Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf yang sering
dijumpai, terdapat pada semua bangsa, segala usia dimana laki-laki sedikit
lebih banyak dari wanita. Insiden tertinggi terdapat pada golongan usia dini
yang akan menurun pada gabungan usia dewasa muda sampai setengah tua, kemudian
meningkat lagi pada usia lanjut.
Definisi
Epilepsi
didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis yang muncul
disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat lepas
muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara paroksismal
dengan berbagai macam etiologi. Sedangkan serangan atau bangkitan epilepsi
yang dikenal dengan nama epileptic seizure adalah manifestasi klinis yang
serupa dan berulang secara paroksismal, yang disebabkan oleh hiperaktivitas
listrik sekelompok sel saraf di otak yang spontan dan bukan disebabkan oleh
suatu penyakit otak akut (“unprovoked”).
Manifestasi
serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat dicirikan sebagai berikut
yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan dan cenderung untuk
berulang. Sedangkan gejala dan tanda-tanda klinis tersebut sangat bervariasi
dapat berupa gangguan tingkat penurunan kesadaran, gangguan sensorik (subyektif),
gangguan motorik atau kejang (obyektif), gangguan otonom (vegetatif) dan
perubahan tingkah laku (psikologis). Semuanya itu tergantung dari letak fokus
epileptogenesis atau sarang epileptogen dan penjalarannya sehingga dikenallah
bermacam jenis epilepsi.
Etiologi
Epilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit di
otak. Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya dikelompokkan
sebagai epilepsi idiopatik dan 30% yang diketahui sebabnya dikelompokkan
sebagai epilepsi simptomatik, misalnya trauma kepala, infeksi, kongenital, lesi
desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik dan metabolik. Epilepsi
kriptogenik dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui,
misalnya West syndrome dan Lennox Gastaut syndrome.
Bila
salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka kemungkinan 4% anaknya
epilepsi, sedangkan bila kedua orang tuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya
epilepsi menjadi 20%-30%.
Beberapa jenis hormon dapat mempengaruhi serangan epilepsi seperti
hormon estrogen, hormon tiroid (hipotiroid dan hipertiroid) meningkatkan
kepekaan terjadinya serangan epilepsi, sebaliknya hormon progesteron, ACTH,
kortikosteroid dan testosteron dapat menurunkan kepekaan terjadinya serangan
epilepsi.
Kita
ketahui bahwa setiap wanita di dalam kehidupannya mengalami perubahan keadaan
hormon (estrogen dan progesteron), misalnya dalam masa haid, kehamilan dan
menopause. Perubahan kadar hormon ini dapat mempengaruhi frekwensi serangan
epilepsi
Patofisiologi
1. Patofisiologi Epilepsi Umum
Salah satu epilepsi umum yang dapat diterangkan patofisiologinya secara
lengkap adalah epilepsi tipe absans. Absans adalah salah satu epilepsi umum,
onset dimulai usia 3-8 tahun dengan karakteristik klinik yang menggambarkan
pasien “bengong” dan aktivitas normal mendadak berhenti selama beberapa detik
kemudian kembali ke normal dan tidak ingat kejadian tersebut. Terdapat beberapa
hipotesis mengenai absans yaitu antara lain absans berasal dari thalamus,
hipotesis lain mengatakan berasal dari korteks serebri. Beberapa penelitian
menyimpulkan bahwa absans diduga terjadi akibat perubahan pada sirkuit antara
thalamus dan korteks serebri.
Pada absans terjadi sirkuit abnormal pada jaras thalamo-kortikal akibat
adanya mutasi ion calsium sehingga menyebabkan aktivasi ritmik korteks saat
sadar, dimana secara normal aktivitas ritmik pada korteks terjadi pada saat
tidur non-REM.
Patofisiologi epilepsi yang lain adalah disebabkan adanya mutasi
genetik. Mutasi genetik terjadi sebagian besar pada gen yang mengkode protein
kanal ion. Contoh: Generalized epilepsy
with febrile seizure plus, benign familial neonatal convulsions cahaya
negatif, mulut berbuih dan sianosis.
