Pre eklamsi dan eklamsi pada ibu hamil
DEFINISI
PRE-EKLAMPSIA
Bila disertai keadaan sebagai berikut :
- Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
- Proteinuria 5 gr atau lebih per liter
- Oliguria yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
- Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan rasa nyeri di epigastrium.
- Terdapat oedema paru dan sianosis
Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan :
- Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, oedema, hipertensi, dan timbul proteinuria.
Gejala subjektif : sakit kepala di daerah frontal,
nyeri epigastrium, gangguan visus, penglihatan kabur, skotoma, diplopia, mual
dan muntah, gangguan serebral lainnya : oyong, reflek meningkat, dan tidak
tenang.
- Pemeriksaan : tekanan darah tinggi, refleks meningkat, dan proteinuria pada pemeriksaan laboratorium
EKLAMPSIA
Definisi
Eklampsia dalam bahasa yunani berarti “ halilitar “
karena serangan kejang –kejang timbulnya tiba-tiba seperti petir
Gejala – Gejala Eklampsia
- Stadium invasi ( awal atau aurora )
Mata terpaku dan terbuka tanpa
melihat, kelopak mata dan tangan bergetar, kepala dipalingkan ke kanan atau
kiri. Stadium ini berlangsung kira-kira 30 menit
- Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan jadi kaku, wajah
kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pernapasan ke dalam,
pernapasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit.
Stadium ini berlangsung kira-kira 20-30 menit
- Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi ulang-ulang
waktu yang cepat, mulut terbuka dan tertutup. Keluar ludah berbusa dan lidah
dapat digigit, mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah
berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar,
menarik nafas seperti mendengkur.
- Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran ( koma ) ini
berlangsung selama beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang-kadang antara
kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya ibu tetap dalam keadaan koma.
Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik sampai 40
celcius
Komplikasi
o Lidah tergigit
o Terjadi perlukaan dan fraktur
o Gangguan pernafasan
o Perdarahan otak
o Solusio plasenta
o Merangsang persalinan
Kriteria Eden
Adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia
yang terdiri dari
o Koma yang lama
o Frekuensi nadi diatas 120 kali permenit
o Suhu 39,4 celcius atau lebih
o Tekanan darah lebih dari 200 mmHg
o Konvulsi lebih dari 10 kali
o Proteinuria 10 gr atau lebih
o Tidak ada oedema, oedema
menghilang
Bila dijumpai salah satu tanda-tanda
yang diatas maka disebut dengan eklampsia ringan, bila dijumpai 2 atau lebih
tergolong berat dan prognosis akan lebih jelek
PATOFISIOLOGI
Perubahan patofisiologi terjadi dalam sel
endotel pada glomerulus tapihanya satu sentuh luka ini pada ginjal merupakan /
mempunyai karakteristik yang unik untuk pre eklampsi terutama pada wanita
nulipara (85 % ), faktor ginetik utama adalah tidak adanya peningkatan darah
tapi bekunya perfusi sekunder disebut sebagai vasospasme, vasospasme arteri
mengurangi diameter pembuluh darah yang mengganggu aliran darah keseluruhan
organ dan peningkatan tekanan darah fungsi tiap-tiap organ seperti plasenta,
ginjal,hati dan otak tertekan sekitar 40% - 60%.
Rusaknya perfusi plasenta diawali dengan
cepatnya umur degeneratif dari plasenta dan kemungkinan IUGR (Intra Uterine
Growth Retardation) pada janin. Hal tersebut penting mengingat rusaknya
sintesis prostaglandin mungkin salah satu faktor dalam PIH (Pregnancy Induced
Hypertension ). Aktivitas uterus dan sensitivitas oksitoksin harus dimasukkan
dalam laporan ketika memberikan obat. Hal ini digunakan untuk induksi /
tambahan tenaga.
Berkurangnya perfusi ginjal menurunkan
kecepatan filtrasi glomerulus dan mengakibatkan perubahan degeneratif pada
glomerulus, protein, albumin primer keluar bersama urine. Asam urat murni
berkurang sodium dan air tertahan. Menurunnya tekanan osmotik cairan plasma
disebabkan oleh menurunnya tingkat serum albumin. Volume intravaskuler berkurang
sebab cairan berpindah keluar dari bagian intravaskuler yang mengakibatkan terjadinya
hemokonsentrasi, meningkatnya kekebalan darah dan edema jaringan. Nilai
hematokrit meningkat yang disebabkan oleh hilangnya cairan dari bagian
intravaskuler.
Penurunan perfusi hati menyebabkan rusaknya
fungsi hati. Edema hati dan peredaran pembuluh darah dapat dialami oleh wanita
hamil yang menyebabkan terjadinya nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran
kanan atas salah satu sebagian dari tanda eklampsia yang berat. Vasospasme
arteri dan penurunan aliran darah keretina menyebabkan gejala-gejala pada penglihatan
seperti skotoma (buta) dan kabur. Kondisi pada patologi yang sama menyebabkan
edema serebral dan perdarahan yang tidak teratur.Ketidakteraturan menyebabkan
sakit kepala, hiperrefleksi, adanya klonus pada mata kaki dan kadang-kadang perubahan
tersebut dapat berefek (perubahan-perubahan emosi, perasaan dan perubahan
kesadaran adalah gejala yang ganjil dari edema serebral).
