepada respon denyut
jantung. Dosis pemeliharaan biasanya 125 - 250
mcg sehari (untuk penderita lansia). Pada kondisi emergensi, loading dose
(dosis muatan) diberikan secara infus intravena, 0,75 - 1 mg
hingga paling sedikit 2 jam, kemudian dilanjutkan dosis pemeliharan dengan
oral.
d)
Farmakokinetik/Farmakodinamika
Waktu onset oral 1 - 2 jam,
iv 5 - 30
menit. Waktu efek puncak oral 2 - 8 jam, iv 1 - 4 jam. Durasi untuk dewasa 3 - 4 hari
pada kedua sediaan. Absorbsi melalui difusi pasif pada usus halus bagian atas,
makanan dapat menyebabkan absorbsi mengalami penundaan, tetapi tidak
mempengaruhi jumlah yang di absobsi. Distribusi, untuk fungsi ginjal normal 6 - 7
L/kg, untuk gagal ginjal kronik 4 - 6 L/kg. Anak-anak 16 L/kg,
dewasa 7 L/kg
menurun bila terdapat gangguan ginjal. Ikatan obat dengan
protein 30 %. Metabolisme melalui sequential sugar
hidrolisis dalam lambung atau melalui reduksi cincin lakton oleh bakteri di
intestinal, metabolisme diturunkan dengan adanya gagal jantung kongestif. Bioavailbilitas T½ eliminasi berdasarkan umur, fungsi ginjal dan jantung. T½
eliminasi (half - life elimination): parent drug (obat asal ): 38 jam;
metabolit: digoxigenin (4 jam) ; monodigitoxoside (3 – 12 jam). Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum: oral ~ 1 jam.
Ekskresi : urin (50% hingga 70% dalam bentuk obat yang tidak berubah ). Ekskresi : urin (50% hingga 70% dalam bentuk obat yang tidak
berubah ). Gagal jantung kongestif : 0,5 -0,8 ng/ml .Aritmia : 0,8-2
ng/mlDewasa : < 0,5 ng/ml, kemungkinan menunjukkan underdigitalization,
kecuali jika terdapat hal-hal khusus. Toksik > 2,5 ng/ml.
e)
Penyimpanan:
·
Lindungi sediaan elixir
dan injeksi dari cahaya; pelarut yang kompatibel : D5W, D10W,
NS, aqua pro injeksi (untuk melarutkan
empat kali lipat atau lebih).
f)
Kontra indikasi
Intermittent
complete heart block; Blok AV derajat II; supraventricular arrhytmias yang
disebabkan oleh Wolff – Parkinson - White Syndrome; takikardia ventricular
atau fibrilasi; hypertropic obstructive cardiomyopathy.
g) EFEK
SAMPING
Biasanya
berhubungan dengan dosis yang berlebih, termasuk: anoreksia, mual, muntah,
diare, nyeri abdomen, gangguan penglihatan, sakit kepala, rasa capek, mengantuk
, bingung, delirium, halusinasi, depresi; aritmia, heart block; jarang terjadi
rash, isckemia intestinal; gynecomastia pada
penggunaan jangka panjang
trombositopenia.
h) INTERAKSI
·
Dengan Obat Lain
¨
Efek Cytochrome P450: substrat CYP3A4 (minor) yaitu meningkatkan efek/toksisitas pada senyawa beta-blocking
(propanolol), verapamil dan diltiazem
mempunyai efek aditif pada denyut jantung.
¨ Karvedilol
mempunyai efek tambahan pada denyut jantung dan menghambat
metabolisme digoksin.
¨ Kadar
digoksin ditingkatkan oleh amiodaron (dosis digoksin diturunkan 50 %),
bepridil, siklosporin, diltiazem, indometasin, itrakonazol, beberapa makrolida
(eritromisin, klaritromisin), metimazol, nitrendipin,propafenon,
propiltiourasil, kuinidin dosis digoksin
diturunkan 33 % hingga 50 % pada
pengobatan awal), tetrasiklin dan verapamil.
¨ Moricizine
dapat meningkatkan toksisitas digoksin.
¨ Spironolakton
dapat mempengaruhi pemeriksaan digoksin,namun juga dapat meningkatkan kadar
digoksin secara langsung.
¨ Pemberian
suksinilkolin pada pasien bersamaan dengan digoksin dihubungkan dengan peningkatan risiko
aritmia.
¨ Jarang
terjadi kasus toksisitas akut digoksin yang berhubungan dengan pemberian kalsium secara
parenteral (bolus).
¨ Obat-obat
berikut dihubungkan dengan peningkatan kadar darah digoksin yang menunjukkan signifikansi klinik: Famciclovir, Flecainid, Ibuprofen, Fluoxetin, Nefazodone, Simetidein, Famotidin, Ranitidin, Omeprazoe, Trimethoprim. Menurunkan efek Amilorid dan Spironolakton dapat menurunkan respon inotropik
digoksin. Kolestiramin, kolestipol, kaolin-pektin, dan metoklopramid dapat
menurunkan absorpsi digoksin. Levothyroxine (dan suplemen tiroid yang lain)
dapat menurunkankadar digoksin dalam darah. Penicillamine dihubungkan dengan
penurunan kadar digoxin dalam darah.Interaksi dengan obat-obat berikut
dilaporkan menunjukkan signifikansi klinik aminoglutetimid, asam
aminosalisilat, antasida yang mengandung alumunium, sukralfat, sulfasalazin,
neomycin, ticlopidin.
·
Interaksi dengan Makanan
¨ Kadar
serum puncak digoksin dapt diturunkan jika digunakan bersama dengan makanan.
¨ Makanan
yang mengandung serat (fiber) atau makanan yang kaya akan pektin menurunkan
absorpsi oral digoksin.
¨ Hindari
ephedra (risiko stimulasi kardiak).
¨ Hindari
natural licorice (menyebabkan retensi air dan natrium dan meningkatkan hilangnya
kalium dalam tubuh).
i)
PENGARUH
·
Terhadap kehamilan:
Faktor risiko: Tidak diketahui apakah
digoksin dapat membahayakan fetus jika diberikan pada wanita hamil atau
mempengaruhi kapasitas reproduktif. Pemberian
digoksin pada wanita hamil hanya jika memang benar diperlukan dan hanya jika
keuntungan pada ibu lebih besar daripada resiko yang ditimbulkan pada
fetus.Literatur dari BNF 50 menyebutkan diperlukan penyesuaian dosis.
·
Terhadap Ibu menyusui
Pemberian digoksin pada wanita hamil
hanya jika memang benar diperlukan dan hanya jika keuntungan pada ibu lebih
besar daripada resiko yang ditimbulkan pada fetus. Literatur dari BNF 50 menyebutkan
diperlukan penyesuaian dosis.
·
Terhadap anak-anak
Bayi yg baru lahir menunjukkan adanya
toleransi yg bervariasi terhadap digoksin. Bayi
prematur dan immatur biasanya sensitif terhadap efek digoksin, dan dosis obat
tidak hanya diturunkan tapi harus dosis
individualisasi sesuai dgn tingkat maturitasnya.
j)
INFORMASI PASIEN
Jumlah
dan frekuensi penggunaan obat
tergantung dari beberapa faktor, seperti kondisi pasien, umur dan berat badan.
Bila anda mempunyai pertanyaan yang berkaitan dengan jumlah dan frekuensi pemakaian obat, tanyakan pada apoteker atau dokter. Obat
ini harus digunakan secara teratur, biasanya pada waktu yang sama tiap hari dan
biasanya pada pagi hari. Dapat digunakan tanpa makanan. Diperlukan jumlah
kalium yang cukup pada dietnya untuk menurunkan risiko hipokalemia (hipokalemia dapat meningkatkan risiko toksisitas
digoksin). Tes laboratorium
diperlukan untuk memonitor terapi. Pastikan hal ini dilakukan. petunjuk dokter
atau apoteker. Jangan
menghentikan pemakaian obat ini tanpa berkonsultasi dengan dokter. Jangan menggunakan obat melebihi jumlah
yang telah diresepkan, kecuali atas anjuran dokter. Jangan menggunakan OTC seperti antasida,
obat batuk, obat influenza, alergi.
