Monday, June 1, 2015

AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA



AIHA  (Autoimmune Hemolytic Anemia)

Batasan
Anemia hemolitik autoimun (AHA) atau autoimmune hemolytic anemia (AIHA) ialah suatu anemia hemolitik yang timbul karena terbentuknya aotuantibodi terhadap eritrosit sendiri sehingga menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit(Bakta, 2006). Dan sebagian referensi ada yang menyebutkan anemia hemolitik autoimun ini merupkan suatu kelainan dimana terdapat antibody terhadp sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek (Sudoyo.et all.,2006).
 AIHA adalah suatu kelainan dimana terdapat anibodi tertentu pada tubuh kita yang menganggap eritrosit sebagai antigen non-selfnya, sehingga menyebabkan eritrosit mengalami lisis

Etiologi
Etiologi pasti dari penyakit hemolitik autoimun memang belum jelas kemungkinan terjadi kerena gangguan central tolerance dan gangguan pada proses pembatasan limfosit autoreaktif residual. Terkadang system kekebalan tubuh mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagain bahan asing (reaksi autoimun).

Patofisiologi
a)      Aktivasi sistem komplemen yang akan menyebabkan hancurnya membran sel eritrosit dan terjadilah hemolisis intravaskular (ditandai dengan hemoglobinemia dan hemoglobinuria)
Aktivasi komplemen jalur klasik :
  • Diaktivasi oleh antibodi – antibodi IgM, IgG1, IgG2, IgG3 
  • IgM : agglutinin tipe dingin, sebab antibody berikatan dengan antigen polisakarida pada permukaan SDM pada suhu di bawah suhu tubuh 
  • IgG : agglutinin hangat, karena bereaksi dengan antigen permukaan SDM pada suhu tubuh 
  • Mekanisme : aktivasi mulai dari C1, C4 sampai dengan C9 yang ujungnya akan terbentuk kompleks penghancur membran yang terdiri dari molekul C5, C6, C7, C8 dan beberapa C9. Kompleks ini akan menyusup ke membran sel eritrosit dan mengganggu aliran transmembrannya, sehingga permeabilitas membran eritrosit normal akan terganggu, akhirnya air dan ion masuk, kemudian eritrosit membengkak dan rupture
Aktivasi komplemen jalur alternatif
 b)      Aktivasi selular yang akan menyebabkan hemolisis ekstravaskular dengan fagositosis di limpa.
Mekanisme nya sel darah disensitisasi oleh IgG yang melekat pada IgG – FcR di RES limpa yang akan terbentuk menjadi fagositosis

Diagnsosis
a)      Indirect Antiglobulin Test (indirect Coobm’s test)
Untuk mendeteksi autoantibody yang terdapat dalam serum. Serumnya direaksikan dengan sel – sel reagen. Ig yang tersebar dalam serum akan melekat pada sel – sel reagen dan dapat dideteksi dengan antiglobulin serta dengan terjadinya agluniasi
b)      Direct Antiglobulin Test (direct Coomb’s test)
Sel eritrosit dibersihkan dari protein – protein yang melekat lalu direaksikan dengan antiserum atau dengan antibodi monoclonal terhadap berbagai Ig dan fraksi komplemen.

Klasifikasi
Adapun klasifikasi anemia hemolitik autoimun berdasarkan sifat reaksiantibodi, AHA dibagi 2 golongan sebagai berikut: 
ž1. Anemia Hemolitik Autoimun Hangat atau warm AHA (yang sering terjadi)
Anemia Hemolitik Autoimun Hangat (warm AHA) yakni suatu keadaandimana tubuh membentuk autoantibody yang bereaksi terhadap sel darah merahpada suhu tubuh. Autoantibody melapisi sel darah merah, yang kemudiandikenalinya sebagai benda asing dan dihancurkan oleh sel perusak dalam limpaatau kadang dalam hati dan sumsum tulang. Dan suhu badan pasien pada anemiahemolitik aotuimun hangat ini >37 C.