Pada kanal ion yang normal terjadi keseimbangan antara masuknya ion natrium (natrium influks) dan keluarnya ion kalium (kalium efluks) sehingga terjadi aktivitas depolarisasi dan repolarisasi yang normal pada sel neuron. Jika terjadi mutasi pada kanal Na seperti yang terdapat pada generalized epilepsy with febrile seizures plus, maka terjadi natrium influks yang berlebihan sedangkan kalium refluks tetap seperti semula sehingga terjadi depolarisasi dan repolarisasi yang berlangsung berkali-kali dan cepat atau terjadi hipereksitasi pada neuron (gambar1B). Hal yang sama terjadi pada benign familial neonatal convulsion dimana terdapat mutasi kanal kalium sehingga terjadi efluks kalium yang berlebihan dan menyebabkan hipereksitasi pada sel neuron.
Pada kanal ion yang normal terjadi keseimbangan antara masuknya ion natrium (natrium influks) dan keluarnya ion kalium (kalium efluks) sehingga terjadi aktivitas depolarisasi dan repolarisasi yang normal pada sel neuron. Jika terjadi mutasi pada kanal Na seperti yang terdapat pada generalized epilepsy with febrile seizures plus, maka terjadi natrium influks yang berlebihan sedangkan kalium refluks tetap seperti semula sehingga terjadi depolarisasi dan repolarisasi yang berlangsung berkali-kali dan cepat atau terjadi hipereksitasi pada neuron (gambar1B). Hal yang sama terjadi pada benign familial neonatal convulsion dimana terdapat mutasi kanal kalium sehingga terjadi efluks kalium yang berlebihan dan menyebabkan hipereksitasi pada sel neuron.
2. Patofisiologi Epilepsi Parsial
Patofisiologi epilepsi parsial yang
dapat diterangkan secara jelas adalah epilepsi lobus temporal yang disebabkan
oleh sklerosis hipokampus. Pada sklerosis hippokampus terjadi hilangnya neuron
di hilus dentatus dan sel piramidal hipokampus. Pada keadaan normal terjadi
input eksitatori dari korteks entorhinal ke hippokampus di sel granula dentatus
dan input inhibitori dari interneuron di lapisan molekular dalam (inner layer
molecular). Sel granula dentatus relatif resisten terhadap aktivitas
hipersinkroni, dan dapat menginhibisi propagasi bangkitan yang berasal dari
korteks entorhinal.
Pada
sklerosis hippocampus terjadi sprouting akson
mossy-fiber balik ke lapisan
molekular dalam (karena sel pyramidalis berkurang).
Mossy fibers yang aberant ini
menyebabkan sirkuit eksitatori yang rekuren dengan
cara membentuk sinaps pada dendrit sel
granula dentatus sekelilingnya. Di samping itu interneuron eksitatori yang
berada di gyrus
dentatus berkurang (yang secara normal mengaktivasi interneuron inhibitori),
sehingga terjadi hipereksitabilitas.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
terjadi neurogenesis postnatal di
hippocampus. Suatu bangkitan
mencetuskan peningkatan aktivitas mitosis di daerah proliferatif
gyrus dentatus sehingga terjadi diferensiasi sel granula dentatus baru dan pada akhirnya
terjadi ketidakseimbangan eksitasi dan inhibisi. Teori patofisiologi yang lain adalah
terjadi perubahan komposisi dan ekspresi reseptor GABAa. Pada keadaan normal, reseptor
GABAa terdiri dari 5 subunit yang berfungsi sebagai inhibitori dan menyebabkan
hiperpolarisasi neuron dengan cara mengalirkan ion klorida. Pada epilepsy lobus
temporal, terjadi perubahan ekspresi reseptor GABAa di sel granula dentatus
berubah sehingga menyebabkan sensitivitas terhadap ion Zinc meningkat dan
akhirnya menghambat mekanisme inhibisi.3,4 Mekanisme epilepsi lain yang dapat
diterangkan adalah terjadinya epilepsi pada cedera otak. Jika terjadi suatu
mekanisme cedera di otak maka akan terjadi eksitotoksisitas glutamat dan
menigkatkan aktivitas NMDA reseptor dan terjadi influx ion calsium yang
berlebihan dan berujung pada kematian sel. Pada plastisitas maka influx ion
calsium lebih sedikit dibandingkan pada sel yang mati sehingga tidak terjadi
kematian sel namun terjadi hipereksitabilitas neuron.
