Monday, June 8, 2015

PRE EKLAMSI DAN EKLAMSI



Pre eklamsi dan eklamsi pada ibu hamil

DEFINISI
PRE-EKLAMPSIA
Bila disertai keadaan sebagai berikut :
  • Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
  • Proteinuria 5 gr atau lebih per liter
  • Oliguria yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
  • Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan rasa nyeri di epigastrium.
  • Terdapat oedema paru dan sianosis
Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan :
  1. Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, oedema, hipertensi, dan timbul proteinuria.
Gejala subjektif : sakit kepala di daerah frontal, nyeri epigastrium, gangguan visus, penglihatan kabur, skotoma, diplopia, mual dan muntah, gangguan serebral lainnya : oyong, reflek meningkat, dan tidak tenang.
  1. Pemeriksaan : tekanan darah tinggi, refleks meningkat, dan proteinuria pada pemeriksaan laboratorium
EKLAMPSIA
Definisi
Eklampsia dalam bahasa yunani berarti “ halilitar “ karena serangan kejang –kejang timbulnya tiba-tiba seperti petir
Gejala – Gejala Eklampsia
  1. Stadium invasi ( awal atau aurora )
Mata terpaku dan terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar, kepala dipalingkan ke kanan atau kiri. Stadium ini berlangsung kira-kira 30 menit
  1. Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan jadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pernapasan ke dalam, pernapasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit. Stadium ini berlangsung kira-kira 20-30 menit

  1. Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi ulang-ulang waktu yang cepat, mulut terbuka dan tertutup. Keluar ludah berbusa dan lidah dapat digigit, mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.
  1. Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran ( koma ) ini berlangsung selama beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya ibu tetap dalam keadaan koma. Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik sampai 40 celcius
Komplikasi
o Lidah tergigit
o Terjadi perlukaan dan fraktur
o Gangguan pernafasan
o Perdarahan otak
o Solusio plasenta
o Merangsang persalinan
Kriteria Eden
Adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia yang terdiri dari
o Koma yang lama
o Frekuensi nadi diatas 120 kali permenit
o Suhu 39,4 celcius atau lebih
o Tekanan darah lebih dari 200 mmHg
o Konvulsi lebih dari 10 kali
o Proteinuria 10 gr atau lebih
o Tidak ada oedema, oedema menghilang
Bila dijumpai salah satu tanda-tanda yang diatas maka disebut dengan eklampsia ringan, bila dijumpai 2 atau lebih tergolong berat dan prognosis akan lebih jelek

PATOFISIOLOGI

Perubahan patofisiologi terjadi dalam sel endotel pada glomerulus tapihanya satu sentuh luka ini pada ginjal merupakan / mempunyai karakteristik yang unik untuk pre eklampsi terutama pada wanita nulipara (85 % ), faktor ginetik utama adalah tidak adanya peningkatan darah tapi bekunya perfusi sekunder disebut sebagai vasospasme, vasospasme arteri mengurangi diameter pembuluh darah yang mengganggu aliran darah keseluruhan organ dan peningkatan tekanan darah fungsi tiap-tiap organ seperti plasenta, ginjal,hati dan otak tertekan sekitar 40% - 60%.
Rusaknya perfusi plasenta diawali dengan cepatnya umur degeneratif dari plasenta dan kemungkinan IUGR (Intra Uterine Growth Retardation) pada janin. Hal tersebut penting mengingat rusaknya sintesis prostaglandin mungkin salah satu faktor dalam PIH (Pregnancy Induced Hypertension ). Aktivitas uterus dan sensitivitas oksitoksin harus dimasukkan dalam laporan ketika memberikan obat. Hal ini digunakan untuk induksi / tambahan tenaga.
Berkurangnya perfusi ginjal menurunkan kecepatan filtrasi glomerulus dan mengakibatkan perubahan degeneratif pada glomerulus, protein, albumin primer keluar bersama urine. Asam urat murni berkurang sodium dan air tertahan. Menurunnya tekanan osmotik cairan plasma disebabkan oleh menurunnya tingkat serum albumin. Volume intravaskuler berkurang sebab cairan berpindah keluar dari bagian intravaskuler yang mengakibatkan terjadinya hemokonsentrasi, meningkatnya kekebalan darah dan edema jaringan. Nilai hematokrit meningkat yang disebabkan oleh hilangnya cairan dari bagian intravaskuler.
Penurunan perfusi hati menyebabkan rusaknya fungsi hati. Edema hati dan peredaran pembuluh darah dapat dialami oleh wanita hamil yang menyebabkan terjadinya nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas salah satu sebagian dari tanda eklampsia yang berat. Vasospasme arteri dan penurunan aliran darah keretina menyebabkan gejala-gejala pada penglihatan seperti skotoma (buta) dan kabur. Kondisi pada patologi yang sama menyebabkan edema serebral dan perdarahan yang tidak teratur.Ketidakteraturan menyebabkan sakit kepala, hiperrefleksi, adanya klonus pada mata kaki dan kadang-kadang perubahan tersebut dapat berefek (perubahan-perubahan emosi, perasaan dan perubahan kesadaran adalah gejala yang ganjil dari edema serebral).
Edema paru disebabkan oleh preeklampsi adalah kategorikan dengan edema general yang menyeluruh. Pemberian curah infus lewat intravena yang atrogenik menyebabkan terjadinya kelebihan cairan. Lemah nadi cepat, peningkatan laju respirasi, penurunan tekanan darah dan rales pada paru menunjukkan kerusakan pembuluh darah dan rales pada paru menunjukkan kerusakan pada sirkulasi darah. Cepatnya digitalisasi dan pemberian deuresis
dengan furosemide mungkin dianjurkan. Edema paru dan gagal jantung kongestive pada hakekatnya hanya diterima sebagai indikasi untuk pemberian terapi diuretik meningkatkan reduksi aliran darah intervillous yang akan menyebabkan kesakitan pada janin dan kematian pada janin yang diakibatkan oleh hipertensi. Resiko paling besar diedema paru terjadi 15 jam setelah janin lahir.

