FARMAKOTERAPI PADA GANGGUAN FUNGSI
GINJAL
Ginjal adalah organ ber-vaskularisasi tinggi yang
menerima kurang lebih 25 % darah cardiac
output. Masing-masing ginjal mengandung 1 juta nefron, yang berkembang
dalam fetus sejak usia 35 minggu kehamilan. Masing-masing nefron terbentuk atas
2 bagian yaitu glomerulus yang terdiri dari bundel kapiler berdinding tipis
yang berfungsi sebagai filter, dan sebuah tubulus yang berfungsi untuk mengalirkan
cairan ultrafiltrat dari glomerulus. Fungsi ginjal normal ditandai dengan 3 hal
pokok yaitu:
• Ultrafiltrasi oleh glomerulus,
• Reabsorbsi air dan solut yang difiltrasi dalam tubulus,
• Sekresi ion-ion organik dan nonorganik tubulus.
Dalam menangani penderita
penyakit ginjal diperlukan bantuan pemeriksaan laboratorium. Disamping untuk
menetapkan diagnosis penyakitnya, pemeriksaan laboratorium juga berperan untuk
memantau fungsi ginjal. Pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal mempunyai arti
penting agar dokter tidak hanya mampu mengatasi penyakitnya, tetapi juga untuk mengevaluasi
fungsi ginjal penderita tidak bertambah parah. Penyakit yang berkaitan dengan fungsi ginjal, diantaranya:
• Nefritis atau peradangan ginjal
• Nefrosis
• Nefrosklerosis
• Batu (kalkulus) ginjal
• Uraemia
• Pielonefritis
• Tumor Wilms
• Gagal ginjal
1. Nefritis
Gejala utamanya adalah tampaknya elemen seperti albumin
di dalam urin. Kondisi ini disebut albuminuria. Sel-sel darah merah dan darah
putih dan serpihan granular yang kesemuanya tampak dalam pemeriksaan
mikroskopik pada urin. Bentuk yang paling umum dijumpai dari nefritis adalah
glomerulonefritis. Seringkali terjadi dalam periode 3 sampai 6 minggu setelah
infeksi streptokokus. Penderita biasanya mengeluh tentang rasa dingin, demam,
sakit kepala, sakit punggung, dan udema (bengkak) pada bagian muka biasanya
sekitar mata (kelopak), mual dan muntah-muntah. Sulit buang air kecil dan urin
menjadi keruh. Prognosis biasanya dapat menyembuhkan dan penderita sembuh total. Namun
pada beberapa orang gejala ini berkembang menjadi kronis. Pada keadaan ini
proses kerusakan ginjal terjadi menahun dan selama itu gejalanya tidak tampak.
Akan tetapi pada akhirnya orang-orang tersebut dapat menderita uremia dan gagal
ginjal.
2. Nefrosis
Suatu jenis nefritis yang ditandai dengan penurunan
kondisipembuluh-pembuluh pada ginjal. Istilah nefrosis masih digunakan bagi gejala yang
ditunjukkan oleh timbulnya udema. Jumlah albumin yang berlebihan pada air seni, kolesterol yang berlebihan pada
darah dan pengeluaranair seni yang
relatif normal.
3. Nefrosklerosis
Nefrosklerosis atau pengerasan pembuluh arteri yang
menuju ke ginjal, adalah suatu kelainan yang ditunjukkan dengan adanya albumin
dalam urin. Zat-zat tertentu serta terkadang dijumpai sel darah merah atau
putih dalam darah (hematuria), terkadang disertai penyakit hipertensi. Pada
intinya adalah terjadinya pengerasan
dari pembuluh arteri kecil pada ginjal, disertai terjadinya pengerutanpada glomeruli dan perubahan patologis pada jaringan yang
koyak atau luka.
4. Batu
ginjal
Dalam
istilah kedokteran, batu ginjal disebut Nephrolithiasis atau renal calculi yang merupakan suatu
keadaan dimana terdapat satu atau lebih batu di dalam pelvis atau calyces dari
ginjal atau di dalam saluran ureter. Batu (kalkulus) ginjal dapat terbentuk dari timbunan kristal pada urin pada
ginjal atau pelvis ginjal. Seringkali batu ini tersusun
atas kalsium oksalat. Terjadinya infeksi atau buang air kecil kurang teratur
dapat mempengaruhi pembentukan batu ginjal. Kadang munculnya batu ginjal
terjadi di saat kadar kalsium dalam darah meninggi secara tidak normal, juga
jika kelenjar paratiroid kelebihan
memproduksi urin. Batu ginjal
dapat menyebabkan peradangan infeksi, pendarahan, sakit pada saat buang
air kecil, dan tidak lancar.
