Diabetes Mellitus
Batasan
Diabetes
mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme
yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas
metabolism karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan
sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin, atau keduanya dan
menyebabkan komplikasi kronis microvaskular, makrovaskular dan neuropati (Dipiro, et al.,
2011).
Kriteria
diagnosis diabetes mellitus adalah kadar glukosa puasa ≥126 mg/dL atau pada 2
jam setelah makan ≥ 200 mg/dL. Jika kadar glukosa darah 2 jam setelah makan
>140 mg/dL tetapi lebih kecil dari 200 mg/dL dinyatakan glukosa toleransi
lemah. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Berdasarkan Etiologinya (ADA, 2003)
Patofisiologi (Dipiro, et al.,
2011)
DM
tipe 1 terjadi pada 10% dari semua kasus diabetes. Secara umum DM tipe ini
berkembang pada anak-anak atau pada awal msa dewasa yang disebabkan oleh
kerusakan sel β pangkreas akibat autoimun, sehingga terjadi defisiensi insulin
absolute. DM tipe 2 terjadi pada 90% dari semua kasus DM dan biasanya ditandai
dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relative. DM tipe 2 lebih
disebabkan karena gaya hidup penderita diabetes (kelebihan kalori, kurang olah
raga, dan obesitas) dibandingkan pengaruh genetic. Diabetes yang disebabkan
factor lain (1-2% dari semua kasus diabetes) termasuk gangguan endokrin
(akromegali, sindrom Caushing), diabetes mellitus gestasional (DMG), penyakit
pengkreas eksokrin (pangkreatitis), dan karena obat (glukokortikoid,
pentamidin, niasin, dan α-interferon.
Manifestasi
klinik (Sukandar,dkk,
2008)
§ DM
tipe 1
Penderita DM
tipe 1 biasanya memiliki tubh yang kurus dan cenderung berkembang menjadi
diabetes ketoasidosis (DKA) karena insulin sangat kurang disertai peningkatan
hormone glucagon. Sekitar 20-40% pasien mengalami DKA setelah beberapa hari
mengalami poliuria, polidipsia, polifagia, dan kehilangan bobot badan.
§ DM
tipe 2
Penderita dengan
DM tipe 2 sering asimptomatik. Munculnya komplikasi dapat mengindikasikan bahwa
pasien telah menderita DM selama bertahun-tahun, umumnya muncul neuropathi.
Pada diagnosis umumnya terdeteksi adanya letargi, poliuria, nokturia, dan
polidipsia sedangkan penurunan bobot badan secara signifikan jarang terjadi.
Faktor
yang mempengaruhi DM
a)
Gaya hidup
Diet dan olahraga yang
tidak baik berperan besar terhadap timbulnya diabetes mellitus yang dihubungkan
dengan minimnya aktivitas sehingga meningkatkan jumlah kalori dalam tubuh
b)
Usia
Peningkatan usia juga
merupakan salah satu faktor resiko yang penting. Dibandingkan wanita pada usia
20-an, wanita yang berusia >40 tahun beriko 6 kali lipat mengalami kehamilan
dengan diabetes. Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan
tetapi progresif setelah usia 50 tahun, terutama pada orang – orang yang tidak
aktif.
c)
Ras dan suku bangsa
Suku bangsa Amerika
Afrika, Amerika Meksiko, Indian Amerika, Hawai dan sebgaian Amerika Asia
memiliki resiko diabetes dan penyakit jantung yang lebih tinggi. Hal itu
sebagian disebabkan oleh tingginya angka tekanan darah tinggi, obesitas dan
diabetes pada populasi tersebut
d)
Riwayat keluarga
Meskipun penyakit ini
terjadi dalam keluarga, cara pewarisan tidak diketahui kecuali untuk jenis yang
dikenal sebagai diabetes pada usia muda dengan dewasa. Jika terdapat salah
seorang anggota keluarga yang menyandang diabetes mellitus maka kesempatan
untuk menyandang DM maupun meningkat. Ada 4 bukti yang menunjukkan transmisi
penyakit sebagai cirri dominal autosomal. Pertama transmisi langsung tiga
generasi terlihat pada lebih dari 20 keluarga. Kedua didapatkan perbandingan
anak diabetes dan tidak diabetes 1:1 jika satu orang tua menderita diabetes.