Edema paru disebabkan oleh preeklampsi
adalah kategorikan dengan edema general yang menyeluruh. Pemberian curah infus
lewat intravena yang atrogenik menyebabkan terjadinya kelebihan cairan. Lemah
nadi cepat, peningkatan laju respirasi, penurunan tekanan darah dan rales pada
paru menunjukkan kerusakan pembuluh darah dan rales pada paru menunjukkan
kerusakan pada sirkulasi darah. Cepatnya digitalisasi dan pemberian deuresis
dengan
furosemide mungkin dianjurkan. Edema paru dan gagal jantung kongestive pada
hakekatnya hanya diterima sebagai indikasi untuk pemberian terapi diuretik
meningkatkan reduksi aliran darah intervillous yang akan menyebabkan kesakitan
pada janin dan kematian pada janin yang diakibatkan oleh hipertensi. Resiko
paling besar diedema paru terjadi 15 jam setelah janin lahir.
MANIFESTASI KLINIS
1. Pre
eklampsi ringan
a. Bila
tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg diatas tekanan biasa, tekanan diastolik 90
mmHg kenaikan 15 mmHg diatas tekanan biasa, tekanan yang meninggi ini
sekurangnya diukur dua kali dengan jarak 6 jam.
b. Protein
urin sebesar 300 mm/dl dalam 24 jam atau > 1 gr/1 secararantom dengan
memakai contoh urin siang hari yang dikumpulkan pada 2 waktu dengan jarak 6 jam
karena kehilangan protein adalah bervariasi.
c. Edema
dependent, bengkak di mata, wajah, jari, bunyi pulmoner tidak terdengar. Edema
timbul dengan diketahui penambahan berat badan yang sebanyak ini disebabkan
retensi air dalam jaringan dan kemudian baru edema nampak, edema ini tidak
hilang dengan istirahat.
2.
Pre eklampsi berat
a. Tekanan darah sistolik lebih dari 160
mmHg atau diastolik lebih dari110 mmHg pada dua kali pemeriksaan yang
setidaknya berjarak 6 jam dengan ibu posisi tirah baring.
b. Proteinuria lebih dari 5 gr dalam urine
24 jam atau kurang lebih 3 padapemeriksaan dipstik setidaknya pada 2 kali
pemeriksaan acak menggunakan contoh urine yang diperoleh cara bersih dan berjarak
setidaknya 4 jam.
c. Oliguria ≤ 400 ml dalam 24 jam.
d. Gangguan otak atau gangguan penglihatan.
e. Nyeri ulu hati.
f. Edema paru/ sianosis.
3.Eklampsia
a. Kehamilan lebih dari 20 minggu atau
persalinan atau nifas.
b. Tanda- tanda pre eklampsia (hipertensi,
edema, protein uria)
c. Kejang dan koma
d. Terkadang disertai gangguan
fungsi organ.
Terapi
Pengobatan
Walaupun kejang pada eklampsia
membaik tanpa pengobatan dalam 3-4 menit, obat anti kejang dapat digunakan
untuk mengurangi kejang. Obat-obat terpilih untuk mengatasi kejang pada
eklampsia adalah magnesium sulfat (MgSO4). Pada wanita yang telah
mendapat pengobatan MgSO4 profilaksis, kadar magnesium plasma harus
dipertahankan dengan pemberian infus MgSO4 1-2 gram secara cepat. Pada
penderita yang tidak mendapatkan pengobatan profilaksis tersebut, harus
diberikan infus 2-6 gram MgSO4 secara cepat, diulang setiap 15 menit.
Dosis awal ini memungkinkan untuk diberikan pada ibu-ibu dengan insufisiensi
renal. Beberapa mekanisme kerja MgSO4 adalah memberikan efek
vasodilatasi selektif pada pembuluh darah otak juga memberikan perlindungan
terhadap endotel dari efek perusakkan radikal bebas, mencegah pemasukan ion
kalsium ke dalam sel yang iskemik dan atau memiliki efek antagonis kompetitif
terhadap reseptor glutamat N-metil-D–aspartat (yang merupakan fokus
epileptogenik).