  • Hemolitik autoimun terjadi pada suhu tubuh optimal (370C) 
  • Manifestasi klinis : gejala tersamar, gejala anemia, timbul perlahan, menimbulkan demam bahkan ikterik. Jika diperiksa urin pada umumnya berwarna gelap karena hemoglobinuri. Bisa juga terjadi splenomegali, hepatomegali dan limfadenopati 
  • Pemeriksaan Lab : Coomb’s direct positif, Hb nya biasa
  •  Prognosis : hanya sedikit yang bisa sembuh total, sebagian besar memiliki perjalanan penyakit yang kronis namun terkendali. Komplikasi bisa terjadi seperti emboli paru, infark limpa dan penyakit kardiovaskuler. Angka kematian 15 – 25% 
  • Terapi :
  1. Pemberian kortikosteroid 1 – 1,5 mg/kg BB/ hari, jika membaik dalam 2 minggu dosis dikurangi tiap minggu 10 – 20 mg/hari
  2.  Splenektomi, jika terapi kortikosteroid tidak adekuat 
  3. Imunosupresi : Azatioprin 50 – 200 mg/hari atau Siklofosfamid 50 – 150 mg/hari 
  4. Terapi lain : Danazol, Imunoglobulin
  5.  Tranfusi jika kondisinya mengancam jiwa (misal Hb <3 mg/dl)

ž2. Anemia Hemolitik Dingin atau cold  AHA
Anemia Hemolitik Autoimun Dingin (cold AHA) yakni suatu keadaandimana tubuh membentuk aotoantibodi yang beraksi terhadap sel darah merah dalm suhu ruangan atau dalam suhu yang dingin. Dan suhu tubuh pasien pdaanemia hemolitik aotuimun dingin ini < 37 C.

  • Terjadi pada suhu tubuh dibawah normal. Antibodi yang memperantarai biasanya adalah IgM. Antibodi ini akan langsung berikatan dengan eritrosit dan langsung memicu fagositosis 
  • Manifestasi klinis : gejala kronis, anemia ringan (biasanya Hb 9 – 12 g/dl), sering dijumpau akrosianosis dan splenomegali 
  • Pemeriksaan Lab : anemia ringan, sferositosis, polikromasia, tes Coomb’s positif, spesifisitas tinggi untuk antigen tertentu seperti anti-I, anti-Pr, anti-M dan anti-P
  •  Prognosis baik dan cukup stabil
  •  Terapi : hindari udara dingin, terapi prednisone, Klorambusil 2 – 4 mg/hari dan Plasmaferesis untuk mengurangi antibodi IgM.

PEMBAHASAN TERAPI
·         Anemia hemolitik autoimun tipe hangat:
            Apabila penyebabnya belum diketahui, maka pengobatan pilihan selanjutnya adalah dengan pemberian kortikosteroid terutama prednisolon awalnya secara intravena selanjutnya secara oral dengan dosis 60-100 mg/hr. Dosis ini sebagai dosis awal untuk orang dewasa dan selanjutnya harus dikurangi sedikit demi sedikit. Jika dijumpai ada kelainan Hb maka dosis obat diteruskan selama 2 mingggu sampai Hb stabil. Steroid ini mempunyai fungsi memblok magrofag dan menurunkan sitesis antibody. Selain prednisolon dapat juga diberikan metilprednisolon pemberian dosis disesuaikan.
Pasien yang tidak berespon setelah pemberian prednisone atau gagal mempertahankan kadar Hb dalam waktu 2-3 minggu, maka pengangkatan limfa(splenoktomi) dapat di pertimbangkan. Splenoktomi ini bertujuan agar limfa berhenti menghancurkan sel darah merah yang terbungkus oleh autoantibody. Pengangkatan limfa diketahui berhasil mengendalikan pada sekitar 50%penderita.
Jika pengobatan ini gagal, diberikan obat yang menekan system kekebalan. Obat imunosupresif lain dapat digunakan diantaranya: Azatioprin 50-200 mg/hari, siklofosfamid 50-150 mg/hari (60 mg/m2), klorambusil, dan siklosporin. Terapi lain yakni pemberian danazol 600-800 mg/hari, biasanya danazol dipakai bersama sama steroid. Jika ditemui anemia berat yang mengancam fungsi jantung dapat dilakukan tranfusi.
·         Anemia hemolitik autoimun tipe dingin:
          Terapi pada anemia hemolitik autoimun tipe dingin yakni dengan menghindari udar dingin , mengobati penyakit dasar, kadang-kadang diperlukan splenektomi. Bisa juga gdengan memberi  kortikosteroid tetapi kortikosteroid ini tidak efektif. Pemberian khlorambusil dapat memberikan hasil pada beberapakasus. Dan juga bisa diberikan prednisone dan splenektomi tetapi pemberian obat ini tidak efektif atau tidak banyak membantu penyembuhan pada penyakit ini. Dan bisa juga dengan pemberian klorambusil 2-4 mg/hari, plasmaferesis untuk mengurangi antibody IgM secara teoritis bisa mengurangi hemolisis, namun secara praktik hal ini sukar dilakukan.

1 comment:

  1. Thanks for your information. Please accept my comments to still connect with your blog. And we can exchange backlinks if you need. What Is Hemolytic Anemia?

    ReplyDelete