1.1. Defenisi Penyakit
Suatu komplikasi kehamilan dapatdiketahui dengan timbulnya tekanandarah ≥ 160/110 (hipertensi) disertai protein urine
dan atau edema, pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Pre-eklampsia adalah
hipertensi disertai proteinuri dan edema akibat kehamilan setelah usia
kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul
sebelum 20 minggu bila terjadi. Eklampsia adalah timbulnya kejang pada
penderita preeklampsia yang disusul dengan koma. Kejang disini bukan akibat kelainan
neurologis. Preeklampsia-Eklampsia hampir secara eksklusif merupakan penyakit
pada nullipara. Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrem
yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35
tahun. Pada multipara, penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan
berikut:
1) Kehamilan multifetal dan hidrops
fetalis.
2) Penyakit vaskuler, termasuk
hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus.
3) Penyakit ginjal.
Plasenta previa adalah suatu kehamilan di mana plasenta berimplantasi
abnormal pada segmen bawah rahim menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Insiden plasenta previa ialah
0,4% – 0,6% dari seluruh persalinan.
1.2.
Etiologi
Sampai dengan saat ini etiologi pasti
dari preeklampsia/ eklampsi masih belum diketahui. Ada beberapa teori mencoba
menjelaskan perkiraan etio-logi dari kelainan tersebut di atas, sehingga
kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori
tersebut antara lain:
1) Peran Prostasiklin
dan Tromboksan
Pada PE-E didapatkan kerusakan pada
endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang
pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang
kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin
III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan
tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasos-pasme dan kerusakan
endotel.
Pengeluaran hormone ini memunculkan efek
“perlawanan” pada tubuh. Pembuluh-pembuluh darah menjadi menciut, terutama
pembuluh darah kecil, akibatnya tekanan darah meningkat. Organ-organ pun akan
kekurangan zat asam. Pada keadaan yang lebih parah, bisa terjadi penimbunan zat
pembeku darah yang ikut menyumbat pembuluh darah pada jaringan-jaringan vital.
2) Peran Faktor
Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada
kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini
dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies
terhadap antigen placenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan
berikutnya.
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa
data yang men-dukung adanya sistem imun pada penderita PE-E:
a.
Beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum.
b. Beberapa studi juga
mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada PE-E diikuti dengan
proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada
beberapa pen-dapat menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen
terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa
menyebabkan PE-E.
3) Peran Faktor
Genetik/Familial
Beberapa bukti yang menunjukkan peran
faktor genetik pada kejadian PE-E antara lain:
a.
Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya
kecendrungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak-anak dari ibu yang menderita
PE-E.
c. Kecendrungan
meningkatnya frekwensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E
dan bukan pada ipar mereka.
d.
Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)
Etiologiterjadinyapertumbuhanplasenta pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat diterangkan, adanya vaskularisasi yang
berkurang atau perubahan atrofi pada dosidua akibat persalinan yang lampau dan
dapat menyebabkan plasenta previa tidak selalu benar, karena tidak nyata dengan
jelas bahwa plasenta previa didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan
paritas fungsi. Tetapi dapat dimengerti apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau
diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar, plasenta yang letaknya
normal sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi
sama sekali pembukaan jalan lahir.
1.3. Faktor Resiko
Preeklamsia hanya
terjadi pada saat hamil, sehingga faktor risikonya, antara lain:
A.
Sejarah preklamsia.
Ibu hamil dengan sejarah keluarga menderita preeklamsia akan meningkatkan risiko ikut terkena preeklamsia.
Ibu hamil dengan sejarah keluarga menderita preeklamsia akan meningkatkan risiko ikut terkena preeklamsia.
B.
Kehamilan pertama.
Di kehamilan pertama, risiko mengalami preeklamsia jauh lebih tinggi.
Di kehamilan pertama, risiko mengalami preeklamsia jauh lebih tinggi.
C. Usia.
Ibu hamil berusia di atas 35 tahun akan lebih besar risikonya menderita preklamsia.