5. Uremia
Uremia adalah keracunan yang disebabkan oleh akumulasi
zat-zat buangan tubuh yang tidak dapat diuraikan oleh ginjal. Terjadi biasanya
pada tahap akhir dari penyakit ginjal kronis dan ditunjukkan oleh kelelahan,
sakit kepala, rasa mual, dan sulit tidur, kejang-kejang, pingsan mendadak, dan
koma. Prognosisnya kurang baik. Akan tetapi, pada tahun 1980-an, teknik
dialisis, transplantasi ginjal, telah membawa harapan baru bagi penderita.
6. Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi ginjal karena bakteri.
Pielonefritis akut seringkali disertai demam, rasa
dingin, pedih pada bagian yang sakit, sering buang air kecil, dan sensasi
seperti terbakar saat buang air kecil. Pielonefritis kronis terjadi secara
bertahap, biasanya tanpa gejala dan penyakit ini dapat mengarah pada kerusakan
ginjal dan uraemia. Penyakit ini lebih umum dijumpai pada wanita dibanding pada
laki-laki dan sering terjadi pada penderita diabetes.
7. Gagal
ginjal
Disfungsi
ginjal (gagal ginjal) adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam
hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan
zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urin. Terjadinya
gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang diderita oleh tubuh
yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal.
Gejala gagal ginjal
akut antara lain: Bengkak mata, kaki, nyeri pinggang hebat (kolik), kencing
sakit, demam, kencing sedikit, kencing merah /darah, sering kencing. Kelainan
Urin: Protein, Darah / Eritrosit, Sel Darah Putih / Leukosit, Bakteri.
Gejala gagal ginjal
kronik antara lain : Lemas, tidak ada tenaga, nafsu makan, mual, muntah,
bengkak, kencing berkurang, gatal, sesak napas, pucat/anemi. Kelainan urin:
Protein, Eritrosit, Lekosit. Kelainan hasil pemeriksaan Lab. lain: Creatinine
darah naik, Hb turun, Urin: protein selalu positif.
Adapun beberapa penyakit yang sering
kali berdampak kerusakan ginjal diantaranya :
•
Penyakit tekanan darah tinggi
(Hipertensi)
•
Penyakit Diabetes Mellitus
•
Adanya sumbatan pada saluran kemih
(batu, tumor, penyempitan/striktur)
•
Kelainan autoimun, misalnya lupus
eritematosus sistemik
•
Penyakit kanker
•
Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan
banyak kista pada organ ginjal itu sendiri (polycystic kidney disease)
•
Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik
akibat peradangan oleh infeksi atau dampak dari penyakit darah tinggi
(glomerulonefritis).
Klasifikasi Gagal Ginjal
a. Gagal ginjal akut:
• Fungsi ginjal menurun secara mendadak
• Penyebabnya: Kegagalan prarenal intrarenal dan pasca
renal
• Gambaran klinis: Oliguria,retensi cairan azotemia,
hiperkalemia
• Penatalaksanaan: Pencegahan, pembatasan asupan protein
dan kalium dari makanan, mungkin diperlukan terapi antibiotik, dan dialisis.
b.
Gagal ginjal kronik:
• Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap
akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan
irreversibel.
• kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
Etiologi
a.
Penyakit
parenkim ginjal
Penyakit ginjal primer: Glomerulonefritis, Mielonefritis,
Ginjal polikistik, Tbc ginjal. Penyakit ginjal sekunder: Nefritis lupus, Nefropati,
Amilordosis ginjal, Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout,
DM.
b. Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat,Batu
saluran kemih, Refluks ureter.
Perjalanan
klinis GGK:
1.
Stadium
I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75
%). Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik.
Pada tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan
laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam batas normal. Selama tahap ini
kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan
penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui
dengan memberikan beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih yang lama
atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
2.