Kondisi medis awal pasien harus diceritakan pada petugas kesehatan sebelum
menggunakan obat ini. Jangan menggunakan OTC atau obat resep yang lain tanpa
memberitahu dokter yang merawat Jika pasien lupa minum obat, segera mungkin minum obat setelah ingat. Jika terlewat beberapa jam dan
telah mendekati waktu minum obat berikutnya jangan minum obat dengan dosis
ganda, kecuali atas saran dari tenaga kesehatan. Jika
lebih dari satu kali dosis terlewat, hubungi dokter atau apoteker. Obat ini hanya digunakan oleh pasien yang mendapat resep. Jangan diberikan
pada orang lain.
k) Mekanisme
Aksi
Gagal jantung kongestif: menghambat
pompa Na/K ATP-ase yang bekerja dengan meningkatkan pertukaran natrium-kalsium
intraselular sehingga meningkatkan kadar kalsium intraseluler dan meningkatkan
kontraktilitas. Aritmia
supraventrikular:
Secara langsung menekan konduksi AV node sehingga meningkatkan periode refractory
efektif dan menurunkan konduksi kecepatn - efek inotropik positif, meningkatkan
vagal tone dan menurunkan
dan menurunkan kecepatan ventrikular dan aritmia atrial. Atrial fibrilasi dapat
menurunkan sensitifitas dan meningkatkan toleransi pada serum konsentrasi
digoksin yang lebih tinggi .
l)
MONITORING PENGGUANAAN OBAT
Kapan mengukur konsentrasi serum
digoksin : konsentrasi serum digoksin harus dimonitor karena digoksin mempunyai
rentang terapi yang sempit ; endpoint therapy
sukar ditentukan dan toksisitas
digoksin dapat mengancam jiwa.Kadar serum digoksin harus diukur sedikitnya 4
jam setelah pemberian dosis intravena dan sedikitnya 6 jam setelah pemberian
dosis oral (optimal 12 – 24 jam setelah pemberian)Terapi awal (inisiasi): Jika loading dose diberikan:
konsentrasi serum digoksin diukur dalam 12 – 24 jam sesudah pemberian loading
dose awal. Kadar yang terukur
menunjukkan hubungan kadar plasma
digoksin dan respon.Jika loading dose tidak diberikan : konsentrasi serum
digoksin ditentukan setelah 3 – 5 hari
terapiTerapi pemeliharaan (maintenance ):Konsentrasi harus diukur minimal 4 jam
setelah dosis IV dan paling sedikit 6 jam setelah dosis oral.Konsentrasi serum
digoxin harus diukur dalam 5-7 hari(rata-rata waktu steady state) setelah
mengalami perubahan dosis.Pemeriksaan dilanjutkan 7 – 14 hari setelah perubahan
ke dalam dosis pemeliharaan (maintenance)Catatan : pada pasien dengan
end-stage renal disease (gagal ginjal terminal) diperlukan waktu 15 – 20 hari
untuk mencapai steady state. Sebagai
tambahan pasien yang menerima obat-obat yang dapat menurunkan kalium seperti
diuretik,harus dimonitor kadar kalium, magnesium dan kalsium. Konsentrasi serum
digoksin harus diukur jika terdapat kondisi berikut : Apabila meragukan
kepatuhan pasien atau mengevaluasi
timbulnya respon klinik yang
jelek pada pengobatan awal. Perubahan fungsi, Dugaan toksisitas digoksin :
Pada permulaan pengobatan atau keputusan menghentikan terapi dengan obat
(amiodaron, kuinidin, verapamil) yang mana berinteraksi dengan digoksin; jika
terapi bersama quinidin dimulai, kadar
digoxin harus diukur dalam24 jam pertama sesudah mulai terapi dengan quinidin,
kemudian sesudah 7 – 14 hari.Adanya
perubahan penyakit
(hypothyroidism).Denyut dan ritme dimonitor melalui pemeriksaan secara periodik
EKG untuk menilai baik efek terapi maupun tanda-tanda toksisitasMonitoring
dengan ketat ( terutama pasien yang menerima diuretik atau amphotericin)
terhadap penurunan kadar kalium dan magnesium dan peningkatan kalsium , hal-hal
tersebut merupakan pemicu toksisitas digoksin. Ukur fungsi ginjal.Perhatikan
interaksi obat. Obervasi pasien terhadap tanda-tanda toksisitas nonkardiak,
kebingungan dan depresi.
m)
PERHATIAN
- tidak boleh digunakan pada penderita takicardia
- tidak boleh digunakan bersamaan dengan golongan β – bloker karena dapat mengurangi efek digoksin.
- Penggunaan digoksin dengan furosemid secara bersamaan dapat meningkatkan toksisitas dari digoksin dan menyebabkan efek hiperkalemia.
- Pada penderita lansia sebaiknya dosis digoksin dikurangi
2.
HIDROKLORTIAZID
• Hidroklortiazida (HCT) dengan nama kimia
3,4-dihidro-6-klorobenzo-1-tia-2,4-diazina-7-sulfonamida-1,1-dioksida
• Rumus Molekul C7H8ClN3O4S2
• Bobot Molekul 297,74
a) SIFAT
FISIKOKIMIA HCTZ
· KELARUTAN
1. Praktis tidak larut dalam air ( lebih dari 10000)
2. Praktis tidak larut dalam kloroform p
3. Praktis tidak larut dalam dalam eter p
4. Larut dalam 200 bagian etanol
5. Larut dalam 20 bagian aseton
· PEMERIAN
1. Serbuk hablur putih atau hampir putih,
2. Tidak berbau
3. Agak pahit
b) INTERAKSI OBAT :
1. dengan furosemid dapat meningkatkan efek dari hct
2. dengan ace inhibitor akan meningkatkan terjadinya
diuresis dan hipokalemia
c) EFEK
SAMPING
1. Hipokalemia dan hiponatremia
yang dapat menyebabkan lemas
2. Hiperurisemia
3. Kelemahan otot
4.
Muntah
5. Pusing
d) DOSIS,
CARA PEMBERIAN DAN LAMA PEMBERIAN
Oral (efek obat dapat diturunkan setelah
digunakan setiap hari)Anak-anak :< 6 bulan : 2-3 mg.kg/hari dalam dua dosis
terbagi.> 6 bulan : 2 mg/kg/hari dalam 2 dosis terbagi.Dewasa : Edema :
25-100 mg/hari dalam 1-2 dosis, maksimum 200 mg/hari.Hipertensi : 12.5 -50
mg/hari; peningkatan respon minimal dan gangguan elektrolit lainnya harus
dipantau setelah > 50 mg/hari.Pasien lanjut usia : 12,5 - 25 mg sekali
sehari.Penyesuaian dosis pada gangguan ginjal.Clcr < 10 mL/menit : jangan
menggunakan hidroklorotiazida.
e) FARMAKOLOGI
Hidroklorotiazida adalah diuretik
tiazida, yang meningkatkan ekskresi
natrium, klorida dan sejumlah air. Obat ini dapat diabsorpsi dengan baik
melalui saluran cerna.Umumnya efek
tampak setelah satu jam, dan dalam 3-6 jam dieksresikan melalui ginjal.
Hidroklorotiazida selain berefek sebagai diuretik, juga menyebabkan
vosodilatasi pembuluh darah arteriol,sehingga dapat menurunkan tekanan darah
pada kasus hipertensi. Obat ini bekerja senergistik dengan obat anti-hipertensi
lainnya.Onset kerja : diuresis:~2,Efek puncak : 4-6 jam,Durasi 6-18
jam,Distribusi 3.8-7.8 L/kg.Ikatan protein : 68%. Tidak mengalami
metabolisme.Bioavailabilitas : 50%-80%.T½ eliminasi : 5.6-14.8 jam.Eksresi :
melalui urin sebagai obat tidak berubah.
f) KONTRAINDIKASI
Diabetus
mellitus, dan kemungkinan hipersensitivitas terhadap golongan obat ini.
g) PENGARUH
·
Terhadap kehamilan : Faktor resiko : B
·
Terhadap ibu menyusui: Hidroklorotiazida
didistribusikan ke air susu, gunakan dengan perhatian
·
Terhadap hasil lab.: Meningkatkan
kreatinin fosfokinase, amonia, amilase, kalsium, klorida, kolesterol, glukosa,
peningkatan asam, penurunan klorida, magnesium dan kalium.
h) PERINGATAN
Hindari penggunaan hidroklorotiazida
pada penyakit ginjal parah. Gangguan elektrolit (hipokalemia, alkalosis
hipokloremik, hiponatremia) dapat terjadi.Gunakan dengan perhatian pada pasien
dengan gangguan hati: ensefalopati hati dapat terjadi akibat gangguan
elektrolit.Gout dapat terjadi pada pasien dengan riwayat gout,gagal jantung
kronik. Hati-hati pada pasien diabetes; dapat mengalami perubahan pada kontrol
glukosa. Dapat terjadi reaksi hipersensitifitas.Dapat memperparah lupus
eritematosus atau mencetuskannya. Gunakan dengan perhatian pada pasien dengan
konsentrasi kolesterol menengah sampai tinggi. Fotosensitivitas dapat terjadi.
