Monday, June 29, 2015

kasus 3


PENYAKIT ASMA YANG DISEBABKAN OLEH DEBU  (ALERGI DEBU)
            Nyoya S (55 tahun) didiagnosa oleh rumah sakit menderita asma yang disebabkan alergi debu. Diagnosa asma pertama kali pada umur 2 tahun. Baru-baru ini penyakitnya menjadi progresif dan ia menerima terapi:
·         Kortikosteroid
·         Teosal
 
PERTANYAAN :
  1. Apa asma tersebut ?
  2. bagaimana terjadinya proses asidosis pada pernafasan?
  3. Pengobatannya?


Kortikosteroid
Mekanisme Kerja
Obat-obat ini merupakan steroid adrenokortikal steroid sintetik dengan cara kerja dan efek yang sama dengan glukokortikoid. Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta adrenergik dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara langsung. Penggunaan inhaler akan menghasilkan efek lokal steroid secara efektif dengan efek sistemik minimal.

Indikasi
Terapi pemeliharaan dan propilaksis asma, termasuk pasien yang memerlukan kortikosteoid sistemik, pasien yang mendapatkan keuntungan dari penggunaan dosis sistemik, terapi pemeliharaan asma dan terapi profilaksis pada anak usia 12 bulan sampai 8 tahun. Obat ini tidak diindikasikan untuk pasien asma yang dapat diterapi dengan bronkodilator dan obat non steroid lain, pasien yang kadang-kadang menggunakan kortikosteroid sistemik atau terapi bronkhitis non asma.

Efek Samping
Lokal : iritasi tenggorokan, suara serak, batuk, mulut kering, ruam, pernafasan berbunyi, edema wajah dan sindrom flu.
Sistemik : depresi fungsi Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA). Terjadinya kematian yang disebabkan oleh insufisiensi adrenal dan setelah terjadinya peralihan dari kortikosteroid sistemik ke aerosol.

Kontra Indikasi
Bronkospasma akut yang membaik, terapi utama pada status asmatikus atau episode asma akut lain yang memerlukan tindakan intensif, hipersensitif terhadap beberapa komponen, infeksi jamur sistemik, kultur sputum menunjukkan hasil positif untuk Candida albicans.

Peringatan
  • Infeksi : terjadi infeksi jamur lokal yang disebabkan oleh Candida albicans atau Aspergillus niger pada mulut, faring dan secara umum pada laring. Kejadian infeksi secara klinik masih rendah dan mungkin memerlukan terapi anti jamur atau penghentian terapi aerosol steroid. Penggunaan kortikosteroid inhalasi harus disertai perhatian, termasuk pada pasien dengan infeksi TB saluran pernapasan pasif atau aktif, infeksi bakteri, parasit atau virus, atau herpes simpleks okular.
  • Asma akut : golongan kortikosteroid bukan merupakan bronkodilator dan tidak digunakan untuk menghilangkan bronkospama parah.
  • Bronkospasma : Bronkospasma dapat terjadi dengan peningkatan mengik (nafas berbunyi) setelah permberian obat, obati segera dengan bronkodilator inhalasi kerja cepat.
  • Kombinasi dengan Prednisolon : terapi kombinasi dari kortikosteroid inhalasi dengan kortikosteroid sistemik akan meningkatkan risiko supresi HPA, dibandingkan terapi dengan salah satu obat saja. Penggunaan kortikosteroid inhalasi disertai perhatian pada pasien yang telah menerima prednison.
  • Terapi Pengganti : perpindahan dari terapi steroid dapat menyebabkan kekambuhan kondisi alergi yang sebelumnya ditekan. Selama penghentian terapi steroid oral, beberapa pasien mungkin mengalami gejala-gejala tertentu yang berhubungan dengan penghentian obat tanpa mempengaruhi efek fungsi pernapasan pada dosis pemeliharaan atau perawatan.
  • Kehamilan : kategori C ; budesonid kategori B .
  • Kehamilan : Glukokortikoid diekskresikan pada air susu. Tidak diketahui apakah kortikosteroid inhalasi juga dieksresikan pada air susu, kemungkinan besar terekskresi ke dalam air susu.
  • Anak-anak : belum ada informasi yang memadai tentang keamanan penggunaan flutikason dan beklometason pada anak-anak kurang dari 6 tahun atau kurang dari 12 tahun. Monitor pertumbuhan anak-anak dan remaja karena ada bukti bahwa penggunaan kortikosteroid dosis tinggi pada waktu yang lama akan menekan pertumbuhan.