Ibu hamil berusia di atas 35 tahun akan lebih besar risikonya menderita preklamsia.
D. Obesitas.
Preeklamsia lebih banyak menyerang ibu hamil yang mengalami obesitas.
Preeklamsia lebih banyak menyerang ibu hamil yang mengalami obesitas.
E. Kehamilan kembar.
Mengandung bayi kembar juga meningkatkan risiko preeklamsia.
Mengandung bayi kembar juga meningkatkan risiko preeklamsia.
F.
Kehamilan dengan diabetes.
Wanita dengan diabetes saat hamil
memiliki risiko preeklamsia seiring perkembangan kehamilan.
`G.
Sejarah hipertensi.
Kondisi sebelum hamil seperti
hipertensi kronis, diabetes, penyakit ginjal atau lupus, akan meningkatkan risiko terkena preeklamsia.
1.4 Kriteria
Diagnostik
Preeklamsi ringan :
apabila tekanan diastol antara 90 - < 110 mmHg disertai proteinuri (≥ 300
mg/24 jam atau 1+ uji dipstick)
Preeklamsi
berat : didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini :
1. Tekanan
darah diastol ≥ 110 mmHg.
2. Proteinuria
≥ 2 gram/ 24 jam atau ≥ 2 + dalam pemeriksaan kualitatif (dipstick)
3. Kreatinin
serum > 1,2 mg % yang disertai oliguria ( < 400 ml/24 jam)
4. Trombosit < 100.000 /mm3
5. Angolisis
mikroangiopati (peningkatan kadar LDH )
6. Peninggian kadar enzim hati (SGOT dan SGPT)
7. Sakit
kepala yang menetap atau gangguan virsus dan serebral.
8. Nyeri
epigastrum yang menetap.
9. Pertumbuhan
janin terhambat.
10. Edema
paru disertai sianosis
11. Adanya
The HELLP syndrome (H: hemolisis, EL : Elevated Liver enzim, LP : Low Pletelet
count )
Pemeriksaan
laboratorium : Hb, hematokrit, urin lengkap,
asam urat darah, trombosit, fungsi hati dan fungsi ginjal. Pemeriksaan
USG.
1.5
Penatalaksanaan
Preeklamsi
Ringan
1.
Rawat inap, istirahat,
bila pasien menolak di rawat inap, lakukan pemantauan tekanan darah dan protein
urin setiap hari.
2. Pantau
tekanan darah 2 x sehari dan protein urin setiap hari.
3. Dapat
dipertimbangkan pemberian suplemen obat-obat antioksidan atau agregasi
trombosit.
4. Roboronsia.
5. Diberikan kortikosteroid pada kehamilan 24 –
34 minggu untuk pematangan paru janin 5 mg im tiap 12 jam
6. Berikan
methyldopa 3 x 250 mg bila tekanan diastol 100 – 110 mmHg
7. Bila
usia kehamilan ≥ 37 minggu, terminasi kehamilan
Pre
eklamsi berat
Pengobatan medisional
1.
Infuse ringer laktat
2. Pemberian
MgSO4
Cara
pemberian MgSo4
a. Pemberian
melalui intravena secara continue ( dengan menggunakan infusan pump). Dosis
awal : 4 gram ( 20 cc MgSO4 20 %) dilarutkan dalam 100 cc ringer laktat
diberikan selama 15 -20 menit. Dosis pemeliharaan : 10 gram ( 50 cc MgSO4 20 %)
dalam 500 cc ciaran RL, diberikan dengan kecepatan 1 -2 gram /jam ( 20- 30
tetes per menit )
b. Pemberian
melalui intramaskuler secara berkala : dosis awal : 4 gram MgSO4 (20 cc MgSO4
20 %) diberikan secara i.v dengan kecepatan 1gr/menit. Dosis pemeliharaan :
selanjutnya diberikan MgSO4 4 gram (10 cc MgSO4 40 %) i.m setiap 4 jam.