Hilangkan hipokalemia sebelum memulai terapi.Ada kemiripan sifat kimia antara
sulfonamid, sulfonilurea, inhibitor karbonik anhidrase, tiazida dan diuretik
loop (kecuali asam etakrinat).Penggunaan pada pasien alergi terhadap sulfonamid
dikontraindikasikan, hindari jika pernah terjadi reaksi alergi sebelumnya
i)
INFORMASI PASIEN.
1. Obat
dimakan secara teratur sesuai petunjuk dokter. Jangan dihentikan walaupun telah
merasa sembuh. Tekanan darah tinggi adalah penyakit kronis. Kemungkinan akan
menjalani pengobatan dalam jangka waktu lama.Sungguhpun demikian jangan
menambah jumlah obat bila obat telah habis selalu melalui resep dokter.
2. Obat
dimakan bersamaan dengan makanan lain atau dengan susu.
3. Obat
ini bisa menimbulkan rasa pusing dan kelelahan bila mengerjakan sesuatu,
berdiri cukup lama, minum alkohol, merubah tubuh secara mendadak, atau bangun
dari tempat tidur secara terburu-buru.Misalnya sewaktu mau bangun tidur
sebaiknya duduk dulu dipinggiran tempat tidur sambil kaki dibiarkan tergantung
ke bawah selama beberapa menit. Segeralah duduk kembali atau berbaring bila
timbul rasa pusing.
4. Jika mungkin jangan makan obat ini menjelang
tidur, karena tidur anda akan terganggu karena akan sering buang air kecil.
5. Kunyalah permen karet (non gula) untuk
menghilangkan rasa kekeringan pada mulut.
6. Obat
ini kemungkinan akan menyebabkan penglihatan menjadi kabur. Jangan mengemudikan
kendaraan atau mengoperasikan mesin.
7. Bila
timbul lendir pada hidung, jangan mengobati diri sendiri, bawalah ke dokter.
8. Hubungi
dokter bila timbul rasa kelelahan pada otot atau rasa nyeri mendadak pada
persendian .
9. Hubungi
dokter bila timbul diare.
10. Jauhkan
dari jangkauan anak.
j)
MEKANISME AKSI
Inhibisi
rearbsorpsi pada tubulus ginjal, akibatnya ekskresi natrium dan air meningkat.
3.
SIPROFLOKSACIN
Struktur
Kimia:
Nama kimia : asam 1-cyclopropyl-6-fluoro-1
,4-dihidro-4-okso-7-(1-piperazinyl)-3 quinolinecarboxylic.
Rumus molekul : C17H18FN3O3
Berat molekul : 331,4
Metode
analisis : kromatografi, spektrofotometri
a) INDIKASI:
Anak – anak:Infeksi saluran urin dan
pyelofritis yang disebabkan oleh E.coli. catatan: meskipun demikian,
siprofloksasin bukan merupakan obat pilihan pertama. Anak – anak dan
dewasa:untuk menurunkan angka kejadian atau progress penyakit terkait dengan baccilus
anhraticus. Pada infeksi mata; digunakan untuk mengobati infeksi pada okular
(corneal ulcer, conjungtivitis) atau bakteri sejenis.Dewasa:untuk pengobatan
infeksi yag disebabkan bakteri:
infeksi saluran urin; cistitis akut tanpa
komplikasi pada wanita; prostatitis bakteri kronik; infeksi saluran nafas bawah
(termasuk eksaserbasi akut dan bronchitis kronik); sinusistis akut; infeksi
kulit;tulang dan persendian; infeksi intraabdominal komplek; diare karena
infeksi; demam tyfoid karena Salmonella typhi; pneumonia nosokomial, terapi
empiris febrile neutrophenic (kombinasi dengan piperacillin).
b)
DOSIS,
CARA PEMBERIAN, LAMA PEMBERIAN
DOSIS ANAK-ANAK: Oral: Infeksi saluran urin atau
pyelofritis: anak 1-17 tahun: 20-30 mg/kg/hari terbagi dalam 2 dosis terpisah
(setiap 12 jam) untuk 10-21 hari. Maksimal 1.5 g/hari. Cistitis fibrosis: anak
5-17 tahun; 40 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 12 jam, pemberian selama 1
minggu Injeksi: infeksi saluran urin komplikasi pada anak 5-17 tahun: 6-10
mg/kg setiap 8 jam untuk 10-21 hari (maksimum 400 mg/dosis) Cistitis
fibrosis:anak 5-17 tahun; 30 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 8 jam untuk
satu minggu.
DOSIS DEWASA: Oral: Infeksi saluran urin: Infeksi saluran
urin akut tanpa komplikasi: 250 mg setiap 12 jam selama 3 hari. Infeksi saluran
urin akut dan pyelonefritis tanpa
komplikasi: sedÃaan lepas lambat 1000 mg setiap 24 jam selama 7-14 hari.
cistitis akut tanpa komplikasi sediaan lepas lambat 500 mg setiap 24 jam selama
3 hari. Infeksi saluran urin sedang : 250 mg setiap 12 jam selama 7-14 hari.
Infeksi saluran urin berat: 500 mg setiap 12 jam selama 7-14 hari. infeksi
saluran nafas bawah, dan infeksi pada kulit: 500 – 750 mg dua kali sehari untuk
7-14 hari, tergantung juga dengan kegawatan dan keparahan infeksinya. Infeksi
pada tulang dan persendian: 500-750 mg dua kali sehari 4-6 minggu, tergantung
kegawatan dan kepekaan dari bakteri penginfeksinya.
c)
FARMAKOLOGI
Absorbsi: oral; tablet; cepat (50-85%). Distribusi: Vd
2.1-2.7 L/kg; tersebar ke hampir seluruh jaringan tubuh, menembus plasenta dan
ASI (air susu ibu). Ikatan protein: 20-40%. Metabolisme: secara hepatik parsial
menjadi 4 metabolit (sedikit yang punya aktifitas). T½ eliminasi: anak-anak 2.5
jam; dewasa dengan fungsi ginjal normal 3-5 jam. T max: oral; sediaan tablet
0,5-2 jam; sediaan lepas lambat 1-2,5 jam. Ekskresi: urin 30-50% dalam bentuk
utuh, feses 15-43%. Kadar terapetik: 2.6-3 mcg/mL; Kadar toxic >5 mcg/mL.
d)
KONTRAINDIKASI
Injeksi: sediaan infus disimpan pada suhu 5-25°C
terlindung dari cahaya dan pembeku (freezer). Sediaan vial disimpan dalam suhu
5-30°C terlindung dari cahaya dan pembeku (freezer), pengenceran 0.5-2 mL
siprofloksasin dapat bertahan selama 14 hari jika disimpan dalam suhu kamar.
Tetas mata: disimpan pada suhu 2-25°C, terlindung dari cahaya. Mikrokapsules
untuk Suspensi oral: disimpan pada suhu 25°C; hasil pengenceran yang mengikuti
prosedur dan tersimpan pada suhu dibawah 30°C dan terhindar dari pembeku, obat
dapat bertahan 14 hari. Tablet: disimpan pada suhu 30°C; tablet lepas lambat
15-30°C.
e)
EFEK
SAMPING
Angka Kejadian 1-10% : SSP : Kejadian neurologi
(anak-anak 2% meliputi gangguan tidur, pusing dan cemas); demam (anak 2%);
sakit kepala (pemberian IV); gelisah (pemberian IV). Dermatologi : Ruam kulit (anak 2% dewasa 1%).