Pengaruh genetik sangat kuat, karena angka koordinasi diabetes tipe 2 pada
kembar monozigot mencapai 100%. Resiko keturunan dan saudara kandung pasien
penderita DM tipe 2 lebih tinggi dibanding DM tipe 1. Hampir 4/10 saudara
kandung dan 1/3 keturunan akhirnya mengalami toleransi glukosa abnormal atau
diabetes yang jelas
e)
Obesitas
Overweight dan obesitas
erat hubungannya dengan peningkatan resiko sejumlah komplikasi yang dapat
terjadi sendiri – sendiri atau secara bersamaan. Seperti yang telah disebutkan
di awal, koordinasi itu dapat berupa hipertensi, dislipidemia, penyakit
kardiovaskular stroke, DM tipe 2, penyakit gallbladder, disfungsi pernafasan,
gout, OA dan jenis kanker tertentu. Penyakit kronik yang paling sering
menyertai obesitas adalah diabetes tipe 2, hipertensi dan hiperkolesterolemia.
4.
Gejala
klinis dan Komplikasi DM
Gejala klinis diabetes mellitus
meliputi gejala-gejala pada stadium kompensasi dan dekompensasi pankreas, serta
gejala-gejala kronik lainnya. Gejala-gejala pada stadium kompensasi misalnya
polifagi, polidipsi, poliuri dan penurunan berat badan. Adanya gejala klinis
hiperglikemia dan glikosuria akan menyebabkan tekanan osmotik di tubuli
meningkat dan menghambat reabsorbsi air. Karena terhambatnya reabsorbsi air ini
menyebabkan penderita diabetes mellitus mengalami poliuria dan akibat adanya
poliuria terus menerus akan menyebabkan dehidrasi tingkat jaringan. Penderita
diabetes mellitus tidak dapat memecah glukosa dalam darah sehingga akan
menggunakan lemak tubuhnya untuk mengganti energi atau makanan bagi sel
sehingga akan terjadi ketonemia dan ketonuria dan tubuh terlihat kurus. Adanya
badan-badan keton di dalam darah akan menimbulkan terjadinya asidosis sehingga
frekuensi nafas meningkat dan penderita mengalami koma. Pada keadaan koma kulit mukosa dan lidah
tampak kering, bulbus mata menjadi lunak, pernafasan menjadi lebih dalam dan
lebih lambat serta napas bau aseton. Gejala - gejala kronik yang sering terjadi
misalnya lemah badan, anoreksia, semutan, mata kabur, mialgia, atralgia,
kemampuan seksual berkurang dan lain-lain.
Diabetes mellitus memiliki sejumlah komplikasi karena
vaskulopati dan neuropati atau campuran keduanya. Komplikasi diabetes mellitus
dapat bersifat akut atau kronis. Komplikasi akut terjadi jika kadar glukosa
darah seseorang meningkat atau menurun dengan tajam dalam waktu yang relatif singkat.