Tambahkan 1 cc lidocain 2 % pada setiap pemberian i.m untuk mengurangi perasaan
nyeri dan panas.
Syarat-syarat
pemberian MgSO4 :
1. Harus
tersedia antidotum MgSO4, yaitu Ca glukonas 10 % ( 1 gr dalam 1 0 cc )
diberikan i.v dalam waktu 3 – 5 menit.
2. Refleks
patella ( +) kuat
3. Frekuensi
pernafasan ≥ 16 x/menit
4. Produksi
urin ≥ 30 cc/ jam sebelumnya ( 0,5 cc/kgBB/jam)
MgSO4 dihentikan apabila :
1. Ada
tanda-tanda intoksikasi
2. Setelah
24 jam pasca salin
3. Dalam
6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan tekanan darah (normotensif)
Antihipertensi
diberikan bila :
1. Tekanan
darah ≥ 180 mmHg, sistolik ≥ 110 mmHg
2. Obat-obat
antihipertensi yang diberikan :
·
Obat plihan adalah hidralazin
yang diberikan 5 mg i.v pelan-pelan
selama 5 menit. Dosis dapat diulang dalam waktu 15 – 20 menit sampai
tercapai tekanan darah yang diinginkan.
·
Apabila hidralazin
tidak tersedia, dapat diberikan :
ü Nifedipin
: 10 mg, dan dapat diulangi setiap 30 menit ( maksimal 120 ml/24 jam) sampai
terjadi penurunan tekanan darah.
ü Labetolol
10 mg i.v apabila terjadi penurunan tekanan darah, maka dapat diulang pemberian
20 mg setelah 10 menit, 40 mg pada 10
menit berikutnya, diulangi 40 mg setelah 10 menit kemudian, dan sampai 80 mg
pada 10 menit berikutnya.
ü Bila
tidak tersedia maka dapat diberikan : klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc
larutan NaCl atau api.
·
Bila terdapat
tanda-tanda payah jantung berikan Codilanid –D
·
Antipiretik diberikan
bila suhu rectal 38,50 C
·
Antibiotic diberikan
bila ada indikasi.
BAB
II
TINJAUAN
FARMAKOTERAPI
2.1.
Patofisiologi Penyakit
Pada pre eklampsia
terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokrit.
Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ , termasuk ke utero
plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses pre
eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan
timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya
peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Pre eklampsia yang berat
dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta
dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat
berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
Perubahan
patofisiologi terjadi dalam sel endotel pada glomerulus tapihanya satu sentuh
luka ini pada ginjal merupakan / mempunyai karakteristik yang unik untuk pre
eklampsi terutama pada wanita nulipara (85 %), faktor ginetik utama adalah
tidak adanya peningkatan darah tapi bekunya perfusi sekunder disebut sebagai
vasospasme, vasospasme arteri mengurangi diameter pembuluh darah yang
mengganggu aliran darah keseluruhan organ dan peningkatan tekanan darah fungsi
tiap-tiap organ seperti plasenta, ginjal,hati dan otak tertekan sekitar 40% -
60%.
Rusaknya
perfusi plasenta diawali dengan cepatnya umur degeneratif dari plasenta dan
kemungkinan IUGR (Intra Uterine Growth Retardation) pada janin. Hal tersebut
penting mengingat rusaknya sintesis prostaglandin mungkin salah satu faktor
dalam PIH (Pregnancy Induced Hypertension ). Aktivitas uterus dan sensitivitas
oksitoksin harus dimasukkan dalam laporan ketika memberikan obat. Hal ini
digunakan untuk induksi / tambahan tenaga.
Berkurangnya
perfusi ginjal menurunkan kecepatan filtrasi glomerulus dan mengakibatkan
perubahan degeneratif pada glomerulus, protein, albumin primer keluar bersama
urine. Asam urat murni berkurang sodium dan air tertahan. Menurunnya tekanan
osmotik cairan plasma disebabkan oleh menurunnya tingkat serum albumin. Volume
intravaskuler berkurang sebab cairan berpindah keluar dari bagian intravaskuler
yang mengakibatkan terjadinya hemokonsentrasi, meningkatnya kekebalan darah dan
edema jaringan. Nilai hematokrit meningkat yang disebabkan oleh hilangnya
cairan dari bagian intravaskuler.