Gastrointestinal : Mual (anak/dewasa 3%); diare (anak 5%, dewasa 2%); muntah
(anak 5%, dewasa 1%); nyeri lambung (anak 3%, dewasa<1%); gangguan
pencernaan (anak 3%). Hepatik : Peningkatan SGOT/SGPT (dewasa 1%). Lokal :
Reaksi pada tempat injeksi (pemberian IV). Saluran pernapasan : Radang saluran
pernapasan (rhinitis) anak 3%. Angka Kejadian < 1% : Abnormal, ARF, agitasi,
agranulositosis, albuminuria, reaksi alergi, anafilaksis, anemia, angina
pektoris, angioedema, anorexia, anosmia, ataksia, atrial flutter, depresi sumsum
tulang, sakit pada dada, bronkhospasmus, kandidiasis, kandiduria, eritema
nosodum, dermatitis eksfoliatif, demam, fixed eruptions,flatulen, perdarahan
lambung, halusinasi, sakit kepala, hematuria, anemia hemolitik, kegagalan
fungsi hati, nekrosis hati, hiperglisemia, hiperpigmentasi, hipertensi,
hipotensi, hipertonia, insomnia, interstisial nephritis, perforasi
intestinal, iritabilitas, jaundice,
nyeri persendian, edema tenggorokan, sensitif terhadap cahaya terang,limfadenopati,
rasa malas, reaksi manik, methemoglobinemia, MI, migrain, moniliasis, myalgia,
myastenia gravis, myoclonus, nefritis, nystagmus, hipotensi ortostatik,
palpitasi, pankreatitis, pansitopenia, paranoia, parestesia, neuropati perifer,
petenchia, perpanjangan waktu PT/INR, pseudomembranous colitis, psikosis, edema
paru, renal calculi, kejang; peningkatan serum kolesterol dan trigliserida;
sindrom stevens-johnson; takikardi, hilang rasa, kerusakan tendon, tendonitis,
tromboflebitis, tinitus, toxic epidermal nekrolisis, tremor, perdarahan
uretral, kandidiasis vagina, vaginitis, vasculitis, ektopi ventricular,
gangguan visual, rasa lemas.
f)
INTERAKSI
·
Interaksi
dengan obat lain
Meningkatkan efek:
Meningkatkan efek toksik dari substrat CYP1A2 (seperti; aminofilin,
fluvoxamine, mexiletin, mirtazapin, ropinirol, trifluoperazin), gliburid,
metotreksat, ropivacaine, teofilin, dan warfarin. Jika digunakan dengan
kortikosteroid maka akan dapat meningkatkan kerusakan tendon. Jika digunakan
dengan foscarnet dapat meningkatkan efek kejang. Probenezid kemungkinan
meningkatkan kadar siprofloksasin. Menurunkan efek: Antasida, suplemen
elektrolit oral, quinapril, sukralfat, kemungkinan juga siprofloksasin dapat
menurunkan kadar fenitoin.
·
Interaksi
dengan makanan
Makanan (kalsium
yang ada dalam sari buah, multivitamin dan mineral)kemungkinan menganggu
penyerapan siprofloksasin pada saluran cerna akibat efek kation divalen dan
trivalen.Sebaiknya obat digunakan 2 jam sebelum
makan atau 6 jam setelah makan. Jika siprofloksasin dalam bentuk obat
lepas lambat, digunakan 4 jam sebelum makan dan 6 jam setelah makan. Kofein
(dari kopi), jika dikonsumsi bersamaan dengan siprofloksasin dapat meningkatkan
efek detak jantung yang berlebihan atau stimulasi SSP meningkat.
g) PERINGATAN
Kemungkinan dapat meningkatkan respon SSP, perlu
monitoring terhadap pasien yang diketahui mempunyai kelainan pada SSP.
Pengobatan jangka panjang dapat mengakibatkan suprainfeksi. Kerusakan tendon,
pernah dilaporkan ketika siprofloksasin digunakan bersamaan dengan quinolon
lainya. Reaksi hipersensitifitas gawat seperti anaphilasis pernah terjadi jika
pengobatan dengan golongan quinolon lainya.
h)
INFORMASI
PASIEN.
Untuk menghindari timbulnya resistensi, maka sebaiknya
siprofloksasin digunakan dalam dosis dan rentang waktu yang telah ditetapkan. Obat
digunakan dalam keadaan perut kosong (2 jam sebelum makan atau 6 jam setelah
makan). Amati jika ada timbul gejala ESO obat, seperti mual, diare atau respon
hipersensitivitas. Jika masih belum memahami tentang penggunaan obat, harap
menghubungi apoteker. Jika keadaan klinis belum ada perubahan setelah
menggunakan obat, maka harap menghubungi dokter.
i)
MEKANISME
AKSI
Menghambat DNA-girase pada organisme yang sensitif ;
menghambat relaksasi superkoloid DNA dan memicu kerusakan untai gandai DNA .
4.
CDR
- Vitamin C:
- Vitamin ini juga dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat
- Nama kimia : 2,3-didehydro-L-threo-hexono-1,4-lactone
- Nama IUPAC : (5R)-[(1S)-1,2-dihidroksetil]-3,4-dihidroksifuran-2(5H)-on
- Vitamin D:
- Vitamin D2 (ergokalsiferol) dan vitamin D3 (kolekalsiferol)
KOMPOSISI:
Kalsium: 250 mg, vitamin D: 300 U.I, Vitamin C: 1000 mg,
dan Vitamin B6: 15 mg.
INDIKASI
penggunaan agar tulang dan gigi yang kuat.
DESKRIPSI PENYAKIT
1. OSTEOPOROSIS
a) Defenisi
Osteoporosis adalah
penyakit tulang ditandai dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan jaringan
tulang yang berakibat pada kerapuhan tulang dan meningkatkan resiko fraktur.
Penyakit osteoporosis terjadi ketika tubuh kehilangan tulang lebih cepat
daripada yang dapat membentuk tulang baru. WHO mengklasifikasikan massa tulang
dengan dasar skor T. Skor T adalah bilangan devariasi standar dari densitas
mineral tulang (Bone Mineral Density/BMD). Massa tulang normal memiliki skor T
lebih besar dari -1.
b) Etiologi
Osteoporosis
postmenopouse terjadi karena kekurangan esterogen (hormon utama pada wanita),
yang membantu mengatur pengangukatan kalsium ke dalam tulang pada wanita.
Biasanya gejala timbul pada wanita usia 51-75 tahun.
Osteoporosis
senilis terjadi akibat kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia lanjut
dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dengan pembentukan
tulang baru. Biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering
menyerang wanita.
Osteoporosis
sekunder, disebabkan oleh pengobatan tertentu dan penyakit dan mempengaruhi
kedua tipe tulang.
c) Patofisiologi
·
Penurunan Transforming Growth Faktor β
yang berkaitan dengan berkurangnya esterogen meningkatkan aktivitas
osteoporosis.
·
Hilangnya massa tulang terkait usia diakibatkan meningkatnya resopsi tulang.
Penuaan juga meningkatkan resiko fraktur karena kondisi comorbid, kerusakan
kongitif, pengobatan, massa penyembuhan, asupan kalsium yang tidak cukup, serta
asupan dan absopsi vitamin D yang tidak cukup.
·
Kejadian osteporosis lebih rendah
terjadi pada pria dapat disebabkan oleh puncak BMD yang lebih tinggi, kecepatan
hilangnya massa tulang lebih rendah setelah puncak, harapan hidup yang lebih
pendek, lebih jarang mengalami jatuh, dan perhentian hormon produksi yang lebih
bertahap.
·
Osteoporosis yang diinduksi obat dapat
disebabkan kortikosteroid sistemik (prednison dengan dosis lebih besar dari 7,5
mg/hari), penggantian hormon tiroid, beberapa obat antiepilepsi (fenetoin,
fenobarbital) dan penggunaan heparin dalam jangka panjang (lebih besar dari
15000 hingga 30000 unit).
Faktor Resiko
1. Wanita
Hal
ini disebabkan pengaruh hormon esterogen yang mulai menurun kadarnya dalam
tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita mengalami monopouse yang dapay
terjadi di usia 45 tahun.
2. Usia
Seiring
dengan bertambahnya usia. Fungsi organ tubuh mulai menurun. Pada usia 75-85
wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami
kehilangan tulang trebekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun.
3. Keturunan
Osteoporosis
menyerang penderita dengan karakteristik tulang tetentu, seperti kesamaan
perawakan tulang dan bentuk tulang tubuh.
4. Gaya
Hidup Kurang Baik
Malas
berolahraga, merokok, dan kurangnya kalsium.
