Sunday, June 7, 2015

UJI EVALUASI FUNGSI TUBULUS



UJI EVALUASI FUNGSI TUBULUS
            Tubulus renal berfungsi menjaga keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa dengan cara mengatur reabsorpsi air dan solut dari ultrafiltrat glomerulus, sekresi ion organ beracun (toxic organic ions), dan ekskresi ion hidrogen yang dihasilkan oleh aktivitas metabolik. Pemeriksaan berat jenis kemih dan pH sering dipakai untuk menilai fungsi tubulus dan disamping itu juga dipakai untuk melihat daya pemekatan tubulus dan mekanisme asidifikasi kemih.
Osmolalitas kemih merupakan metode yang lebih tepat untuk mengukur daya asidifikasi kemih dibanding berat jenis, oleh karena berat jenis kemih sangat dipengaruhi oleh adanya protein, glukosa, obat-obat, media kontras dalam kemih. Uji daya asidifikasi kemih maksimal dilakukan pada pasien yang tidak mampu memekatkan kemihnya dan mengalami poliuria. Pasien dengan asidosis tubular renal menunjukkan gambaran asidosis metabolik hiperchloremik dengan anion gap yang normal dan pH kemih tinggi > 5.5.
Penggunaan obat pada gangguan fungsi ginjal
Uji fungsi ginjal hanya menggambarkan penyakit secara kasar/garis besar, dan lebih dari setengah bagian ginjal harus mengalami kerusakan sebelum terlihat nyata bukti kejadiannya gangguan ginjal. Bentuk gangguan ginjal yang paling sering diakibatkan oleh obat adalah interstitial nefritis dan glomerulonefritis. Penggunaan obat apa pun yang diketahui berpotensi menimbulkan nephrotoksisitas sedapat mungkin harus dihindari pada semua penderita gangguan ginjal.
Distribusi Obat
Pada gagal ginjal, distribusi obat dapat berubah karena terjadi fluktuasi derajat hidrasi atau oleh adanya perubahan pada ikatan protein. Akan tetapi perubahan ikatan protein akan bermakna secara klinis apabila:
1) Lebih dari 90% jumlah obat dalam plasma merupakan bentuk terikat protein.
2) Obat terdistribusi ke jaringan harus dalam jumlah yang kecil.
Ekskresi Obat
Ekskresi adalah parameter farmakokinetika yang paling terpengaruh oleh gangguan ginjal. Jika filtrasi glomeruler terganggu oleh penyakit ginjal , maka klirens obat yang terutama tereliminasi melalui mekanisme ini akan menurun dan waktu paruh obat dalam plasma menjadi lebih panjang.
Penderita dengan ginjal yang tidak berfungsi normal dapat menjadi lebih peka terhadap beberapa obat, bahkan jika eliminasinya tidak terganggu. Anjuran dosis didasarkan pada tingkat keparahan gangguan ginjal, yang biasanya dinyatakan dalam istilah laju filtrasi glomeruler (LFG). Perubahan dosis yang paling sering dilakukan adalah dengan menurunkan dosis atau memperpanjang interval pemberian obat, atau kombinasi keduanya.
Seperti halnya dengan organ-organ yang lain, ginjal akan mengalami perubahan fisiologis dan anatomis dengan bertambahnya umur. Dengan menurunnya kapasitas fungsi ginjal secara ilmiah karena usia lanjut, maka eliminasi sebagian besar obat juga akan terpengaruh. Obat-obat yang dimetabolisme ke bentuk aktif, seperti: metildopa, triamteren, spironolakton, oksifenbutazon, levodopa, dan asetoheksamid mungkin akan terakumulasi karena memburuknya fungsi ginjal pada usia lanjut. Terdapat penurunan klirens yang konsisten dengan bertambahnya umur. Pada keadaan ini pengukuran klirens kreatinin kadang perlu dibuat, sebelum pemberian obat.
Salah satu akibat dari turunnya klirens adalah terjadi pemanjangan waktu paruh beberapa obat dan kemungkinan tertumpuknya obat hingga mencapai kadar toksik, bila dosis dan frekuensi pemberian tidak diturunkan. Sebagai contoh antara lain amioglikosida, litium, digoksin, prokainamida, hipoglikemik oral dan simetidin. Contoh obat yang diekskresikan terutama melalui ginjal dan mempunyai lingkup terapi sempit adalah amikasin, suatu aminoglikosida.
Penurunan fungsi ginjal akan menyebabkan T 1/2 nya memanjang, sehingga pada pemberian dosis berulang akan diperoleh kadar tunak yang jauh lebih tinggi dari pada semestinya, bila diberikan dengan interval pemberian yang lazim. Keadaan ini disebut akumulasi. Karena itu, pada pasien-pasien dengan gangguan fungsi ginjal, regimen dosis amikasin, dan juga aminoglikoda lainnya harus diubah dengan mengurangi dosis atau menjarangkan interval pemberian sesuai perkiraan T1/2 nya.
Interval pemberian berdasarkan klirens kreatinin
Nilai klirens kreatinin adalah gambaran kemampuan ginjal untuk membersihkan plasma dari kreatinin per satuan waktu. Mekanisme pembersihan ini melalui ultrafiltrasi glomeruler, sehingga analogi dapat digunakan untuk obat-obat yang juga mengalami ultrafiltrasi glomeruler. Dengan mengukur klirens kreatinin seorang pasien dengan gangguan fungsi ginjal, maka fungsi ginjal (RF = renal function) dari orang tersebut dapat dihitung sebagai berikut:



No comments:

Post a Comment