Penatalaksanaan
hipertensi
Gangguan serebrovaskular terjadi
pada 15-20% dari seluruh kematian pada eklampsia. Risiko terjadinya strok
hemoragik memiliki hubungan secara langsung dengan derajat peningkatan tekanan
darah sistolik dan sedikit berhubungan dengan tekanan darah diastolik. Terapi
emergensi pada keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah tersebut masih
belum jelas. Sebagian besar peneliti menganjurkan untuk menggunakan anti
hipertensi yang poten untuk mengatasi tekanan darah diastolik pada kadar
105-110 mmHg dan tekanan darah sistolik > 160 mmHg, walaupun hal ini belum
diuji secara prospektif. Pada wanita yang telah mengalami hipertensi kronik,
pembuluh darah otaknya lebih toleran terhadap tekanan darah sistolik yang lebih
tinggi tanpa terjadinya kerusakan pada pembuluh darahnya, sedangkan pada orang
dewasa dengan tekanan darah yang normal atau rendah mungkin akan menguntungkan
jika terapi dimulai pada kadar tekanan darah yang lebih rendah. Peningkatan
tekanan darah yang berat dan persisten (>160/110 mmHg) harus diatasi untuk
mencegah perdarahan serebrovaskular. Penatalaksanaannya termasuk pemberian
hidralazin (5 mg IV, diikuti dengan pemberian 5-10 mg bolus sesuai kebutuhan
dalam waktu 20 menit) atau labetalol (10-20 mg IV, diulang setiap 10-20 menit
dengan dosis ganda, namun tidak lebih dari 80 mg pada dosis tunggal, dengan
dosis kumulatif total 300 mg). Pada keadaan yang tidak menunjukkan perbaikan
dengan segera setelah mendapat terapi untuk kejang dan hipertensinya atau
mereka yang memiliki kelainan neurologis harus dievaluasi lebih lanjut.
Pencegahan
kejang berulang
Sekitar 10% wanita eklampsia akan mengalami kejang berulang walaupun
telah ditanggulangi secara semestinya. Ada kesepakatan umum bahwa wanita dengan
eklampsia membutuhkan terapi anti konvulsan untuk mencegah kejang dan
komplikasi dari berulangnya aktivitas kejang tersebut, seperti: asidosis,
pnemonitis aspirasi, edema pulmonal, neurologik dan kegagalan respirasi. Namun,
pemilihan jenis obat untuk keadaan ini masih kontroversial. Ahli obstetrik
telah lama menggunakan MgSO4 sebagai obat pilihan untuk mencegah berulangnya
eklampsia, sementara ahli neurologi memilih anti konvulsan tradisional yang
digunakan pada wanita yang tidak hamil seperti fenitoin atau diazepam.
Permasalahan ini telah disepakati oleh sejumlah penelitian klinis terakhir
dengan hasil seperti dibawah ini:
The
Eclampsia Trial Collaborative Group melakukan
penelitian prospektif terhadap 905 wanita eklampsia yang secara random dipilih
untuk mendapat Magnesium atau Diazepam dan 775 wanita eklampsia yang dipilh
secara random menerima Magnesium atau Fenitoin. Pengukuran keluaran primer
adalah kejang rekuren dan kematian maternal. Wanita dengan terapi Magnesium
mendapatkan separuh angka kejang rekuren dibandingkan dengan diazepam (13% dan
28%). Tidak ada perbedaan yang bermakna pada kematian maternal atau perinatal
atau angka komplikasi diantara kedua kelompok. Wanita yang diberi magnesium
memiliki sepertiga angka kejang rekuren dibandingakan dengan fenitoin (6% dan
17%). Dalam rangkaian penelitian ini wanita yang menerima magnesium <8% yang
menerima perawatan intensif, <8% mendapat bantuan ventilator dan <5%
menjadi pneumonia, dibandingkan dengan wanita yang diberikan fenitoin. Tidak
ada perbedaan signifikan pada angka kematian maternal dan perinatal.
Chocrane melaporkan bahwa MgSO4 lebih hemat dan lebih baik daripada
litik koktail (terdiri dari prometazin hidroklorid, klorpromazin dan meperidin
hidroklorid) untuk mencegah pengulangan kejang pada wanita eklampsia. Manfaat
tambahan dari terapi MgSO4 terdiri dari biaya yang rendah, cara pemberian yang
mudah (tidak membutuhkan monitor jantung) dan lebih sedikit efek sedasi dari
pada diazepam dan fenitoin. Magnesium juga tampak secara selektif meningkatkan
aliran darah serebral dan konsumsi oksigen pada wanita dengan preeklampsia. Hal
ini tidak pada fenitoin. Dosis pemeliharaan MgSO4 adalah 2-3 gram/jam diberikan
sebagai infus IV yang kontinyu. Fase pemeliharaan hanya jika reflek patella ada
(kehilangan reflek tendon yang dalam adalah manifestasi pertama gejala
hipermagnesemia), respirasi >12X/menit, urine output > 100 ml/ 4jam.
Pemantauan kadar serum magnesium tidak diperlukan jika status klinis wanita
tersebut dimonitor secara ketat untuk membuktikan toksisitas potensial
magnesium. Juga tidak tampak suatu konsentrasi ambang yang jelas untuk
meyakinkan pencegahan kejang, meskipun telah direkomendasikan sekitar 4,8-8,4
mg/dL.
No comments:
Post a Comment