Penurunan
perfusi hati menyebabkan rusaknya fungsi hati. Edema hati dan peredaran
pembuluh darah dapat dialami oleh wanita hamil yang menyebabkan terjadinya
nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas salah satu sebagian dari
tanda eklampsia yang berat. Vasospasme arteri dan penurunan aliran darah keretina
menyebabkan gejala-gejala pada penglihatan seperti skotoma (buta) dan kabur.
Kondisi pada patologi yang sama menyebabkan edema serebral dan perdarahan yang
tidak teratur.Ketidakteraturan menyebabkan sakit kepala, hiperrefleksi, adanya
klonus pada mata kaki dan kadang-kadang perubahan tersebut dapat berefek (perubahan-perubahan
emosi, perasaan dan perubahan kesadaran adalah gejala yang ganjil dari edema
serebral).
Edema paru
disebabkan oleh preeklampsi adalah kategorikan dengan edema general yang menyeluruh.
Pemberian curah infus lewat intravena yang atrogenik menyebabkan terjadinya
kelebihan cairan. Lemah nadi cepat, peningkatan laju respirasi, penurunan
tekanan darah dan rales pada paru menunjukkan kerusakan pembuluh darah dan
rales pada paru menunjukkan kerusakan pada sirkulasi darah. Cepatnya
digitalisasi dan pemberian deuresisdengan furosemide mungkin dianjurkan. Edema
paru dan gagal jantung kongestive pada hakekatnya hanya diterima sebagai
indikasi untuk pemberian terapi diuretik meningkatkan reduksi aliran darah
intervillous yang akan menyebabkan kesakitan pada janin dan kematian pada janin
yang diakibatkan oleh hipertensi. Resiko paling besar diedema paru terjadi 15
jam setelah janin lahir.
2.1. MANIFESTASI
KLINIS
1. Pre
eklampsi ringan
a. Bila tekanan
sistolik lebih dari 140 mmHg diatas tekanan biasa, tekanan diastolik 90 mmHg
kenaikan 15 mmHg diatas tekanan biasa, tekanan yang meninggi ini sekurangnya
diukur dua kali dengan jarak 6 jam.
b. Protein
urin sebesar 300 mm/dl dalam 24 jam atau > 1 gr/1 secararantom dengan
memakai contoh urin siang hari yang dikumpulkan pada 2 waktu dengan jarak 6 jam
karena kehilangan protein adalah bervariasi.
c. Edema
dependent, bengkak di mata, wajah, jari, bunyi pulmoner tidak terdengar. Edema
timbul dengan diketahui penambahan berat badan yang sebanyak ini disebabkan
retensi air dalam jaringan dan kemudian baru edema nampak, edema ini tidak
hilang dengan istirahat.
2. Pre
eklampsi berat
a.
Tekanan darah sistolik lebih dari
160 mmHg atau diastolik lebih dari110 mmHg padadua kali pemeriksaan yang
setidaknya berjarak 6 jam dengan ibu posisi tirah baring.
b. Proteinuria
lebih dari 5 gr dalam urine 24 jam atau kurang lebih 3 padapemeriksaan dipstik
setidaknya pada 2 kali pemeriksaan acak menggunakan contoh urine yang diperoleh
cara bersih dan berjarak setidaknya 4 jam.
c. Oliguria ≤ 400 ml dalam 24 jam.
d. Gangguan otak atau gangguan penglihatan.
e. Nyeri ulu hati.
f. Edema paru/ sianosis.
3. Eklampsia
a. Kehamilan lebih dari 20 minggu atau
persalinan atau nifas.
b. Tanda- tanda pre eklampsia
(hipertensi, edema, protein uria)
c. Kejang dan koma
No comments:
Post a Comment