Sunday, June 7, 2015

GANGGUAN FUNGSI GINJAL



FARMAKOTERAPI PADA GANGGUAN FUNGSI GINJAL
Ginjal adalah organ ber-vaskularisasi tinggi yang menerima kurang lebih 25 % darah cardiac output. Masing-masing ginjal mengandung 1 juta nefron, yang berkembang dalam fetus sejak usia 35 minggu kehamilan. Masing-masing nefron terbentuk atas 2 bagian yaitu glomerulus yang terdiri dari bundel kapiler berdinding tipis yang berfungsi sebagai filter, dan sebuah tubulus yang berfungsi untuk mengalirkan cairan ultrafiltrat dari glomerulus. Fungsi ginjal normal ditandai dengan 3 hal pokok yaitu:
      Ultrafiltrasi oleh glomerulus,
      Reabsorbsi air dan solut yang difiltrasi dalam tubulus,
      Sekresi ion-ion organik dan nonorganik tubulus.
Dalam menangani penderita penyakit ginjal diperlukan bantuan pemeriksaan laboratorium. Disamping untuk menetapkan diagnosis penyakitnya, pemeriksaan laboratorium juga berperan untuk memantau fungsi ginjal. Pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal mempunyai arti penting agar dokter tidak hanya mampu mengatasi penyakitnya, tetapi juga untuk mengevaluasi fungsi ginjal penderita tidak bertambah parah. Penyakit yang berkaitan dengan fungsi ginjal, diantaranya:
      Nefritis atau peradangan ginjal
      Nefrosis
      Nefrosklerosis
      Batu (kalkulus) ginjal
      Uraemia
      Pielonefritis
      Tumor Wilms
      Gagal ginjal


1.      Nefritis
Gejala utamanya adalah tampaknya elemen seperti albumin di dalam urin. Kondisi ini disebut albuminuria. Sel-sel darah merah dan darah putih dan serpihan granular yang kesemuanya tampak dalam pemeriksaan mikroskopik pada urin. Bentuk yang paling umum dijumpai dari nefritis adalah glomerulonefritis. Seringkali terjadi dalam periode 3 sampai 6 minggu setelah infeksi streptokokus. Penderita biasanya mengeluh tentang rasa dingin, demam, sakit kepala, sakit punggung, dan udema (bengkak) pada bagian muka biasanya sekitar mata (kelopak), mual dan muntah-muntah. Sulit buang air kecil dan urin menjadi keruh. Prognosis biasanya dapat menyembuhkan dan penderita sembuh total. Namun pada beberapa orang gejala ini berkembang menjadi kronis. Pada keadaan ini proses kerusakan ginjal terjadi menahun dan selama itu gejalanya tidak tampak. Akan tetapi pada akhirnya orang-orang tersebut dapat menderita uremia dan gagal ginjal.
2.      Nefrosis
Suatu jenis nefritis yang ditandai dengan penurunan kondisipembuluh-pembuluh pada ginjal. Istilah nefrosis masih digunakan bagi gejala yang ditunjukkan oleh timbulnya udema. Jumlah albumin yang berlebihan pada air seni, kolesterol yang berlebihan pada darah dan pengeluaranair seni yang relatif normal.
3.      Nefrosklerosis
Nefrosklerosis atau pengerasan pembuluh arteri yang menuju ke ginjal, adalah suatu kelainan yang ditunjukkan dengan adanya albumin dalam urin. Zat-zat tertentu serta terkadang dijumpai sel darah merah atau putih dalam darah (hematuria), terkadang disertai penyakit hipertensi. Pada intinya adalah terjadinya pengerasan dari pembuluh arteri kecil pada ginjal, disertai terjadinya pengerutanpada glomeruli dan perubahan patologis pada jaringan yang koyak atau luka.
4.      Batu ginjal
Dalam istilah kedokteran, batu ginjal disebut Nephrolithiasis atau renal calculi yang merupakan suatu keadaan dimana terdapat satu atau lebih batu di dalam pelvis atau calyces dari ginjal atau di dalam saluran ureter. Batu (kalkulus) ginjal dapat terbentuk dari timbunan kristal pada urin pada ginjal atau pelvis ginjal. Seringkali batu ini tersusun atas kalsium oksalat. Terjadinya infeksi atau buang air kecil kurang teratur dapat mempengaruhi pembentukan batu ginjal. Kadang munculnya batu ginjal terjadi di saat kadar kalsium dalam darah meninggi secara tidak normal, juga jika kelenjar paratiroid kelebihan memproduksi urin. Batu ginjal dapat menyebabkan peradangan infeksi, pendarahan, sakit pada saat buang air kecil, dan tidak lancar.
5.      Uremia
Uremia adalah keracunan yang disebabkan oleh akumulasi zat-zat buangan tubuh yang tidak dapat diuraikan oleh ginjal. Terjadi biasanya pada tahap akhir dari penyakit ginjal kronis dan ditunjukkan oleh kelelahan, sakit kepala, rasa mual, dan sulit tidur, kejang-kejang, pingsan mendadak, dan koma. Prognosisnya kurang baik. Akan tetapi, pada tahun 1980-an, teknik dialisis, transplantasi ginjal, telah membawa harapan baru bagi penderita.
6.      Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi ginjal karena bakteri. Pielonefritis akut seringkali disertai demam, rasa dingin, pedih pada bagian yang sakit, sering buang air kecil, dan sensasi seperti terbakar saat buang air kecil. Pielonefritis kronis terjadi secara bertahap, biasanya tanpa gejala dan penyakit ini dapat mengarah pada kerusakan ginjal dan uraemia. Penyakit ini lebih umum dijumpai pada wanita dibanding pada laki-laki dan sering terjadi pada penderita diabetes.
7.      Gagal ginjal
            Disfungsi ginjal (gagal ginjal) adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urin. Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang diderita oleh tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal.
Gejala gagal ginjal akut antara lain: Bengkak mata, kaki, nyeri pinggang hebat (kolik), kencing sakit, demam, kencing sedikit, kencing merah /darah, sering kencing. Kelainan Urin: Protein, Darah / Eritrosit, Sel Darah Putih / Leukosit, Bakteri.
Gejala gagal ginjal kronik antara lain : Lemas, tidak ada tenaga, nafsu makan, mual, muntah, bengkak, kencing berkurang, gatal, sesak napas, pucat/anemi. Kelainan urin: Protein, Eritrosit, Lekosit. Kelainan hasil pemeriksaan Lab. lain: Creatinine darah naik, Hb turun, Urin: protein selalu positif.