Kadar glukosa darah bisa menurun jika penderita menjalani diet yang terlalu
ketat. Namun perubahan yang besar dan mendadak dapat berkibat fatal. Dalam
komplikasi akut yang terjadi seperti hipoglikemia, ketoasidosis diabetikkoma,
koma hiperosmoler non ketotik dan koma lakto asidosis. Hipoglikemia yaitu
keadaan dimana kadar glukosa darah dibawah normal. Gejala hipoglikemia ditandai
dengan munculnya rasa lapar, gemetar, mengeluarkan keringat, berdebar – debar,
pusing, gelisah, dan penderita bisa menjadi koma. Ketoasidosis diabetikkoma
diartikan sebagai keadaan tubuh yang sangat kekurangan insulin dan bersifat
mendadak akibat infeksi, lupa untuk suntik insulin, pola makan yang terlalu
bebas atau stress. Koma hiperosmoler non ketotik diakibatkan adanya dehidrasi
berat, hipotensi, dan shock. Oleh karena itu, koma hiperosmolar non ketotik
diartikan sebagai keadaan tubuh tanpa penimbunan lemak yang menyebabkan
penderita menunjukkan pernapasan yang cepat dan dalam. Koma lakto asidosis
diartikan sebagai keadaan tubuh dengan asam laktat yang tidak dapat diubah
menjadi bikarbonat. Akibat dari hal ini, kadar asam laktat dalam darah
meningkat dan seseorang bisa mengalami koma. Komplikasi kronis diartikan
sebagai kelainan pembuluh darah yang akhirnya bisa menyebabkan serangan
jantung, serangan otak yang biasanya diikuti dengan kelumpuhan dan stroke.
Kerusakan pembuluh-pembuluh darah peripheral biasanya mempengaruhi bagian tubuh
bawah dan kaki, kerusakan ginjal (neuropati), kerusakan saraf (neuropati) yang
dapat menyebabkan kelumpuhan (paralisis), impotent dan penyakit mata
(retinopati), retina mata terganggu sehingga terjadi kehilangan sebagian atau
keseluruhan dari penglihatan, penderita retinopati diabetic mengalami gejala
penglihatan kabur sampai kebutaan. Menurut laporan komisi diabetes mellitus,
penderita diabetes mellitus dapat 2 kali lebih mudah terkena trombosis serebri,
24 kali mudah terkena penyakit jantung koroner, 17 kali rentan terhadap
kegagalan ginjal, 5 kali lebih mudah terkena ganggren, bilamana dibandingkan
dengan orang non- diabetes mellitus.
Meskipun gejala-gejala diabetes mellitus dapat diregulasi, namun
komplikasi diabetes mellitus kronis jangka panjang dapat mengurangi lama
perkiraan hidup sampai sepertiga.
5.
Diagnosis
DM
a)
Ditemukannya gejala klinis poliuria,
polidipsia, BB yang menurun dan kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dL (11.1
mmol/L)
b)
Kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL (7.0
mmol/L). Puasa adalah tidak mengkonsumsi kalori sekurang – kurangnya 8 jam
c)
Kadar glukosa darah 2 jam setelah uji
toleransi glukosa oral (OGTT) dengan 75 gram glukosa 200 mg/dL (11.1 mmol/L)
6.
Pengobatan
DM
Diabetes Mellitus dapat ditanggulangi dengan pemberian
obat, pengaturan diet secara maksimal untuk pengembalian kadar glukosa darah
dan pemberian preparat hormonal. Pemberian obat hanya merupakan pelengkap diet,
obat diberikan bila pengaturan diet secara meksimal tidak berhasil
mengembalikan glukosa darah. Obat yang sering digunakan dalam mengatasi
penyakit diabetes mellitus adalah :
a) Insulin (parenteral)
Insulin merupakan hormon yang
penting bagi kehidupan. Hormon ini mempengaruhi metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak. Insulin menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel
sebagian jaringan, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta
mencegah penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan lemak dan protein dari
glukosa. Semua proses ini menyebabkan kadar glukosa darah menurun akibat
pengaruh insulin. Kerja insulin lainnya adalah meningkatkan pengambilan ion
kalium ke dalam sel dan menurunkan kerja katabolik glukokortikoid dan hormon
kelenjar tiroid.
