UJI EVALUASI
FUNGSI TUBULUS
Tubulus renal
berfungsi menjaga keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa dengan cara
mengatur reabsorpsi air dan solut dari ultrafiltrat glomerulus, sekresi ion
organ beracun (toxic organic ions), dan ekskresi ion hidrogen yang dihasilkan
oleh aktivitas metabolik. Pemeriksaan berat jenis kemih dan pH sering dipakai untuk
menilai fungsi tubulus dan disamping itu juga dipakai untuk melihat daya
pemekatan tubulus dan mekanisme asidifikasi kemih.
Osmolalitas kemih merupakan metode yang lebih tepat untuk
mengukur daya asidifikasi kemih dibanding berat jenis, oleh karena berat jenis
kemih sangat dipengaruhi oleh
adanya protein, glukosa, obat-obat, media kontras dalam kemih. Uji daya asidifikasi kemih maksimal dilakukan pada pasien yang
tidak mampu memekatkan kemihnya dan mengalami poliuria.
Pasien dengan asidosis tubular renal menunjukkan gambaran
asidosis metabolik hiperchloremik dengan anion gap yang normal dan pH kemih tinggi
> 5.5.
Penggunaan
obat pada gangguan fungsi ginjal
Uji fungsi ginjal hanya menggambarkan penyakit secara
kasar/garis besar, dan lebih dari setengah bagian ginjal harus mengalami
kerusakan sebelum terlihat nyata bukti kejadiannya gangguan ginjal. Bentuk
gangguan ginjal yang paling sering diakibatkan oleh obat adalah interstitial nefritis
dan glomerulonefritis. Penggunaan obat apa pun yang diketahui berpotensi
menimbulkan nephrotoksisitas sedapat mungkin harus dihindari pada semua
penderita gangguan ginjal.
Distribusi Obat
Pada gagal ginjal, distribusi obat dapat berubah karena terjadi fluktuasi
derajat hidrasi atau oleh adanya perubahan pada ikatan protein. Akan tetapi
perubahan ikatan protein akan bermakna secara klinis apabila:
1) Lebih dari
90% jumlah obat dalam plasma merupakan bentuk terikat protein.
2) Obat terdistribusi ke jaringan harus dalam jumlah yang
kecil.
Ekskresi Obat
Ekskresi adalah parameter farmakokinetika yang paling terpengaruh oleh
gangguan ginjal. Jika filtrasi glomeruler terganggu oleh penyakit ginjal , maka klirens obat
yang terutama tereliminasi melalui mekanisme ini akan menurun dan waktu paruh
obat dalam plasma menjadi lebih panjang.
Penderita dengan ginjal yang tidak berfungsi normal dapat menjadi lebih
peka terhadap beberapa obat, bahkan jika eliminasinya tidak terganggu. Anjuran
dosis didasarkan pada tingkat keparahan gangguan ginjal, yang biasanya
dinyatakan dalam istilah laju filtrasi glomeruler (LFG). Perubahan dosis yang
paling sering dilakukan adalah dengan menurunkan dosis atau memperpanjang
interval pemberian obat, atau kombinasi keduanya.
Seperti halnya dengan organ-organ yang lain, ginjal akan mengalami
perubahan fisiologis dan anatomis dengan bertambahnya umur. Dengan menurunnya kapasitas fungsi
ginjal secara ilmiah karena usia lanjut, maka eliminasi
sebagian besar obat juga akan terpengaruh. Obat-obat yang
dimetabolisme ke bentuk aktif, seperti: metildopa, triamteren,
spironolakton, oksifenbutazon, levodopa, dan asetoheksamid mungkin akan terakumulasi karena memburuknya fungsi ginjal pada usia lanjut. Terdapat penurunan klirens yang konsisten dengan
bertambahnya umur. Pada keadaan ini pengukuran klirens kreatinin kadang perlu dibuat,
sebelum pemberian obat.
Salah satu akibat dari turunnya klirens adalah terjadi pemanjangan waktu
paruh beberapa obat dan kemungkinan tertumpuknya obat hingga mencapai kadar
toksik, bila dosis dan frekuensi pemberian tidak diturunkan.
Sebagai contoh antara lain amioglikosida, litium, digoksin, prokainamida, hipoglikemik oral dan
simetidin. Contoh
obat yang diekskresikan terutama melalui ginjal dan mempunyai lingkup terapi
sempit adalah amikasin, suatu
aminoglikosida.
Penurunan fungsi ginjal akan menyebabkan T 1/2 nya
memanjang, sehingga pada pemberian dosis berulang akan diperoleh kadar tunak
yang jauh lebih tinggi dari pada semestinya, bila diberikan dengan interval
pemberian yang lazim. Keadaan ini disebut akumulasi. Karena itu, pada pasien-pasien dengan gangguan fungsi ginjal, regimen dosis amikasin,
dan juga aminoglikoda lainnya harus diubah
dengan mengurangi dosis atau menjarangkan interval
pemberian sesuai perkiraan T1/2 nya.
Interval
pemberian berdasarkan
klirens kreatinin
Nilai klirens kreatinin adalah gambaran kemampuan ginjal
untuk membersihkan plasma dari kreatinin per satuan waktu. Mekanisme
pembersihan ini melalui ultrafiltrasi glomeruler, sehingga analogi dapat
digunakan untuk obat-obat yang juga mengalami ultrafiltrasi glomeruler. Dengan mengukur klirens kreatinin seorang pasien dengan
gangguan fungsi ginjal, maka fungsi ginjal (RF = renal function) dari orang
tersebut dapat dihitung sebagai berikut:
No comments:
Post a Comment