Adapun beberapa penyakit yang sering kali berdampak kerusakan ginjal diantaranya :
         Penyakit tekanan darah tinggi (Hipertensi)
         Penyakit Diabetes Mellitus
         Adanya sumbatan pada saluran kemih (batu, tumor, penyempitan/striktur)
         Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik
         Penyakit kanker
         Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan banyak kista pada organ ginjal itu sendiri (polycystic kidney disease)
         Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi atau dampak dari penyakit darah tinggi (glomerulonefritis).

Klasifikasi Gagal Ginjal
a.      Gagal ginjal akut:
      Fungsi ginjal menurun secara mendadak
      Penyebabnya: Kegagalan prarenal intrarenal dan pasca renal
      Gambaran klinis: Oliguria,retensi cairan azotemia, hiperkalemia
      Penatalaksanaan: Pencegahan, pembatasan asupan protein dan kalium dari makanan, mungkin diperlukan terapi antibiotik, dan dialisis.
b.      Gagal ginjal kronik:
      Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel.
      kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
Etiologi
a.       Penyakit parenkim ginjal
Penyakit ginjal primer: Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tbc ginjal. Penyakit ginjal sekunder: Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal, Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, DM.
b.      Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat,Batu saluran kemih, Refluks ureter.
Perjalanan klinis GGK:
1.      Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.

2.      Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa. Pada stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat-obatan yang bersifat mengganggu faal ginjal. Bila langkah-langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ke tahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal. Gejala-gejala yang ditimbulkan diantaranya anemia (pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5-25 %), naikknya tekanan darah, serta aktifitas penderita yang mulai terganggu.
3.      Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %). Semua gejala sudah terlihat dengan jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejala-gejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak nafas, pusing, sakit kepala, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR-nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) karena kegagalan glomerulus, meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita harus mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
PENATALAKSANAAN
·         Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Hemodialisis atau pembersihan darah dengan menggunakan mesin biasanya dilakukan maksimal 5 jam setiap terapi, dengan masa terapi 2 sampai 3 kali seminggu.
Selain hemodialisis, ada cara yang lebih praktis yaitu Continuous Ambilatory Peritoneal Dialisis (CAPD), yaitu dialisis tanpa mesin dan dapat dilakukan secara mandiri oleh penderita gagal ginjal. Metode ini menggunakan membran semipermiabel yang berfungsi sebagai ginjal buatan, sehingga mampu menyerap cairan pembersih ke dalam rongga ginjal. Dalam waktu 4 sampai 6 jam dengan frekuensi 4 kali sehari, terjadi proses difusi serta ultrafiltrasi dalam ginjal, sehingga zat racun yang ada didalamnya terserap keluar dan diganti cairan baru. Metode ini, tidak mengganggu proses cerna dan sisa fungsi ginjal juga terus terpelihara. Sedangkan penggunaan mesin dilakukan jika fungsi ginjalnya sudah sangat minimal.
·         Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium > 5.5 mEq/L; SI: 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.
·         Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukan dan keluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan.
Evaluasi Klinik Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal dapat dievaluasi dengan berbagai uji laboratorium. Langkah awal dimulai dengan pemeriksaan urinalisis lengkap, termasuk pemeriksaan sedimen kemih. Berbagai informasi penting mengenai status fungsi ginjal dapat diperoleh dari urinalisis. Pengukuran kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum berguna untuk evaluasi gambaran fungsi ginjal secara umum. Dalam keterbatasannya kedua uji tersebut mampu membuat estimasi laju filtrasi glomerulus (LFG) yang akurat. Untuk menetapkan LFG yang lebih tepat dapat dilakukan pengukuran dengan klirens kreatinin atau klirens inulin atau penetapan LFG secara kedokteran nuklir. Evaluasi fungsi tubulus diukur melalui pengukuran metabolisme air dan mineral serta keseimbangan asam basa.




LFG dari klirens
Laju filtrasi glomerulus menunjukkan fungsi filtrasi ginjal. Cara yang paling sering dipakai untuk menghitung LFG dalam klinik adalah dengan menggunakan prinsip klirens.
Klirens suatu zat adalah volume plasma yang dibutuhkan untuk membersihkan suatu zat dari glomerulus dalam suatu periode waktu. Marker yang digunakan untuk mengukur LFG dengan prinsip ini haruslah bebas filtrasi dalam glomerulus dan tidak direabsorbsi maupun disekresi oleh tubulus renal.
Keterangan:     LFG    = laju filtrasi glomerulus
P          = kadar marker dalam plasma
U         = kadar marker dalam kemih
V         = volume kemih yang dikeluarkan selama masa uji

No comments:

Post a Comment