b) Obat
Hipoglikemik oral
Obat ini digunakan untuk
mengurangi kebutuhan insulin yang diberikan dari luar. Dalam keadaan gawat
insulin harus tetap diberikan. Obat hipoglikemik oral terbagi atas :
§ Golongan sulfonil urea
Obat ini dapat menurunkan
glukosa darah yang tinggi dengan cara merangsang keluarnya insulin dari sel β
pankreas. Oleh karena itu golongan ini cocok untuk penderita diabetes mellitus
tipe II. Obat yang termasuk golongan ini adalah klorpropamida, tolazomida,
glikosida, glibenklamid, glikisida, dan glikodon
§ Golongan biguanida
Obat
golongan ini tidak bekerja dengan cara merangsang sekresi insulin tetapi
langsung terhadap organ sasaran. Obat yang termasuk dalam golongan ini antara
lain; metformin, fenformin, dan buformin
c) Glukagon
Glukagon
adalah suatu polipeptida yang terdiri dari 29 asam amino. Hormon ini dihasilkan
oleh sel alpha pulau langerhans. Glukagon meningkatkan glukoneogenesis, efek
ini mungkin sekali disebabkan oleh menyusutnya simpanan glikogen dalam hepar,
karena dengan berkurangnya glikogen dalam hepar proses deaminasi dan
transaminasi menjadi lebih aktif. Dengan meningkatnya proses tersebut maka
pembentukan kalori juga semakin besar. Glukagon terutama digunakan pada
pengobatan hipoglikemia yang ditimbulkan oleh insulin. Hormon tersebut dapat
diberikan secara intravena, intramuscular, atau subkutan 1 mg, bila dalam 20
menit setelah pemberian glukagon subkutan penderita koma hipoglikemik tetap
tidak sadar, maka glukosa intravena harus segera diberikan karena mungkin
glikogen dalam hepar telah habis atau telah terjadi kerusakan otak yang
menetap.
Terapi
Goal
terapi yang diharapkan pada penderita DM tipe 2 (Dipiro, et al., 2011):
a. Gula
darah puasa < 110 mg/dL
b. Gula
darah 2 jam PP < 140 mg/dL
c. HbA1c
< 6,5%
d. Tekanan
darah 130/80 mmHg
e. LDL
< 100 mg/dL
f. HDL
> 45 mg/dL
Terapi yang digunakan dalam penatalaksanaan diabetes
melitus (Sukandar,dkk, 2008) :
1. Insulin
Mekanisme kerja
dari insulin adalah menurunkan kadar gula darah dengan menstimulasi pengambilan
glukosa perifer dan menghambat glukosa hepatic.
2. Sulfonilurea
Mekanisme kerja
dari sulfonil urea adalah berkerja langsung pada sekresi insulin pada pangkreas
sehingga hanya efektif bila sel beta pangkreas masih dapat berproduksi. Contoh:
klorpropamid, glikazid, glibenklamid, glipizid, glikuidon, glimapirid,
tolbutamid.
3. Biguanida
Mekanisme kerja
dari biguanida adalah menghambat glukogeogenesis dan meningkatkan penggunaan
glukosa dijaringan. Contoh: metformin hidroklorida.
4. Tiozolidindion
Mekanisme kerja
Tiozolidindion adalah meningkatkan sensitivitas insulin pada otot dan jaringan
adipose dan menghambat glukoneogenesis hepatic. Contoh: pioglitazon
5. Penghambat
α-glukosidase
Mekanisme kerja
Penghambat α-glukosidase adalah akarbosa berkerja menghambat α-glukosidase
sehingga mencegah penguraian sukrosa dan karbohidrat kompleks dalam usus halus
dengan demikian memperlambat dan menghambat penyerapan karbohidrat.
Algoritma kontrol glikemik untuk DM tipe 2 (Wells, 2009):
Algoritma terapi
pada DM tipe-2 (ADA, Standards of Medical Care in
Diabetes 2007,Diabetes Care)
Algoritma terapi insulin pada DM tipe 2 (Dipiro, et al.,
2011):
No comments:
Post a Comment