3.
Patofisiologi Anatomi Seluler
Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa
diakibatkan oleh cedera kepala, stroke, tumor otak, infeksi
otak, keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan saraf yang tidak
normal (neurodevelopmental
problems), pengaruh genetik yang
mengakibatkan mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel secara fisik
pada cedera maupun stroke ataupun tumor akan mengakibatkan perubahan dalam
mekanisme regulasi fungsi dan struktur neuron yang
mengarah pada gangguan pertumbuhan ataupun plastisitas di sinapsis.
Perubahan (fokus) inilah yang bisa menimbulkan bangkitan listrik di otak.
Bangkitan epilepsi bisa juga terjadi tanpa ditemukan
kerusakan anatomi(focus ) di otak. Disisi lain epilepsi juga
akan bisa mengakibatkan kelainan jaringan otak sehingga bisa menyebabkan
disfungsi fisik dan retardasi mental. Dari sudut pandang biologi molekuler,
bangkitan epilepsi disebabkan oleh ketidakseimbangan sekresi maupun fungsi neurotransmiter
eksitatorik dan inhibitorik di otak. Keadaan ini bisa disebabkan sekresi neurotransmiter
dari presinaptik tidak terkontrol ke sinaptik yang selanjutnya berperan pada
reseptor NMDA atau AMPA di post-sinaptik.6 Keterlibatan reseptor NMDA subtipe
dari reseptor glutamat (NMDAR) disebutsebut sebagai patologi terjadinya kejang dan
epilepsi.6-8 Secara farmakologik, inhibisi terhadap NMDAR ini merupan prinsip kerja
dari obat antiepilepsi. Beberapa penelitian
neurogenetik membuktikan adanya beberapa faktor yang bertanggungjawab atas
bangkitan epilepsi antara lain kelainan pada ligand-gate (sub unit dari
reseptor nikotinik) begitu juga halnya dengan voltage-gate (kanal natrium dan
kalium). Hal ini terbukti pada epilepsi lobus frontalis yang ternyata ada
hubungannya dengan terjadinya mutasi dari resepot nikotinik subunit alfa.
Berbicara mengenai kanal ion maka peran natrium, kalium dan kalsium
merupakan ion- ion yang berperan dalam sistem komunikasi neuron lewat reseptor.
Masuk dan keluarnya ion-ion ini menghasilkan bangkitan listrik yang dibutuhkan dalam
komunikasi sesame neuron. Jika terjadi kerusakan atau kelainan pada kanal
ion-ion tersebut maka bangkitan listrik akan juga terganggu sebagaimana pada
penderita epilepsi. Kanal ion ini berperan dalam kerja reseptor neurotransmiter
tertentu. Dalam hal epilepsi dikenal beberapa neurotransmiter seperti gamma
aminobutyric acid (GABA) yang dikenal sebagai inhibitorik, glutamat
(eksitatorik), serotonin (yang sampai sekarang masih tetap dalam penelitian
kaitan dengan epilepsi, asetilkholin yang di hipokampus dikenal sebagai yang
bertanggungjawab terhadap memori dan proses belajar.
MANIFESTASI KLINIS
1. Epilepsi Umum
a. Major
Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe primer dan
sekunder Epilesi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan
tonik-tonik. Manifestasi klinik kedua golongan epilepsi grand mal tersebut
sama, perbedaan terletak pada ada tidaknya aura yaitu gejala pendahulu atau
preiktal sebelum serangan kejang- kejang. Pada epilepsi grand mal simtomatik
selalu didahului aura yang memberi manifestasi sesuai dengan letak focus
epileptogen pada permukaan otak. Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat
sesuatu, mencium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu,
sakit kepala dan sebagainya. Bangkitan sendiri dimulai dengan hilang kesadaran
sehingga aktivitas penderita terhenti. Kemudian penderita mengalami kejang
tonik. otot-otot berkontraksi sangat hebat, penderita terjatuh, lengan fleksi
dan tungkai ekstensi. Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga
terdengar jeritan yang dinamakan jeritan epilepsi. Kejang tonik ini kemudian
disusul dengan kejang klonik yang seolah-olah mengguncang-guncang dan
membanting- banting tubuh si sakit ke tanah. Kejang tonik-klonik berlangsung 2
-- 3 menit. Selain kejang-kejang terlihat aktivitas vegetatif seperti
berkeringat, midriasis pupil, refleks cahaya negatif, mulut
berbuih dan sianosis. Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan penderita dalam keadaan stupor sampai koma.
Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan penderita dalam keadaan
stupor sampai koma. Kira-kira 4—5 menit kemudian penderita bangun, termenung
dan kalau tak diganggu akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan dapat
setiap jam sampai setahun sekali.
b. Minor
Elipesi
petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum yang
idiopatik. Meliputi kira-kira 3 -- 4% dari kasus epilepsi. Umumnya timbul pada
anak sebelum pubertas (4 -- 5tahun). Bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang
berlangsung tak lebih dari 10 detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali masih
dapat dipertahankan Kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata.
Setelah sadar biasanya penderita dapat melanjutkan aktivitas semula. Bangkitan
dapat berlangsung beberapa ratus kali dalam sehari.
Bangkitan
petit mal yang tak ditanggulangi 50% akan menjadi grand mal. Petit mal yang
tidak akan timbul lagi pada usia dewasa dapat diramalkan berdasarkan 4 ciri :
Timbul pada usia 4 - 5 tahun dengan taraf kecerdasan yang normal, harus murni
dan hilang kesadaran hanya beberapa detik, mudah ditanggulangi hanya dengan
satu macam obat, Pola EEG khas berupa gelombang runcing dan lambat dengan
frekuensi 3 per detik.
Bangkitan
mioklonus Bangkitan berupa gerakan involunter misalnya anggukan kepala, fleksi
lengan yang teijadi berulang-ulang. Bangkitan terjadi demikian cepatnya
sehingga sukar diketahui apakah ada kehilangan kesadaran atau tidak. Bangkitan
ini sangat peka terhadap rangsang sensorik.
Bangkitan
akinetik. Bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuh karena menurunnya
tonus otot dengan tiba-tiba dan cepat sehingga penderita jatuh atau mencari
pegangan dan kemudian dapat berdiri kembali.
Ketiga jenis
bangkitan ini (petit mal, mioklonus dan akinetik) dapat terjadi pada seorang
penderita dan disebut trias Lennox-Gastaut. Spasme infantil. Jenis epilepsi ini
juga dikenal sebagai salaamspasm atau sindroma West. Timbul pada bayi 3 - 6
bulan dan lebih sering pada anak laki-laki.
Penyebab
yang pasti belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan otak yang
luas seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan gangguan
pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala kedepan atau keatas, lengan
ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan atau
tangisan, miosis atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat. Bangkitan
motorik. Fokus epileptogen terletak di korteks motorik. Bangkitan kejang pada
salah satu atau sebagian anggota badan tanpa disertai dengan hilang kesadaran.
Penderita seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya dimulai
pada ujung jari tangan, kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya seluruh
lengan. Manifestasi klinik ini disebut Jacksonian marche
2. Epilepsi parsial ( 20% dari
seluruh kasus epilepsi).
a. Bangkitan sensorik
Bangkitan
sensorik adalah bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus epileptogen
pada koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan fokus terletak di gyrus
post centralis memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh,
perasaan posisi abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota badan.
Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke neron sekitarnya dan
dapat mencapai korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang.
b.Epilepsi lobus temporalis.
Jarang
terlihat pada usia sebelum 10 tahun. Memperlihatkan gejala fokalitas yang khas
sekali. Manifestasi klinik fokalitas ini sangat kompleks karena fokus
epileptogennya terletak di lobus temporalis dan bagian otak ini meliputi
kawasan pengecap, pendengar, penghidu dan kawasan asosiatif antara ketiga indra
tersebut dengan kawasan penglihatan. Manifestasi yang kompleks ini bersifat
psikomotorik, dan oleh karena itu epilepsi jenis ini dulu disebut epilepsi
psikomotor. Bangkitan psikik berupa halusinasi dan bangkitan motorik la-zimnya
berupa automatisme. Manifestasi klinik ialah sebagai berikut: Kesadaran hilang
sejenak, dalam keadaan hilang kesadaran ini penderita masuk ke alam pikiran
antara sadar dan mimpi (twilight state), dalam keadaan ini timbul gejala
fokalisasi yang terdiri dari halusinasi dan automatisme yang berlangsung
beberapa detik sampai beberapa jam.