Stadium
II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %).
Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa. Pada
stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan cairan,
kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat-obatan yang
bersifat mengganggu faal ginjal. Bila langkah-langkah ini dilakukan secepatnya
dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ke tahap yang lebih berat. Pada
tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru
mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda-beda, tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada stadium ini kadar
kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal. Gejala-gejala yang
ditimbulkan diantaranya anemia (pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara
5-25 %), naikknya tekanan darah, serta aktifitas penderita yang mulai
terganggu.
3.
Stadium
III
Uremi gagal ginjal
(faal ginjal kurang dari 10 %). Semua gejala sudah terlihat
dengan jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas
sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejala-gejala yang timbul antara lain mual,
muntah, nafsu makan berkurang, sesak nafas, pusing, sakit kepala, kurang tidur,
kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadium
akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR-nya 10
% dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau
kurang.
Pada keadaan ini
kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai
penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala
yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis
caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri
(pengeluaran kemih) karena kegagalan glomerulus, meskipun proses penyakit
mula-mula menyerang tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks
perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi
setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita harus
mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
PENATALAKSANAAN
·
Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi
gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Hemodialisis
atau pembersihan darah dengan menggunakan mesin biasanya dilakukan maksimal 5
jam setiap terapi, dengan masa terapi 2 sampai 3 kali seminggu.
Selain
hemodialisis, ada cara yang lebih praktis yaitu Continuous Ambilatory Peritoneal Dialisis (CAPD), yaitu dialisis
tanpa mesin dan dapat dilakukan secara mandiri oleh penderita gagal ginjal.
Metode ini menggunakan membran semipermiabel yang berfungsi sebagai ginjal buatan,
sehingga mampu menyerap cairan pembersih ke dalam rongga ginjal. Dalam waktu 4
sampai 6 jam dengan frekuensi 4 kali sehari, terjadi proses difusi serta
ultrafiltrasi dalam ginjal, sehingga zat racun yang ada didalamnya terserap keluar
dan diganti cairan baru. Metode ini, tidak mengganggu proses cerna dan sisa
fungsi ginjal juga terus terpelihara. Sedangkan penggunaan mesin dilakukan jika
fungsi ginjalnya sudah sangat minimal.
·
Penanganan
hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit
merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi
yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau
akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum
(nilai kalium > 5.5 mEq/L; SI: 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak
gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis.
Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin
(Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi
enema.
·
Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan
keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan
vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan
status klinis pasien. Masukan dan keluaran oral dan parentral dari urine,
drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan
sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan.
Evaluasi Klinik Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal dapat dievaluasi dengan berbagai uji laboratorium.
Langkah awal dimulai dengan pemeriksaan urinalisis
lengkap, termasuk pemeriksaan sedimen
kemih. Berbagai informasi penting mengenai status fungsi ginjal dapat diperoleh
dari urinalisis. Pengukuran kadar
nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum berguna untuk evaluasi gambaran
fungsi ginjal secara umum. Dalam keterbatasannya kedua uji tersebut mampu
membuat estimasi laju filtrasi glomerulus (LFG) yang akurat. Untuk menetapkan
LFG yang lebih tepat dapat dilakukan pengukuran dengan klirens kreatinin atau
klirens inulin atau penetapan LFG secara kedokteran nuklir. Evaluasi fungsi
tubulus diukur melalui pengukuran metabolisme air dan mineral serta
keseimbangan asam basa.
LFG
dari klirens
Laju filtrasi glomerulus menunjukkan fungsi filtrasi ginjal. Cara yang
paling sering dipakai untuk menghitung LFG dalam klinik adalah dengan
menggunakan prinsip klirens.
Klirens suatu zat adalah volume plasma yang dibutuhkan untuk membersihkan
suatu zat dari glomerulus dalam suatu periode waktu.
Marker yang digunakan untuk mengukur LFG dengan prinsip
ini haruslah bebas filtrasi dalam glomerulus dan tidak direabsorbsi maupun
disekresi oleh tubulus renal.
Keterangan: LFG =
laju filtrasi glomerulus
P = kadar
marker dalam plasma
U = kadar marker dalam kemih
V = volume kemih yang dikeluarkan selama
masa uji
No comments:
Post a Comment