5. Mengkonsumsi
Obat
obat kortikosteroid
sistemik (prednison dengan dosis lebih besar dari 7,5 mg/hari), penggantian hormon
tiroid, beberapa obat antiepilepsi (fenetoin, fenobarbital) dan penggunaan
heparin dalam jangka panjang (lebih besar dari 15000 hingga 30000 unit).
d) Manifestasi
klinik
Manifekstasi umum
osteoporosis meliputi penurunan tinggi badan, kifosis, lordosis, nyeri pada
tulang, atau fraktur, biasanya pada vetebra, pinggul, atau lengan bagian bawah.
Fraktur pada vetebra merupakan hal yang paling sering terjadi, dan fraktur
multiple dapat berakibat pada kifosis dorsaldan lordosis. Kolaps atau kerapuhan
vetebra jarang mengakibatkan kompresi ikatan spinal.
Nyeri fraktur akut
biasanya dapat diatasi 2 hingga 3 bulan. Nyeri fraktur kronis dimanifestasikan
sebagai rasa nyeri yang dalam dan dekat dengan tempat patahan
e) Terapi
farmakologi
1. Terapi
Resorbsi
- Kalsium
- Vitamin d dan metabolit
- Bifosfonat
- Selective esterogen receptor modulators (serms)
- Kalsitonin
- Esterogen dan terapi hormonal
- Fitoesterogen
- Testosteron dan steroid anabolik.
2. Terapi
Pembentukan Tulang
Teriparatide (hormon
paratiroid)
f)
Terapi non farmakologi
- Semua individu harus memiliki menu yang seimbang dengan asupan kalsium dan vit D yang mencukupi. Jika asupan makanan tidak mencukupi, diperlukan suplement kalsium.
- Berhenti merokok meningkatkan BMD, sedangkan jika merokok terus dilakukan akan menurunkan BMD dan meningkatkan resikonfraktur.
- Aerobik latihan beban dan olahraga yang memperkuat dapat mencegah hilangnya massa tulang dan mengurangi fraktur.
2. INFEKSI
SALURAN KEMIH
a) Defenisi
Merupakan
istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam urin. Adanya
bakteri dalam urin disebut bakteriuria.
b) Etiologi
Bakteri yang sering menyebabkan infeksi saluran kemih
adalah jenis bakteri aerob. Pada kondisi normal, saluran kemih tidak dihuni
oleh bakteri atau mikroba lain, tetapi uretra bagian bawah terutama pada wanita
dapat dihuni oleh bakteri yang jumlahnya makin berkurang pada bagian yang
mendekati kandung kemih. Infeksi saluran kemih sebagian disebabkan oleh
bakteri, namun tidak tertutup kemungkinan infeksi dapat terjadi karena jamur
dan virus. Infeksi oleh bakteri gram positif lebih jarang terjadi jika
dibandingkan dengan infeksi gram negatif.
Lemahnya pertahanan tubuh telah menyebabkan bakteri dari
vagina, perineum (daerah sekitar vagina), rektum (dubur) atau dari pasangan
(akibat hubungan seksual), masuk ke dalam saluran kemih. Bakteri itu kemudian
berkembang biak di saluran kemih sampai ke kandung kemih, bahkan bisa sampai ke
ginjal.
Bakteri
infeksi saluran kemih dapat disebabkan oleh bakteri :
A. Kelompok anterobacteriaceae seperti :
1. Escherichia coli
2. Klebsiella pneumoniae
3. Enterobacter aerogenes
4. Proteus
5. Providencia
6. Citrobacter
B. Pseudomonas aeruginosa
C. Acinetobacter
D. Enterokokus faecalis
E. Stafilokokus sarophyticus
c) Faktor
resiko
Faktor resiko yang berpengaruh terhadap infeksi
saluran kemih:
- Panjang urethra. Wanita mempunyai urethra yang lebih pendek dibandingkan pria sehingga lebih mudah
- Faktor usia. Orang tua lebih mudah terkena dibanndingkan dengan usia yang lebih muda.
- Wanita hamil lebih mudah terkena oenyakit ini karena penaruh hormonal ketika kehamilan yang menyebabkan perubahan pada fungsi ginjal dibandingkan sebelum kehamilan.
- - Faktor hormonal seperti menopause. Wanita pada masa menopause lebih rentan terkena karena selaput mukosa yang tergantung pada esterogen yang dapat berfungsi sebagai pelindung.
- - Gangguan pada anatomi dan fisiologis urin. Sifat urin yang asam dapat menjadi antibakteri alami tetapi apabila terjadi gangguan dapat menyebabkan menurunnya pertahanan terhadap kontaminasi bakteri.
- - Penderita diabetes, orang yang menderita cedera korda spinalis, atau menggunakan kateter dapat mengalami peningkatan resiko infeksi.
Sebagian besar infeksi saluran kemih tidak dihubungkan dengan faktor
risiko tertentu. Namun pada infeksi saluran kemih berulang, perlu dipikirkan kemungkinan
faktor risiko seperti :
- Kelainan fungsi atau kelainan anatomi saluran kemih
- Gangguan pengosongan kandung kemih (incomplete bladder emptying)
- Konstipasi
- Operasi saluran kemih atau instrumentasi lainnya terhadap saluran kemih sehingga terdapat kemungkinan terjadinya kontaminasi dari luar.
- Kekebalan tubuh yang rendah
d) Gejala
Gejala pada infeksi saluran kemih ringan (misalnya:
cystitis, uretritis) pada orang dewasa, meliputi:
- rasa sakit pada punggung
- adanya darah pada urin (hematuria)
- adanya protein pada urin (proteinuria)
- urin yang keruh
- ketidakmampuan berkemih meskipun tidak atau adanya urin yang keluar
- demam
- dorongan untuk berkemih pada malam hari (nokturia)
- tidak nafsu makan
- lemah dan lesu (malaise)
- rasa sakit pada saat berkemih (dysuria)
- rasa sakit di atas bagian daerah pubis (pada wanita)
- rasa tidak nyaman pada daerah rectum (pada pria)
Gejala yang mengindikasikan infeksi saluran kemih lebih
berat (misalnya: pyelonephritis) pada orang dewasa, meliputi:
- kedinginan
- demam tinggi dan gemetar
- mual
- muntah (emesis)
- rasa sakit di bawah rusuk
- rasa sakit pada daerah sekitar abdome
Merokok, ansietas, minum kopi terlalu banyak, alergi
makanan atau sindrom pramenstruasi bisa menyebabkan gejala mirip infeksi
saluran kemih. Gejala infeksi saluran kemih pada bayi dan anak kecil. Infeksi saluran kemih pada bayi dan anak usia
belum sekolah memilki kecendrungan lebih serius dibandingkan apabila terjadi
pada wanita muda, hal ini disebabkan karena memiliki ginjal dan saluran kemih
yang lebih rentan terhadap infeksi.
Gejala pada bayi dan anak kecil
yang sering terjadi, meliputi:
- Kecendrungan terjadi demam tinggi yang tidak diketahui sebabnya, khususnya jika dikaitkan dengan tanda – tanda bayi yang lapar dan sakit, misalnya: letih dan lesu.
- Rasa sakit dan bau urin yang tidak enak. ( orang tua umumnya tidak dapat mengidentifikasikan infeksi saluran kemih hanya dengan mencium urin bayinya. Oleh karena itu pemeriksaan medis diperlukan).
- Urin yang keruh. (jika urinnya jernih, hal ini hanya mirip dengan penyakit, walaupun tidak dapat dibuktikan kebenarannya bahwa bayi tersebut bebas dari Infeksi saluran kemih).
- rasa sakit pada bagian abdomen dan punggung.
- muntah dan sakit pada daerah abdomen (pada bayi)
- jaundice (kulit yang kuning dan mata yang putih) pada bayi, khususnya bayi yang berusia setlah delapan hari.
e) Diagnostik
Untuk pemeriksaan infeksi saluran kemih, digunakan urin
segar (urin pagi). Urin pagi adalah urin yang pertama – tama diambil pada pagi
hari setelah bangun tidur. Digunakan urin pagi karena yang diperlukan adalah
pemeriksaan pada sedimen dan protein dalam urin. Sampel urin yang sudah
diambil, harus segera diperiksa dalam waktu maksimal 2 jam. Apabila tidak
segera diperiksa, maka sampel harus disimpan dalam lemari es atau diberi
pengawet seperti asam format.
