PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)
No.
ICD-10 : J. 44
I
|
Batasan
|
Adalah
penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran
nafas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat
progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau
gas yang bercun / berbahaya.
|
II
|
Patofisiologi
|
|
III
|
Gejala
Klinis
Klasifikasi
diagnosis
|
Faktor
resiko
·
Laki-laki
·
Usia
> 40 tahun
·
Riwayat pajanan : asap rokok, polusi udara, polusi
tempat kerja
Gejala
klinis
·
Sesak
nafas
·
Batuk
kronik, produksi sputum
·
Keterbatasan
aktiviti
PPOK
Stabil
PPOK
eksaserbasi akut
|
IV
|
Pemeriksaan
dan Diagnosis
|
Pemeriksaan
fisik : bervariasi tergantung berat penyakit
1.
Normal
2.
Kelainan
·
Bentuk
dada : barel chest
·
Penggunaan
otot bantu nafas
·
Pelebaran
sela iga
·
Hipertropi
otot bantu nafas
·
Fremitus
melemah, sela iga melebar
·
Hipersonor
·
Suara nafas vesikuler melemah atau normal
·
Ekspirasi
memanjang
·
Mengi
(wheezing)
Pemeriksaan
penunjang
4.1.
Umum
·
Laboratorium
: Darah rutin
·
Foto
toraks PA dan Lateral untuk menyingkirkan penyakit lain atau untuk melihat
adanya infeksi sebagai faktor pencetus atau penyulit
Foto toraks curiga PPOK
1.
Normal
2.
Kelainan
o
Hiperinflasi
o
Hiperlusen
o
Diafragma
mendatar
o
Corakan
bronkovaskuler meningkat
o
Bulla
o
Jantung
pendulum
·
Analisa
gas darah (AGDA)
4.2.
Khusus
·
Arus
puncak ekspirasi (APE)
·
Spirometri
·
Uji
bronkodilator*
·
a
1 anti tripsin*
·
DLCO*
Catatan
: * bila ada sarana
|
V
|
Diagnosis
Banding
|
·
Asma
bronkial
·
Bronkiektasis
·
Tuberkulosis
·
Sindroma Obstruksi Pasca Tuberkulosis (SOPT)
·
Gagal
jantung kongestif
·
|
VI
|
Penyulit
/ Komplikasi
6.1.
Karena penyakit
6.2.
Karena tindakan
|
·
Kor
pulmonale
·
Pneumotoraks
·
Gagal
nafas
Intoksikasi
oksigen
|
VII
|
Penatalaksanaan
Terapi jangka panjang
7.1.
Non-Farmakologi
7.2. Farmakologi
Terapi pada serangan akut
Non-Farmakologi
7.5. Farmakologi
|
·
Hindari
faktor pencetus
·
“Domiciliary
oxygen therapy” dengan aliran rendah ± 15 jam/hari bila PaO2 <
55 mmHg
·
Fisioterapi
o
Latihan
relaksasi
o
Latihan
bernafas
·
Rehabilitasi
psikis
·
Rehabilitasi
pekerjaan
·
Pendidikan
kesehatan kepada keluarga
Sesuai
derajat PPOK
1.
Derajat
I : PPOK Ringan
Bronkodilator kerja
singkat (Short Acting β-2Agonis/SABA,
Antikolinergik kerja pendek) inhalasi kalau perlu
o
Ipratroprium
bromide, MDI 20 mcg/semprot, 3-4 x 40 mcg/hari (Kombinasi dengan SABA)
Antikolinergik kerja lama
untuk pemeliharaan
o
Tiotroprium,
HandiHaler, 1 x sehari
2.
Derajat
II : PPOK Sedang
Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator
o
Antikolinergik
kerja lama sebagai pemeliharaan
Tiotropium bromide,
HandiHaler, 1 x sehari
o
Long
Acting β-2 Agonis (LABA)
Salmeterol, MDI 25
mcg/semprot, 2 x 2-4 semprot/hari
Formeterol, MDI 4,5; 9
mcg/semprot, 1-2 x 4,5-9 mcg
o
Xantin
: Aminofilin 3 x 150 – 200 mg, oral
Aminofilin lepas
lambat 2 x 225 mg, oral
Terbutalin 3 - 4 x 1,5
- 2,5 mg, oral
Teofilin 2-3 x 130-260
mg, oral
Teofilin lepas lambat 2 x
125 – 300 mg, oral
Eufilin retard 1-2 x
125-250 mg, oral
o
Simptomatik
: mukolitik, ekspektoran
ü
Ambroksol
3 x1 tablet, p.o atau sirup 3 x cth1
ü
Bromheksin
3 x 1 tablet , p.o atau sirup 3 x cth 1
ü N-asetilsistein 3 x 1 kapsul, p.o atau 3 x 1 sachet
o
Rehabilitasi
3.