Perhatian
  • Penghentian steroid : selama penghentian steroid oral, beberapa pasien mungkin mengalami gejala penghentian terapi aktif dengan steroid sistemik (seperti contoh : sakit sendi atau otot, lelah, depresi) tanpa mempengaruhi efek fungsi pernapasan pada dosis pemeliharaan atau perawatan. Meskipun gejala ini bersifat sementara dan tidak parah, dapat menimbulkan keparahan dan bahkan kekambuhan asma jika dosis kortikosteroid sebelumnya melebihi dosis prednison 10mg/hari atau ekivalen.
  • Supresi HPA : Pada pasien yang responsif, kortikosteroid inhalasi memerlukan kontrol gejala asma dengan supresi HPA yang rendah. Karena obat-obat ini diabsorbsi dan bersifat aktif secara sistemik, efek yang bermanfaat dalam meminimaliskan atau mencegah disfungsi HPA hanya mungkin jika dosis yang direkomendasi tidak dilampaui. Observasi pasien setelah pemakaian atau selama terjadi penurunan fungsi adrenal.
  • Flunisolid : karena ada kemungkinan absorpsi sistemik yang lebih tinggi, monitor pasien yang menggunakan flunisolid (ada beberapa bukti terjadi efek steroid sistemik). Jika hal ini terjadi, hentikan penggunaan obat secara perlahan, sesuai dengan prosedur penghentian kortikosteroid oral. Jika flunisolid digunakan dalam waktu yang lama dengan dosis 2 mg/hari, monitoring pasien secara periodik terhadap efek HPA.
  • Glukoma : jarang terjadi kasus glukoma, peningkatan tekanan intraokular dan katarak juga terjadi setelah pemberian kortikosteroid inhalasi.
  • Efek jangka panjang : efek pemakaian glukokortikoid inhalasi belum diketahui. Meski belum ada bukti klinik terjadinya efek samping, efek lokal dan sistemik dari proses imunologi pada mulut, faring, trakea dan paru-paru belum diketahui.

Teofilin
Dosis yang diberikan tergantung individu. Penyesuaian dosis berdasarkan respon klinik dan perkembangan pada fungsi paru-paru. Dosis ekivalen berdasarkan teofilin anhidrat yang dikandung. Monitor level serum untuk level terapi dari 10-20 mcg/mL.
Berikut adalah dosis yang direkomendasikan untuk pasien yang belum menggunakan teofilin.
  • Terapi Kronis
    • Dosis awal : 16 mg/kg dalam 24 jam atau 400 mg dalam sehari, yang dibatasi dengan pemberian teofilin anhidrous dalam interval 6-8 jam.
    • Peningkatan dosis : dosis di atas dapat ditingkatkan menjadi 25% dengan interval 3 hari sebagaimana dapat ditoleransi sampai dosis maksimum tercapai.
  • Dosis maksimum (bila konsentrasi serum tidak diukur) – jangan dipertahankan bila dosis tidak dapat ditoleransi

Efek Samping
Reaksi efek samping jarang terjadi pada level serum teofilin yang < 20 mcg/mL. Pada level lebih dari 20 mcg/mL : mual, muntah, diare, sakit kepala, insomnia, iritabilitas. Pada level yang lebih dari 35 mcg/mL : hiperglisemia, hipotensi, aritmia jantung, takikardia (lebih besar dari 10 mcg/mL pada bayi prematur), seizure, kerusakan otak dan kematian.
Lain – lain : demam, wajah kemerah-merahan, hiperglikemia, sindrom ketidaksesuaian dengan hormon antiduretik, ruam, kerontokan pada rambut. Etildiamin pada aminofilin dapat menyebabkan reaksi sensitivitas termasuk dermatitis eksfoliatif dan urtikaria.
Saluran Pencernaan : mual, muntah, sakit epigastrik, hematemesis, diare, iritasi rektum atau pendarahan (karena penggunaan supositoria aminofilin). Dosis terapetik teofilin dapat menginduksi refluks esofageal selama tidur atau berbaring, meningkatkan potensi terjadinya aspirasi yang dapat memperparah bronkospasmus.
Ginjal : proteinuria, potensiasi diuresis.
Respiratori: takhipnea, henti nafas. 
Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap semua xantin, peptik ulser, mengalami gangguan seizure (kecuali menerima obat-obat antikonvulsan yang sesuai). Aminofilin : hipersensitif terhadap etilendiamin. Supositoria aminofilin : iritasi atau infeksi dari rektum atau kolon bagian bawah.