Bahan untuk sampel urin dapat diambil dari:
·
Urin
porsi tengah, sebelumnya genitalia eksterna dicuci dulu dengan air sabun dan
NaCl 0,9%.
·
Urin
yang diambil dengan kateterisasi 1 kali.
·
Urin
hasil aspirasi supra pubik.
Bahan yang
dianjurkan adalah dari urin porsi tengah dan aspirasi supra pubik.
Pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya adalah sebagai berikut:
- Pemeriksaan laboratorium
1. Analisa Urin
(urinalisis)
Pemeriksaan urinalisis meliputi:
·
Leukosuria
(ditemukannya leukosit dalam urin).
Dinyatakan
positif jika terdapat 5 atau lebih leukosit (sel darah putih) per lapangan
pandang dalam sedimen urin.
·
Hematuria
(ditemukannya eritrosit dalam urin).
Merupakan
petunjuk adanya infeksi saluran kemih jika ditemukan eritrosit (sel darah
merah) 5-10 per lapangan pandang sedimen urin. Hematuria bisa juga
karena adanya kelainan atau penyakit lain, misalnya batu ginjal dan penyakit
ginjal lainnya.
2. Pemeriksaan bakteri (bakteriologis)
Pemeriksaan bakteriologis meliputi:
·
Mikroskopis.
Bahan: urin
segar (tanpa diputar, tanpa pewarnaan).
Positif jika
ditemukan 1 bakteri per lapangan pandang.
·
Biakan
bakteri.
Untuk
memastikan diagnosa infeksi saluran kemih.
3. Pemeriksaan kimia
Tes ini dimaksudkan sebagai penyaring adanya bakteri
dalam urin. Contoh, tes reduksi griess nitrate, untuk mendeteksi bakteri gram
negatif. Batasan: ditemukan lebih 100.000 bakteri. Tingkat kepekaannya mencapai
90 % dengan spesifisitas 99%.
4. Tes Dip slide (tes plat-celup)
Untuk menentukan jumlah bakteri per cc urin. Kelemahan
cara ini tidak mampu mengetahui jenis bakteri.
5. Pemeriksaan penunjang lain
Meliputi: radiologis (rontgen), IVP (pielografi intra
vena), USG dan Scanning. Pemeriksaan penunjang ini dimaksudkan untuk mengetahui
ada tidaknya batu atau kelainan lainnya.
- Pemeriksaan penunjang dari infeksi saluran kemih terkomplikasi:
1.
Bakteriologi
/ biakan urin
Tahap
ini dilakukan untuk pasien dengan indikasi:
·
Penderita
dengan gejala dan tanda infeksi saluran kemih (simtomatik).
·
Untuk
pemantauan penatalaksanaan infeksi saluran kemih.
·
Pasca
instrumentasi saluran kemih dalam waktu lama, terutama pasca keteterisasi urin.
·
Penapisan
bakteriuria asimtomatik pada masa kehamilan.
·
Penderita
dengan nefropati / uropati obstruktif, terutama sebelum dilakukan
Beberapa metode
biakan urin antara lain ialah dengan plat agar konvensional, proper plating
technique dan rapid methods. Pemeriksaan dengan rapid methods
relatif praktis digunakan dan memiliki ambang sensitivitas sekitar 104
sampai 105 CFU (colony forming unit) kuman.
2.
Interpretasi
hasil biakan urin
Setelah
diperoleh biakan urin, maka dilakukan interpretasi. Pada biakan urin dinilai
jenis mikroorganisme, kuantitas koloni (dalam satuan CFU), serta tes
sensitivitas terhadap antimikroba (dalam satuan millimeter luas zona hambatan).
Pada uretra bagian distal, daerah perianal, rambut kemaluan, dan sekitar vagina
adalah habitat sejumlah flora normal seperti laktobasilus, dan streptokokus
epidermis. Untuk membedakan infeksi saluran kemih yang sebenarnya dengan
mikroorganisme kontaminan tersebut, maka hal yang sangat penting adalah jumlah
CFU. Sering terdapat kesulitan dalam mengumpulkan sampel urin yang murni tanpa
kontaminasi dan kerap kali terdapat bakteriuria bermakna tanpa gejala, yang
menyulitkan penegakkan diagnosis infeksi saluran kemih. Berdasarkan jumlah CFU,
maka interpretasi dari biakan urin adalah sebagai berikut:
a.
Pada
hitung koloni dari bahan porsi tengah urin dan dari urin kateterisasi.
·
Bila
terdapat > 105 CFU/ml urin porsi tengah disebut dengan
bakteriuria bermakna
·
Bila
terdapat > 105 CFU/ml urin porsi tengah tanpa gejala klinis
disebut bakteriuria asimtomatik
·
Bila
terdapat mikroba 102 – 103 CFU/ml urin kateter pada
wanita muda asimtomatik yang disertai dengan piuria disebut infeksi saluran
kemih.
b.
Hitung
koloni dari bahan aspirasi supra pubik.
Berapapun jumlah CFU pada pembiakan urin hasil aspirasi
supra pubik adalah infeksi saluran kemih.
Interpretasi praktis biakan urin oleh Marsh tahun 1976,
ialah sebagai berikut:
Kriteria praktis diagnosis bakteriuria. Hitung bakteri
positif bila didapatkan:
- > 100.000 CFU/ml urin dari 2 biakan urin porsi tengah yang dilakukan seara berturut – turut.
- > 100.000 CFU/ml urin dari 1 biakan urin porsi tengah dengan leukosit > 10/ml urin segar.
- > 100.000 CFU/ml urin dari 1 biakan urin porsi tengah disertai gejala klinis infeksi saluran kemih.
- > 10.000 CFU/ml urin kateter.
- Berapapun
CFU dari urin aspirasi suprapubik.
Berbagai faktor yang mengakibatkan penurunan jumlah bakteri biakan urin pada infeksi saluran kemih:
·
Faktor
fisiologis
ü
Diuresis
yang berlebihan
ü
Biakan
yang diambil pada waktu yang tidak tepat
ü
Biakan
yang diambil pada infeksi saluran kemih dini (early state)
ü
Infeksi
disebabkan bakteri bermultiplikasi lambat
ü
Terdapat
bakteriofag dalam urin
·
Faktor
iatrogenic
ü
Penggunaan
antiseptic pada waktu membersihkan genitalia
ü
Penderita
yang telah mendapatkan antimikroba sebelumnya
Cara biakan yang tidak tepat:
Cara biakan yang tidak tepat:
·
Media
tertentu yang bersifat selektif dan menginhibisi
·
Infeksi
E. coli (tergantung strain), baketri anaerob, bentuk K, dan basil tahan asam
Jumlah koloni mikroba berkurang karena bertumpuk.
Jumlah koloni mikroba berkurang karena bertumpuk.
3.
Pemeriksaan
mikroskopik untuk mencari piuria
a. Urin tidak disentrifus (urin segar)
Piuria apabila terdapat ≥10 leukosit/mm3 urin
dengan menggunakan kamar hitung.
b. Urin sentrifus
Terdapatnya leukosit > 10/Lapangan Pandang Besar (LPB)
disebut sebagai piuria. Pada pemeriksaan urin porsi tengah dengan menggunakan
mikroskop fase kontras, jika terdapat leukosit >2000/ml, eritrosit
>8000/ml, dan casts leukosit >1000/ml, maka disebut sebagai
infeksi saluran kemih.
c. Urin hasil aspirasi suprapubik
Disebut piuria jika didapatkan >800 leukosit/ml urin
aspirasi supra pubik. Keadaan piuria bukan merupakan indikator yang sensitif
terhadap adanya infeksi saluran kemih, tetapi sensitif terhadap adanya
inflamasi saluran kemih.
4.
Tes
Biokimia
Bakteri tertentu golongan enterobacteriae dapat
mereduksi nitrat menjadi nitrit (Griess test), dan memakai glukosa
(oksidasi). Nilai positif palsu prediktif tes ini hanya <5%. Kegunaan tes
ini terutama untuk infeksi saluran kemih rekurens yang simtomatik. Pada infeksi
saluran kemih juga sering terdapat proteinuria yang biasanya < 1 gram/24
jam. Membedakan bakteriuria dan infeksi saluran kemih yaitu, jika hanya
terdapat piuria berarti inflamasi, bila hanya terdapat bakteriuria berarti
kolonisasi, sedangkan piuria dengan bakteriuria disertai tes nitrit yang
positif adalah infeksi saluran kemih.