MANIFESTASI KLINIS
1. Pre eklampsi ringan
a. Bila tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg diatas tekanan biasa, tekanan diastolik 90 mmHg kenaikan 15 mmHg diatas tekanan biasa, tekanan yang meninggi ini sekurangnya diukur dua kali dengan jarak 6 jam.
b. Protein urin sebesar 300 mm/dl dalam 24 jam atau > 1 gr/1 secararantom dengan memakai contoh urin siang hari yang dikumpulkan pada 2 waktu dengan jarak 6 jam karena kehilangan protein adalah bervariasi.
c. Edema dependent, bengkak di mata, wajah, jari, bunyi pulmoner tidak terdengar. Edema timbul dengan diketahui penambahan berat badan yang sebanyak ini disebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian baru edema nampak, edema ini tidak hilang dengan istirahat.

2.    Pre eklampsi berat

a. Tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg atau diastolik lebih dari110 mmHg pada dua kali pemeriksaan yang setidaknya berjarak 6 jam dengan ibu posisi tirah baring.
b. Proteinuria lebih dari 5 gr dalam urine 24 jam atau kurang lebih 3 padapemeriksaan dipstik setidaknya pada 2 kali pemeriksaan acak menggunakan contoh urine yang diperoleh cara bersih dan berjarak setidaknya 4 jam.
c. Oliguria ≤ 400 ml dalam 24 jam.
d. Gangguan otak atau gangguan penglihatan.
e. Nyeri ulu hati.
f. Edema paru/ sianosis.

3.Eklampsia
a. Kehamilan lebih dari 20 minggu atau persalinan atau nifas.
b. Tanda- tanda pre eklampsia (hipertensi, edema, protein uria)
c. Kejang dan koma
d. Terkadang disertai gangguan fungsi organ.


Terapi Pengobatan

Walaupun kejang pada eklampsia membaik tanpa pengobatan dalam 3-4 menit, obat anti kejang dapat digunakan untuk mengurangi kejang. Obat-obat terpilih untuk mengatasi kejang pada eklampsia adalah magnesium sulfat (MgSO4). Pada wanita yang telah mendapat pengobatan MgSO4 profilaksis, kadar magnesium plasma harus dipertahankan dengan pemberian infus MgSO4 1-2 gram secara cepat. Pada penderita yang tidak mendapatkan pengobatan profilaksis tersebut, harus diberikan infus 2-6 gram MgSO4 secara cepat, diulang setiap 15 menit. Dosis awal ini memungkinkan untuk diberikan pada ibu-ibu dengan insufisiensi renal. Beberapa mekanisme kerja MgSO4 adalah memberikan efek vasodilatasi selektif pada pembuluh darah otak juga memberikan perlindungan terhadap endotel dari efek perusakkan radikal bebas, mencegah pemasukan ion kalsium ke dalam sel yang iskemik dan atau memiliki efek antagonis kompetitif terhadap reseptor glutamat N-metil-D–aspartat (yang merupakan fokus epileptogenik).