Peringatan
Status asmatikus : status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator. Sediaan teofilin oral tunggal tidak cukup untuk status asma.
Toksisitas : dosis berlebihan dapat menyebabkan toksisitas parah, monitor level serum untuk memastikan manfaat lebih besar daripada risiko. Efek samping serius seperti aritmia ventrikular, konvulsi atau bahkan kematian dapat timbul sebagai tanda awal keracunan tanpa ada peringatan awal. Tanda keracunan selanjutnya (mual dan tidak bisa beristirahat) dapat sering timbul saat awal terapi yang bersifat sementara; jika gejala-gejala ini masih ada selama terapi perawatan, hal ini mungkin disebabkan oleh konsentrasi serum yang lebih besar dari 20mcg/mL. Toksisitas serius tidak berhubungan dengan efek samping yang menjadi parah.
Efek pada Jantung : teofilin dapat menyebabkan disaritmia atau memperparah aritmia yang ada.
Kehamilan : Kategori C
Laktasi : Teofilin terdistribusi ke dalam air susu.
Anak-anak : belum ada penelitian yang mendukung untuk bayi di bawah 1 tahun, bagaimanapun, ada bukti yang menunjukkan bahwa penggunaan dosis yang direkomendasikan untuk bayi di atas 1 tahun mungkin meningkatkan konsentrasi ke tingkatan toksik. 
Perhatian
Perhatian untuk penyakit jantung, hipoksemia, penyakit hati, hipertensi, gagal jantung kongestif, pecandu alkohol, pasien lanjut usia dan bayi.
Efek pada saluran pencernaan : perhatian untuk pasien peptik ulser, iritasi lokal mungkin terjadi, efek saluran pencernaan akan meningkat secara sistemik untuk level serum yang lebih tinggi dari 20 mcg/mL. Penurunan tekanan pada esofageal bawah dapat menyebabkan refluks, aspirasi dan memperparah kerusakan saluran pernapasan.

Interaksi Secara Umum
Obat yang dapat menurunkan kadar teofilin termasuk aminoglutetimida, barbiturat, hidantoin, ketokonazol, rifampin, perokok, sulfinperazon, simpatomimetik (β-agonis), tioamin, karbamazepin, isoniazida dan diuretik kuat.  Obat yang dapat meningkatkan kadar teofilin termasuk alopurinol, beta bloker non selektif, penghambat saluran kalsium, simetidin, kontrasepsi oral, kortikosteroid, disulfiram, efedrin, vaksin virus influenza, interferon, makrolida, meksiletin, kuinolon, tiabendazol, hormon tiroid, karbamazepin, isoniazid dan diuretik kuat.
Obat-obat berikut dapat dipengaruhi oleh teofilin : benzodiazepin, β agonis, halotan, ketamin, lithium, relaksan otot non depolarisasi, propofol, ranitidin dan tetrasiklin. Probenesid akan meningkatkan efek difilin.
Interaksi Obat dengan Makanan : eleminasi teofilin akan meningkat (mempersingkat waktu paruh) oleh karbohidrat rendah dan diet protein tinggi. Kebalikannya, eleminasi menurun (memperpanjang waktu paruh) dengan diet protein karbohidrat tinggi. Makanan akan mempengaruhi bioavailabilitas dan absorpsi sediaan – sediaan lepas lambat. Beberapa sediaan lepas lambat akan dilepaskan secara cepat karena pengaruh makanan sehingga akan menyebabkan toksisitas.

Salbutamol
Pengobatan dan pencegahan asma serta pencegahan timbulnya asma akibat olah tubuh
Efek samping
  • Kardiovaskular : Palpitasi, Takiaritmia
  • Endocrine metabolic : Hipokalemia
  • Neurologic : Tremor
  • Psychiatric : Nervousness
  • efek samping yang cukup parah meliputi : Dermatologic : Erythema multiforme, Stevens-Johnson syndrome.
Interaksi Obat:
  • Peningkatan efek / toksisitas :Peningkatan durasi efek bronkodilasi mungkin terjadi jika salbutamol digunakan bersama Ipratropium inhalasi.
  • Peningkatan efek pada kardiovaskular dengan penggunaan MAO Inhibitor, Antidepresan Trisiklik, serta obat-obat sympathomimetic (misalnya: Amfetamin, Dopamin, Dobutamin) secara bersamaan.
  • Peningkatkan risiko terjadinya malignant arrhythmia jika salbutamol digunakan bersamaan dengan inhaled anesthetic (contohnya: enflurane, halothane).
  • Penurunan efek: Penggunaan bersama dengan Beta-Adrenergic Nevirapine, Phenobarbital, Phenytoin, Rifamycins dan obat lain yang dapat menginduksi CYP3Blocker (contohnya: Propranolol) dapat menurunkan efek Salbutamol.
  • Level/efek Salbutamol dapat turun bersama dengan penggunaan: Aminoglutethimide, Carbamazepine, Nafcillin, A4

No comments:

Post a Comment