Derajat
III : PPOK Berat
Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator
o
Antikolinergik
kerja lama sebagai pemeliharaan
Tiotropium bromide,
HandiHaler, 1 x sehari
o
Long
Acting β-2 Agonis (LABA)
Salmeterol, MDI 25
mcg/semprot, 2 x 2-4 semprot/hari
Formeterol, MDI 4,5; 9
mcg/semprot, 1-2 x 4,5-9 mcg
o
Xantin
: Aminofilin 3 x 150 – 200 mg, oral
Aminofilin lepas
lambat 2 x 225 mg, oral
Terbutalin 3 - 4 x 1,5
- 2,5 mg, oral
Teofilin 2-3 x 130-260
mg, oral
Teofilin lepas lambat 2
x 125 – 300 mg, oral
Eufilin retard 1-2 x
125-250 mg, oral
o
Pengobatan
komplikasi, misalnya infeksi
Antibiotika oral
1
Awal
terapi bersifat empirik
Ko-amoksiklav,
3 x 625 mg
Ciprofloksasin,
2 x 500 mg
Levofloksasin,
1 x 500 mg
Azitromisin,
1 x 500 mg hari I, dilanjutkan
1 x 250 mg hari berikutnya
Eritromisin,
4 x 500 mg
Metronidazol,
3 x 500 mg
2
Setelah
keluar hasil kultur, antibiotika diberikan sesuai kultur
o
Kortikosteroid
inhalasi/sistemik bila memberi respon klinis atau eksaserbasi berulang
ü
Budesonid,
MDI, 100 – 800 mcg/hari
ü Metil prednisolon oral, 2 x 4 – 8 mg/hari
o
Simptomatik
: mukolitik, ekspektoran
ü
Ambroksol
3 x1 tablet, p.o atau sirup 3 x cth1
ü
Bromheksin
3 x 1 tablet , p.o atau sirup 3 x cth 1
ü N-asetilsistein 3 x 1 kapsul, p.o atau 3 x 1 sachet
o
Rehabilitasi
o
Terapi oksigen jangka panjang bila gagal nafas
·
Terapi
Oksigen
·
Terapi
cairan
·
Terapi
nutrisi
·
Rehabilitasi
fisik dan respirasi
·
Evaluasi
progresifiti penyakit
·
Edukasi
Optimalisasi
penggunaan obat-oabtan
1.
Bronkodilator
o
Kombinasi Agonis β-2 kerja singkat + antikolinergik inhalasi (mis. Salbutamol + Ipratroprium
bromide) 4-6 x 1 nebules / hari
o
Xantin
intravena
Aminofilin bolus 5-6
mg/KgBB/kali
Aminofilin drip 0,5-0,6
mg/KgBB/jam
o
Agonis β-2 kerja singkat inhalasi (mis. Salbutamol
nebules 200 mcg) 4 – 6 x sehari
Atau Agonis β-2 kerja
singkat injeksi (mis. Terbutalin
injeksi) 4-6 x 0,3-0,5 cc SC
2.
Kortikosteroid
sistemik
o
Metil
prednisolon injeksi 2 x 62,5 – 125 mg
o
Atau Budesonide inhalasi 2-4 x 1
nebules
o
Atau Fluticasone propionat
inhalasi 2-4 x 1 nebules
3.
Antibiotika
·
Awal
terapi bersifat empirik
o
Oral
:
Ko-amoksiklav,
3 x 625 mg
Ciprofloksasin,
2 x 500 mg
Levofloksasin,
1 x 500 mg
Azitromisin,
1 x 500 mg hari I, dilanjutkan
1 x 250 mg hari berikutnya
Eritromisin,
4 x 500 mg
Metronidazol,
3 x 500 mg
o
Injeksi
:
Ko-amoksiklav,
3 x 625 mg IV
Ciprofloksasin,
2 x 200 – 400 mg IV
Levofloksasin,
1 x 500 mg IV
Ceftriakson,
2 x 1 gr IV
Amoksisilin,
3 x 500 mg IV
Metronidazol,
3 x 500 mg IV
·
Setelah
keluar hasil kultur, antibiotika diberikan sesuai kultur
1. Mukolitik / Ekspektoran :
o
Ambroksol
3 x1 tablet, p.o atau sirup 3 x cth1
o
Bromheksin
3 x 1 tablet , p.o atau sirup 3 x cth 1 atau injeksi 3 x 1 ampul
N-asetilsistein 3 x 1 kapsul, p.o atau 3 x 1 sachet
5.
Rawat ICU bila terjadi gagal nafas
|
VIII
|
Catatan
Tambahan
|
Pencegahan
·
Menghindari
faktor-faktor seperti polusi udara, rokok, pekerjaan tertentu, infeksi
·
Menegakkan
diagnosis sedini mungkin terutama menentukan ada tidaknya obstruksi saluran
nafas agar dapat diberikan pengobatan maksimal dan mengembalikan/memelihara
fungsi paru normal
|
IX
|
Daftar
Pustaka
|
1.
Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia
Cabang Jakarta. Standard Pelayanan Medik Paru. Jakarta: PDPI Cabang
Jakarta: 1998
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik):
Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. PDPI. Jakarta: 2003
|
No comments:
Post a Comment