5.
Lokalisasi
infeksi
Tes
ini dilakukan dengan indikasi:
a.
Setiap
infeksi saluran kemih akut (pria atau wanita) dengan tanda – tanda sepsis.
b.
Setiap
episode infeksi saluran kemih (I kali) pada penderita pria.
c.
Wanita
dengan infeksi rekurens yang disertai hipertensi dan penurunan faal ginjal.
d.
Biakan
urin menunjukkan bakteriuria pathogen polimikrobal.
Penentuan
lokasi infeksi merupakan pendekatan empiris untuk mengetahui etiologi infeksi
saluran kemih berdasarkan pola bakteriuria, sekaligus memperkirakan prognosis,
dan untuk panduan terapi. Secara umum dapat dikatakan bahwa infeksi saluran
kemih atas lebih mudah menjadi infeksi saluran kemih terkomplikasi. Suatu tes
noninvasif pembeda infeksi saluran kemih atas dan bawah adalah dengan ACB (Antibody-Coated
Bacteria). Pemeriksaan ini berdasarkan data bahwa bakteri yang berasal dari
saluran kemih atas umumnya diselubungi antibody, sementara bakteri dari infeksi
saluran kemih bawah tidak. Pemeriksaan ini lebih dianjurkan untuk studi
epidemiologi, karena kurang spesifik dan sensitif.
Identifikasi / lokalisasi sumber infeksi:
a.
Non
invasif
·
Imunologik
ü
ACB
(Antibody-Coated Bacteria)
ü
Autoantibodi
terhadap protein saluran Tam-Horsfall
ü
Serum
antibodi terhadap antigen polisakarida
ü
Komplemen
C
·
Nonimunologik
- Kemampuan maksimal konsentrasi urin
- Enzim urin
- Protein Creaktif
- Foto polos abdomen
- Ultrasonografi
- CT Scan
- Magnetic Resonance Imaging (MRI)
- Bakteriuria polimikrobial / relaps setelah terapi (termasuk pada terapi tunggal)
b.
Invasif
- Pielografi IV / Retrograde / MCU
- Kultur dari bahan urin kateterisasi ureteroan bilasan kandung kemih
- Biopsi ginjal (kultur pemeriksaan imunofluoresens)
6.
Pemeriksaan
radiologis dan penunjang lainnya
Prinsipnya adalah untuk mendeteksi adanya faktor
predisposisi infeksi saluran kemih, yaitu hal – hal yang mengubah aliran urin
dan stasis urin, atau hal – hal yang menyebabkan gangguan fungsional saluran
kemih. Pemeriksaan tersebut antara lain berupa:
a. Foto polos abdomen
Dapat mendeteksi sampai 90% batu radio opak
b. Pielografi intravena (PIV)
Memberikan gambaran fungsi eksresi ginjal, keadaan
ureter, dan distorsi system pelviokalises. Untuk penderita: pria (anak dan bayi
setelah episode infeksi saluran kemih yang pertama dialami, wanita (bila terdapat
hipertensi, pielonefritis akut, riwayat infeksi saluran kemih, peningkatan
kreatinin plasma sampai < 2 mg/dl, bakteriuria asimtomatik pada kehamilan,
lebih dari 3 episode infeksi saluran kemih dalam setahun. PIV dapat
mengkonfirmasi adanya batu serta lokasinya. Pemeriksaan ini juga dapat
mendeteksi batu radiolusen dan memperlihatkan derajat obstruksi serta dilatasi
saluran kemih. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setelah > 6 minggu
infeksi akut sembuh, dan tidak dilakukan pada penderita yang berusia lanjut,
penderita DM, penderita dengan kreatinin plasma > 1,5 mg/dl, dan pada
keadaan dehidrasi.
c.
Sistouretrografi
saat berkemih
Pemeriksaan ini dilakukan jika dicurigai terdapat refluks
vesikoureteral, terutama pada anak – anak.
d.
Ultrasonografi
ginjal
Untuk melihat adanya tanda obstruksi/hidronefrosis, scarring
process, ukuran dan bentuk ginjal, permukaan ginjal, masa, batu, dan kista
pada ginjal.
e.
Pielografi
antegrad dan retrograde
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat potensi ureter,
bersifat invasive dan mengandung factor resiko yang cukup tinggi. Sistokopi
perlu dilakukan pada refluks vesikoureteral dan pada infeksi saluran kemih
berulang untuk mencari factor predisposisi infeksi saluran kemih.
f.
CT-scan
Pemeriksaan ini paling sensitif untuk menilai adanya infeksi
pada parenkim ginjal, termasuk mikroabses ginjal dan abses perinefrik.
Pemeriksaan ini dapat membantu untuk menunjukkan adanya kista terinfeksi pada
penyakit ginjal polikistik. Perlu diperhatikan bahwa pemeriksaan in lebih baik
hasilnya jika memakai media kontras, yang meningkatkan potensi nefrotoksisitas.
g.
DMSA
scanning
Penilaian
kerusakan korteks ginjal akibat infeksi saluran kemih dapat dilakukan dengan
skintigrafi yang menggunakan (99mTc) dimercaptosuccinic acid
(DMSA). Pemeriksaan ini terutama digunakan untuk anak – anak dengan infeksi
saluran kemih akut dan biasanya ditunjang dengan sistoureterografi saat
berkemih. Pemeriksaan ini 10 kali lebih sensitif untuk deteksi infeksi korteks
ginjal dibanding ultrasonografi.
f) Manifestasi
klinik
Pielonefritis
akut (PNA) antara lain demam (39,5-40,5) C, disertai gejala menggigil, sakit
pinggang.
Prinsip pengobatan infeksi saluran kemih adalah memberantas (eradikasi) bakteri dengan antibiotika.
Prinsip pengobatan infeksi saluran kemih adalah memberantas (eradikasi) bakteri dengan antibiotika.
Tujuan pengobatan :
- Menghilangkan bakteri penyebab Infeksi saluran kemih.
- Menanggulangi keluhan (gejala).
- Mencegah kemungkinan gangguan organ ( terutama ginjal).
Tata cara pengobatan :
- Menggunakan pengobatan dosis tunggal.
- Menggunakan pengobatan jangka pendek antara 10-14 hari.
- Menggunakan pengobatan jangka panjang antara 4-6 minggu.
- Menggunakan pengobatan pencegaham (profilaksis) dosis rendah.
- Menggunakan pengobatan supresif, yaitupengobatan lanjutan jika pemberantasan (eradikasi) bakteri belum memberikan hasil.
Pengobatan infeksi saluran kemih menggunakan antibiotika
yang telah diseleksi terutama didasarkan pada beratnya gejala penyakit, lokasi
infeksi, serta timbulnya komplikasi. Pertimbangan pemilihan antibiotika yang
lain termasuk efek samping, harga, serta perbandingan dengan terapi lain.
Tetapi, idealnya pemilihan antibiotika berdasarkan toleransi dan terabsorbsi
dengan baik, perolehan konsentrasi yang tinggi dalam urin, serta spectrum yang
spesifik terhadap mikroba pathogen.
Antibiotika
yang digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih terbagi dua, yaitu
antibiotika oral dan parenteral.
I.
Antibiotika
Oral
- Sulfonamida
Antibiotika
ini digunakan untuk mengobati infeksi pertama kali. Sulfonamida umumnya diganti
dengan antibiotika yang lebih aktif karena sifat resistensinya. Keuntungan dari
sulfonamide adalah obat ini harganya murah.
- Trimetoprim-sulfametoksazol
Kombinasi dari
obat ini memiliki efektivitas tinggi dalam melawan bakteri aerob, kecuali Pseudomonas
aeruginosa. Obat ini penting untuk mengobati infeksi dengan komplikasi,
juga efektif sebagai profilaksis pada infeksi berulang. Dosis obat ini adalah
160 mg dan interval pemberiannya tiap 12 jam.
- Penicillin
- Ampicillin adalah penicillin standar yang memiliki aktivitas spektrum luas, termasuk terhadap bakteri penyebab infeksi saluran urin. Dosis ampicillin 1000 mg dan interval pemberiannya tiap 6 jam.