Halusinasi
dan automatisme yang mungkin timbul : Halusinasi dengan automatisme pengecap,
halusinasi dengan automatisme membaca, halusinasi dengan automatisme penglihatan,
pendengaran atau perasaan aneh.
Klasifikasi Epilepsi
Epilepsi dapat diklasifikasikan
menurut klasifikasi bangkitan epilepsi dan klasifikasi sindroma epilepsi.
Klasifikasi sindroma epilepsi berdasarkan faktor-faktor tipe bangkitan (umum
atau terlokalisasi), etiologi (simtomatik atau idiopatik), usia, dan situasi
yang berhubungan dengan bangkitan. Sedangkan klasifikasi epilepsi menurut
bangkitan epilepsi berdasarkan gambaran klinis dan elektroensefalogram.
Bangkitan Parsial
a. Bangkitan
parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
1. Dengan gejala motorik
2. Dengan gejala sensorik
3. Dengan gejala otonomik
4. Dengan gejala psikik
2. Dengan gejala sensorik
3. Dengan gejala otonomik
4. Dengan gejala psikik
b. Bangkitan
parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
1. Awalnya
parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran
a. Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
b. Dengan automatisme
a. Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
b. Dengan automatisme
2. Dengan
gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
a. Dengan gangguan kesadaran saja
b. Dengan automatisme
a. Dengan gangguan kesadaran saja
b. Dengan automatisme
c. Bangkitan
umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik)
1. Bangkitan
parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum
2. Bangkitan
parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum. Bangkitan parsial sederhana
berkembang menjadi parsial
3. kompleks, dan berkembang menjadi bangkitan umum
Bangkitan
umum (konvulsi atau non-konvulsi)
A. Bangkitan
lena
B. Bangkitan
mioklonik
C. Bangkitan
tonik
D. Bangkitan
atonik
E. Bangkitan
klonik
F. Bangkitan
tonik-klonik
Bangkitan epileptik yang tidak
tergolongkan
a.
Localization-related (focal, partial) epilepsies
● Id io p a t ik
Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes
Childhood epilepsy with occipital paroxysm
● S y mp t o m a t ic
Subklasifikasi dalam kelompok ini ditentukan berdasarkan lokasi anatomi
yang diperkirakan berdasarkan
riwayat klinis, tipe kejang predominan, EEG interiktal dan iktal, gambaran
neuroimejing.
Kejang parsial sederhana, kompleks atau kejang umum sekunder berasal dari
lobus
frontal, parietal, temporal, oksipital, fokus multipel atau fokus tidak
diketahui
Localization related tetapi tidak pasti simtomatik atau idiopatik
b. Epilepsi
Umum
►Idiopatik
Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal convulsions
Benign myoclonic epilepsy in infancy
Childhood absence epilepsy
Juvenile absence epilepsy
Benign myoclonic epilepsy in infancy
Childhood absence epilepsy
Juvenile absence epilepsy
Epilepsy with grand mal seizures upon awakening
Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)
Other generalized idiopathic epilepsies
► Epilepsi
Umum Kriptogenik atau Simtomatik
West’s
syndrome (infantile spasms)
Lennox gastaut syndrome
Epilepsy with myoclonic astatic seizures
Epilepsy with myoclonic absences
Lennox gastaut syndrome
Epilepsy with myoclonic astatic seizures
Epilepsy with myoclonic absences
► S im t o m
a t ik
Etiologi non
spesifik
Early myoclonic encephalopathy
Specific disease states presenting with seizures
Early myoclonic encephalopathy
Specific disease states presenting with seizures
Terimakasih artikelnya sangat bagus.
ReplyDeleteSaya akan memberikan solusi yang terbaik bagi anda yaitu obat herbal yang bernama QnC Jelly Gamat mampu penyembuhkan segala penyakit