Penatalaksanaan hipertensi

Gangguan serebrovaskular terjadi pada 15-20% dari seluruh kematian pada eklampsia. Risiko terjadinya strok hemoragik memiliki hubungan secara langsung dengan derajat peningkatan tekanan darah sistolik dan sedikit berhubungan dengan tekanan darah diastolik. Terapi emergensi pada keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah tersebut masih belum jelas. Sebagian besar peneliti menganjurkan untuk menggunakan anti hipertensi yang poten untuk mengatasi tekanan darah diastolik pada kadar 105-110 mmHg dan tekanan darah sistolik > 160 mmHg, walaupun hal ini belum diuji secara prospektif. Pada wanita yang telah mengalami hipertensi kronik, pembuluh darah otaknya lebih toleran terhadap tekanan darah sistolik yang lebih tinggi tanpa terjadinya kerusakan pada pembuluh darahnya, sedangkan pada orang dewasa dengan tekanan darah yang normal atau rendah mungkin akan menguntungkan jika terapi dimulai pada kadar tekanan darah yang lebih rendah. Peningkatan tekanan darah yang berat dan persisten (>160/110 mmHg) harus diatasi untuk mencegah perdarahan serebrovaskular. Penatalaksanaannya termasuk pemberian hidralazin (5 mg IV, diikuti dengan pemberian 5-10 mg bolus sesuai kebutuhan dalam waktu 20 menit) atau labetalol (10-20 mg IV, diulang setiap 10-20 menit dengan dosis ganda, namun tidak lebih dari 80 mg pada dosis tunggal, dengan dosis kumulatif total 300 mg). Pada keadaan yang tidak menunjukkan perbaikan dengan segera setelah mendapat terapi untuk kejang dan hipertensinya atau mereka yang memiliki kelainan neurologis harus dievaluasi lebih lanjut.

Pencegahan kejang berulang

Sekitar 10% wanita eklampsia akan mengalami kejang berulang walaupun telah ditanggulangi secara semestinya. Ada kesepakatan umum bahwa wanita dengan eklampsia membutuhkan terapi anti konvulsan untuk mencegah kejang dan komplikasi dari berulangnya aktivitas kejang tersebut, seperti: asidosis, pnemonitis aspirasi, edema pulmonal, neurologik dan kegagalan respirasi. Namun, pemilihan jenis obat untuk keadaan ini masih kontroversial. Ahli obstetrik telah lama menggunakan MgSO4 sebagai obat pilihan untuk mencegah berulangnya eklampsia, sementara ahli neurologi memilih anti konvulsan tradisional yang digunakan pada wanita yang tidak hamil seperti fenitoin atau diazepam. Permasalahan ini telah disepakati oleh sejumlah penelitian klinis terakhir dengan hasil seperti dibawah ini:

The Eclampsia Trial Collaborative Group melakukan penelitian prospektif terhadap 905 wanita eklampsia yang secara random dipilih untuk mendapat Magnesium atau Diazepam dan 775 wanita eklampsia yang dipilh secara random menerima Magnesium atau Fenitoin. Pengukuran keluaran primer adalah kejang rekuren dan kematian maternal. Wanita dengan terapi Magnesium mendapatkan separuh angka kejang rekuren dibandingkan dengan diazepam (13% dan 28%). Tidak ada perbedaan yang bermakna pada kematian maternal atau perinatal atau angka komplikasi diantara kedua kelompok. Wanita yang diberi magnesium memiliki sepertiga angka kejang rekuren dibandingakan dengan fenitoin (6% dan 17%). Dalam rangkaian penelitian ini wanita yang menerima magnesium <8% yang menerima perawatan intensif, <8% mendapat bantuan ventilator dan <5% menjadi pneumonia, dibandingkan dengan wanita yang diberikan fenitoin. Tidak ada perbedaan signifikan pada angka kematian maternal dan perinatal.
Chocrane melaporkan bahwa MgSO4 lebih hemat dan lebih baik daripada litik koktail (terdiri dari prometazin hidroklorid, klorpromazin dan meperidin hidroklorid) untuk mencegah pengulangan kejang pada wanita eklampsia. Manfaat tambahan dari terapi MgSO4 terdiri dari biaya yang rendah, cara pemberian yang mudah (tidak membutuhkan monitor jantung) dan lebih sedikit efek sedasi dari pada diazepam dan fenitoin. Magnesium juga tampak secara selektif meningkatkan aliran darah serebral dan konsumsi oksigen pada wanita dengan preeklampsia. Hal ini tidak pada fenitoin. Dosis pemeliharaan MgSO4 adalah 2-3 gram/jam diberikan sebagai infus IV yang kontinyu. Fase pemeliharaan hanya jika reflek patella ada (kehilangan reflek tendon yang dalam adalah manifestasi pertama gejala hipermagnesemia), respirasi >12X/menit, urine output > 100 ml/ 4jam. Pemantauan kadar serum magnesium tidak diperlukan jika status klinis wanita tersebut dimonitor secara ketat untuk membuktikan toksisitas potensial magnesium. Juga tidak tampak suatu konsentrasi ambang yang jelas untuk meyakinkan pencegahan kejang, meskipun telah direkomendasikan sekitar 4,8-8,4 mg/dL. 

No comments:

Post a Comment