- Amoxsicillin terabsorbsi lebih baik, tetapi memiliki sedikit efek samping. Amoxsicillin dikombinasikan dengan clavulanat lebih disukai untuk mengatasi masalah resistensi bakteri. Dosis amoxsicillin 500 mg dan interval pemberiannya tiap 8 jam.
- Cephaloporin
Cephalosporin
tidak memiliki keuntungan utama dibanding dengan antibiotika lain yang
digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih, selain itu obat ini juga lebih
mahal. Cephalosporin umumnya digunakan pada kasus resisten terhadap
amoxsicillin dan trimetoprim-sulfametoksazol.
- Tetrasiklin
Antibiotika
ini efektif untuk mengobati infeksi saluran kemih tahap awal. Sifat resistensi
tetap ada dan penggunannya perlu dipantau dengan tes sensitivitas. Antibotika
ini umumnya digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh chlamydial.
- Quinolon
Asam
nalidixic, asam oxalinic, dan cinoxacin efektif digunakan untuk mengobati
infeksi tahap awal yang disebabkan oleh bakteri E. coli dan Enterobacteriaceae
lain, tetapi tidak terhadap Pseudomonas aeruginosa. Ciprofloxacin ddan
ofloxacin diindikasikan untuk terapi sistemik. Dosis untuk ciprofloxacin
sebesar 50 mg dan interval pemberiannya tiap 12 jam. Dosis ofloxacin sebesar
200-300 mg dan interval pemberiannya tiap 12 jam.
- Nitrofurantoin
Antibiotika
ini efektif sebagai agen terapi dan profilaksis pada pasien infeksi saluran
kemih berulang. Keuntungan utamanya adalah hilangnya resistensi walaupun dalam
terapi jangka panjang.
- Azithromycin
Berguna pada
terapi dosis tunggal yang disebabkan oleh infeksi chlamydial.
- Methanamin Hippurat dan Methanamin Mandalat
Antibiotika
ini digunakan untuk terapi profilaksis dan supresif diantara tahap infeksi.
II.
Antibiotika
Parenteral.
a.
Amynoglycosida
Gentamicin dan
Tobramicin mempunyai efektivitas yang sama, tetapi gentamicin sedikit lebih
mahal. Tobramicin mempunyai aktivitas lebih besar terhadap pseudomonas memilki
peranan penting dalam pengobatan onfeksi sistemik yang serius. Amikasin umumnya
digunakan untuk bakteri yang multiresisten. Dosis gentamicin sebesar 3-5 mg/kg
berat badan dengan interval pemberian tiap 24 jam dan 1 mg/kg berat badan
dengan interval pemberian tiap 8 jam.
b.
Penicillin
Penicillin
memilki spectrum luas dan lebih efektif untuk menobati infeksi akibat Pseudomonas
aeruginosa dan enterococci. Penicillin sering digunakan pada pasien yang
ginjalnya tidak sepasang atau ketika penggunaan amynoglycosida harus dihindari.
c.
Cephalosporin
Cephalosporin
generasi kedua dan ketiga memiliki aktivitas melawan bakteri gram negative,
tetapi tidak efektif melawan Pseudomonas aeruginosa. Cephalosporin
digunakan untuk mengobati infeksi nosokomial dan uropsesis karena infeksi
pathogen.
d.
Imipenem/silastatin
Obat ini
memiliki spectrum yang sangat luas terhadap bakteri gram positif, negative, dan
bakteri anaerob. Obat ini aktif melawan infeksi yang disebabkan enterococci dan
Pseudomonas aeruginosa, tetapi banyak dihubungkan dengan infeksi
lanjutan kandida. Dosis obat ini sebesar 250-500 mg ddengan interval pemberian
tiap 6-8 jam.
e.
Aztreonam
Obat
ini aktif melawan bakteri gram negative, termasuk Pseudomonas aeruginosa.
Umumnya digunakan pada infeksi nosokomial, ketika aminoglikosida dihindari,
serta pada pasien yang sensitive terhadap penicillin. Dosis aztreonam sebesar
1000 mg dengan interval pemberian tiap 8-12 jam.
3. GAGAL
JANTUNG
a) Definisi
Gagal
jantung adalah sindrome klinis yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung
dalam memompa darah pada jumlah yang cukup bagi kebutuhan metabolisme tubuh.
Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya
pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan atau kontraktilitas
miokardial (disfungsi sistolik).
b) Patofisiologi
- Penurunan massa otot misal: Infark miokardial
- Peningkatan kekakuan ventrikel.
- Penyakit jantung iskemik, hipertensi, atau keduanya.
- Ketidakpatuhan dalam medikasi, iskemik koroner, penggunaan medikasi yang kurang tepat, kejadian kardiak, dan infeksi pulmonari.
- Obat dapat memperparah gagal karena sifat inotropik, negatif, kardiotoksik, maupun sifat retensi natrium yang dimilikinya.
c) Manifestasi
klinik
- Gejala yang dirasakan pasien bervariasi dari asimptomatis (tak bergejala) hingga cardiogenik shock.
- Gejala utama yang timbul adalah sesak nafas (terutama ketika bekerja) dan kelelahan yang dapat menyebabkan intoleransi terhadap aktifitas fisik. Gejala pulmonari lain termasuk diantaranya orthopnea, parozysmal nocturnal dyspnea, tachypnea dan batuk.
- Gejala nonspesifik yang dapat timbul diantaranya termasuk nocturia, hemotypsis, sakit pada bagian abdominal, anoreksia, mual, kembung, ascites, dan perubahan status mental.
- Tingginya produksi cairan menyebabkan kongesti pulmonari dan udem perifer.
- Penemuan pemeriksaan fisik yang dapat tampak diantaranya timbul suara berderak pada paru-paru, respirasi cheyne-stokes, takikardia, kardiomegali, udem perifer, jugular venous, distention, hepatojugular refluks, dan hepatomegali.
d) Terapi
farmakologi
Terapi
pilihan utama:
1.
Inhibitor ACE
Menurunkan angiostensin
II dan aldosteron, mempengaruhi efek negatif yang ditimbulakan oleh
senyawa-senyawa tersebut diantaranya dapat mereduksi remodeling ventrikuler,
fibrosis mokardial, apoptosis miosis, hipertropi kardiak, pelepasan
norepinefrin, vasokontriksi dan rentensi natrium dan air.
Semua pasien dengan
disfungsi ventrikel kiri, tanpa memperdulikan gejala apa yang nampak, harus
ditangani dengan senyawa inhibitor ACE, kecuali jika terdapat KI atau
toleransi.
Contoh obat yang
digunakan: Captopril, Enapril, Lisinopril, Quinapril, Ramipril, Fosinopril,
Trandolapril.
2.
Beta Bloker
Efek menguntungkan dari
penggunaan beta bloker dapat menurunkan kematian miosit akibat nekrosis ,
menurunkan masa vebtrikel, dan mengurangi volume sistolik dan diastolik.
Pasien yang diberikan
beta bloker dosis rendah pada keadaan
stabil dapat menunjukan penurunan progres oerkembangan penyakit dan menurunkan
angka kematian maupun perawatn rumah
sakit.
Pada dosis tinggi
menunjukan hasil yang lebih baik.
Dalam perolehan data
klinis terapi beta bloker harus dibatasi
3.
Diuretik
Proses-proses yang
terjadi pada gangguan gagal jantung dapat menyebabakan terjadinya retensi
natrium dan garam yang tak jarang berujung pada kongesti pulmonari maupun
sistemik.
Diuretik tiazid
merupakan diuretik lemah, dan digunakan secara tunggaldan jarang pada gagal
ginjal.
Diuretik jerat henle
misal furosemid merupakan diuretik yang plaing sering digunakan
4.
Digoksin
Pada
pasien dengan GJ, pemberian digoxin dapat dipertimbangkan pada tahap awal.
Pada pasien dengan
ritme sinus yang normal, pemberian digoxin tidak meningkatkan survival
Hasil maksimal dari
penggunaan digoxin dicapai pada pemakaian konsentrasi plasma rendah.
e) Terapi
non farmakologi
Penanganan atau terapi nonfarmakologis,
misalnya dengan rehabilitasi atau penyehatan kardiak, pengurangan konsumsi
cairan (maksimun 2 liter perhari dari semua sumber cairan baik minuman maupun
makanan) dan pengurangan konsumsi garam natrium (kira-kira 1,5 hingga 2 gram
perhari).
No comments:
Post a Comment